Rabu, 22 Oktober 2014

DUYUNG : MAMALIA LAUT YANG TERANCAM PUNAH

    Duyung (Dugong dugon) merupakan mamalia laut berbentuk terpedo dari suku Dugongidae yang hidup diperairan tropis, terutama di samudera Hindia dan samudera Pasifik. Anggota ordo Sirenia ini sering diburu oleh manusia untuk diambil daging, kulit dan minyaknya.Karena jumlah populasinya semakin menurun, maka duyung ditetapkan sebagai hewan langka yang dilindungi oleh hukum.
    Menurut para ahli, duyung diperkirakan hidup sejak 40 juta tahun yang lalu. Tubuh duyung memiliki panjang sekitar 2,5-3,5 m dan berat sekitar 230-420 kg. Kulit duyung tebal dan liat dengan warna abu-abu kehitaman. SepertiPaus, ekor duyung berbentuk pipih dan horizontal. Bibir yang lebar dan berdaging sesuai untuk merumput di dasar laut. Gigi taring pada duyung jantan umumnya menonjol keluar, sedangkan gigi taring pada duyung betina biasanya tidak terlihat jelas.
Pemakan Rumput Laut
    Duyung mencari makan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Hewan ini termasuk kelompok herbivora yang memakan rumput laut, terutama rumput laut jenis Zostera dan Halophila. Duyung biasanya merumput di perairan yang dangkal dengan kedalaman sekitar 40 m pada malam hari. Sebagai bintang yang bernafs dengan paru-paru duyung hanya dapat menyelam selama 10 menit. Meskipun demikian, duyung hanya dapat bertahan di luar air selama 12 jam.

Duyung di perairan laut Arafura, Maluku Tenggara

Anak Duyung
    Seperti mamalia pada umumnya, duyung berkembang biak dengan cara melahirkan. Kematangan organ reproduksi pada duyung tercapai pada umur 10 tahun. Duyung betina akan melahirkan seekor anak setelah melalui masa kehamilan 12 bulan. Duyung tersebut dapat hamil lagi setelah 3-7 tahun. Panjang anak duyung yang baru lahir dapat mencapai 1,5 m. Ketika menyusui, anak duyung biasanya menempel di atas punggung induknya.
Ancaman Kepunahan
    Di Indonesia, duyung dapat dijumpai di perairan timur, antara lain sekitar Pulau Flores (Nusa Tenggara Timur), Teluk Leikang (Sulawesi Selatan) , Teluk kumaidi (Kalimantan Tengah), dan Teluk Bintuni dan perairan Raja Ampat (Irian Jaya Barat). Saat ini duyung dikatagorikan sebagai hewan langka (vulnerable spesies) oleh IUCN. Selain karena perburuan manusia, ancaman kepunahan duyung juga disebabkan oleh penurunan populasi rumput laut akibat kerusakan lingkungan. Oleh sebab itu, pelestarian duyung tidak hanya dilakukan dengan membuat undang-undang konservasi, tetapi juga mencakup usaha pencegahan terjadinya pencemaran air laut.

