Sabtu, 31 Oktober 2015

HARIMAU JAWA : KISAH TERAKHIR YANG TERSISA DARI GUNUNG KIDUL

     Harimau Jawa (Phantera Tigris Sondaicus) sudah dinyatakan punah sejak tahun 1980-an, walaupun masih ada kesaksian penduduk sekitar hutan, Peneliti alam liar, Pencinta alam maupun pendaki gunung yang berpapasan dengan legenda Pulau Jawa yang sangat terkenal ini. Harimau Jawa adalah spesies Harimau terbesar yang pernah dimiliki Indonesia mengalahkan Harimau Bali yang juga sudah punah, Harimau Malaya, Harimau Sumatra dan Harimau Kaspia (juga sudah punah). Sayang Harimau Jawa kini hanya tinggal kenangan , generasi muda kita tidak mungkin lagi melihat sosok berkarisma yang biasa disebut Macan Gembong atau Mbah di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini.
   Saya sangat sedih melihat kenyataan punahnya Harimau Jawa, walaupun masih berharap ada keajaiban kembalinya raja Hutan Pulau Jawa ini. Tulisan Peneliti Bpk.Didik Raharyono tentang keberadaan Harimau Jawa yang masih eksis dengan dikirimnya 2 Foto ke email beliau sungguh merupakan kabar gembira dan mengejutkan. Mudah-mudahan Foto ini benar Harimau Jawa dan bukan Foto editan atau malah sosok Harimau Sumatera yang sengaja dikirim untuk membuat sensasi.
Namun kepedulian Bapak Didik Raharyono dalam meneliti keberadaan Harimau jawa yang begitu gigih sungguh luar biasa, dan kita sangat berharap berita gembira dari beliau.
    Masa kecil Saya yang kebetulan lama di Gunung Kidul masih ingat dengan kisah dan cerita dari Eyang kakung dan saudara-saudara lain yang tinggal di wilayah Karang Mojo dan Ponjong tentang kehadiran dan sepak terjang Harimau Jawa pada masa itu . Stigma negatif yang terlanjur melekat pada raja hutan ini tidak membuat saya membenci Harimau Jawa ini tapi justru merasa kehilangan. Karena saya paham mengapa harimau jawa mengamuk atau memangsa ternak karena habitatnya sudah makin menyempit dan luas hutan yang tersisa semakin sedikit. Jadi jangan menyalahkan Harimau Jawa tapi coba koreksi dan mawas diri apa yang dilakukan penduduk sehingga beberapa peristiwa tragis akibat amukan harimau Jawa ini terjadi. 
    Peristiwa amukan Harimau Jawa terjadi sekitar tahun 1960-an dan 1970-an di daerah kampung halaman orangtua saya di Gunung Kidul, Yogyakarta. Saya hanya pendengar apakah cerita ini benar atau kisah nyata saya belum membuktikannya. Ketika remaja dan tergabung dalam Club Pencinta Alam saya selalu mencoba menjelajah lokasi-lokasi yang pernah diceritakan orang tua saya dan Eyang , terutama wilayah ponjong yang berbatasan dengan kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dan juga Pebukitan Watu perahu dan Gunung Gajah di wilayah perbatasan Bayat, Klaten Jawa Tengah dengan Semin, Gunung Kidul. Namun dari lokasi yang saya datangi tahun 1985, dan 1986 di Gua Macan, Ponjong tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Harimau Jawa. Kecuali yang saya lihat saat itu adalah Jejak , Feses dan bekas Cakaran Macan Tutul di batang pohon sekitar gua Macan. Ya saat itu masih ada Macan Tutul dan Macan Kumbang tapi tidak dengan Harimau Jawa. Namun warga seringkali menyalah artikan Harimau Jawa , padahal yang dilihat adalah Macan Tutul. Walau penasaran akhirnya saya menyerah mungkin benar Harimau Jawa hanya tinggal mitos dan legenda.
    Eyang kakung sendiri mungkin menyalah artikan kedua spesies Kucing besar Jawa ini dengan sebutan Mbah. Waktu saya kecil diawal tahun 1970 memang saya pernah dibangunkan Eyang untuk melihat kehadiran Harimau Jawa yang mengendap-endap di dekat kandang Kambing milik Eyang sehingga menimbulkan suara gaduh dari ringkikan Kambing yang ketakutan dan suara auman Harimau ini, yang saya lihat,karena gelap samar-samar sosok Harimau berkulit loreng-loreng. Betulkah itu Harimau Jawa ? Saat itu Saya masih berusia 2 tahun-an dan tidak bisa menyimpulkan sosok ini. Namun beberapa minggu kemudian ada kabar di kampung saya ini Harimau Jawa yang selama ini memangsa ternak berhasil diperangkap warga. Karena warga sangat emosi dan marah Harimau ini dihujani dengan tombak, lembing, batu dan benda-benda lainnya. Petugas PHPA yang datang agak terlambat sempat menyelamatkan Harimau ini dan dibawa ke kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta untuk dirawat akibat luka-lukanya yang parah. Namun karena Infeksi akibat luka-lukanya , akhirnya Harimau Jawa ini hanya bertahan beberapa hari dan akhirnya mati dengan