 Sepasang duyung di Laut Flores
Duyung dan anaknya di perairan Raja Ampat

Senin, 06 Oktober 2014

SELAMAT JALAN EYANG KAKUNG

   Hari-hari yang berat sudah kulalui walau masih meninggalkan kenangan yang masih tersisa. Rumus yang dulu kudapatkan dari pengajian di kampus tetap kujadikan pegangan untuk dapat menghadapi semua ujian hidup. Hidup ini hanya sementara, kehidupan di akhirat lebih kekal dan abadi maka tabunglah amal kebajikan sebanyak-banyaknya dan beribadahlah juga sebanyak-banyaknya dengan iklas hanya karena Allah semata. Apabila ada masalah yang menjadi beban pikiran kita mengadulah kepada Allah yang menciptakan alam ini, Allah yang menciptakan mahluknya dengan segala keindahan dan kemegahannya. Cintailah Ciptaannya kerena Allah, maka semua masalah akan selesai dan kita merasa nyaman dan tentram. Cinta kita kepada Orang-orang yang kita sayangi janganlah melebihi cinta kita kepada Allah. Sehingga apabila kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi tidak meninggalkan kesedihan yang dalam.
   Hikmah dari pelajaran pengalaman hidup masa lalu membuatku belajar menghargai hidup , walau sempat terlintas melakukan tindakan bodoh digunung namun akhirnya bisa keluar dari masa-masa sulit itu. Berharap mengalami kecelakaan digunung sama saja melawan takdir Allah, dan akhirnya aku benar-benar mengalaminya, sekarang aku iklas kalau akhirnya mendapat teguran Allah dengan kondisi Fisikku yang sekarang cacat tidak seperti dulu lagi. Tapi aku bangga pada istri dan anak-anakku yang mau menerima kekurangan dan kelemahanku. Akupun bangga pada murid-muridku yang tidak mempermasalahkan kekuranganku ini.
    Teringat masa-masa kecilku bersama Eyang Kakung dan eyang putri bila berlibur di kampung. Eyang Putri sering menasehati dan menegurku yang tidak pernah bisa diam dan sering membuat kebingungan karena menghilang dan pergi ke hutan tanpa pamit. Rumah Eyang memang berada di dekat hutan yang dikelilingi bukit-bukit di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Eyang kakunglah yang mengenalkanku pada alam , sehingga akhirnya jatuh cinta pada alam. Sambil membawa arit Eyang mengajakku mencari rumput dan kayu-kayu kering di kaki Gunung Gajah dan bukit-bukit sekitarnya. Eyang bercerita dibalik bukit-bukit itu masih banyak binatang buasnya dan menakuti-nakutiku munculnya Mbah dari balik semak belukar. Mbah yang dimaksud adalah Macan Tutul yang waktu itu masih tersisa (Tahun 1970-an) dan kadang dimalam hari datang mendekati rumah dan membuat suara geraman dan cakaran ditembok rumah Eyang Kakung yang terbuat dari papan. Semalaman kita dibuat tidak tidur karena kehadiran Mbah ini. Tapi Eyang Kakung menenangkan dan "Mbah" ini tidak berbahaya kalau kita juga tidak mengganggu dan menyakitinya.
    Pernah juga Di Plafon Rumah Eyang menggantung Ular Sanca (Python Ritaculus) yang diam-diam menyelinap masuk kerumah lewat atap. Tapi waktu itu Eyang memberikan aku contoh untuk tidak melukai apalagi sampai membunuh Ular itu. Dibantu dengan tetangga akhirnya ular itu ditangkap dan dikembalikan kembali ke habitatnya di hutan. Setiap pagi sampai siang hari Eyang Kakung mengajakku ke bukit mencari kayu bakar dan mengajariku untuk tidak merusak pohon dan hanya mencari ranting dan dahan pohon yang kering. Senang rasanya diajak Eyang Kakung melihat hutan dan keindahan alam serta diajarkan bagaimana ikut menjaganya. Walaupun lelah ada rasa keinginan kembali untuk terus berjalan-jalan mendaki bukit-bukit disana yang jumlahnya puluhan. Eyang Putri lah yang selalu memijatku kalau sudah kelelahan sampai dirumah. Bandelnya aku waktu SD dan SMP yaitu tadi sering tanpa pamit pergi ke hutan membuat sekeluarga kuatir terjadi apa-apa.
    Kenangan bersama Eyang Kakung ini yang kembali muncul lagi setelah aku dikabari Eyang meninggal dunia Hari Senin pagi jam 6.30 WIB pada saat aku disibukkan dengan kegiatan Pemotongan hewan Qurban di SMPN 29. Eyang Kakung meninggal tadi pagi menyusul Eyang putri yang telah berpulang dua tahun lalu di Salatiga. Nasehat-nasehat Eyang Kakung dan wejangannya tentang kelestarian alam tanpa harus menggurui tapi langsung memberi contoh hingga saat ini terus terekam dalam ingatanku. Selamat jalan Eyang Kakung, semoga amal ibadahmu diterima disisinya dan aku cucumu akan terus mendoakanmu . Eyang aku percaya kalau nanti kita kan berkumpul bersama di surga nanti bersama orang -orang yang kita cintai.
 Di Puncak Jati larangan bersama adik (Berdiri), Pak Lik dan Bu Lik (Duduk) beristirahat
 Saya (Klas 2 SMA) dan Adik (1 SMA)menyusuri jalan setapak di pebukitan Watu perahu bersama Bu Lik
 Berlari naik turun bukit di pebukitan sekitar rumah Eyang Kakung untuk melatih stamina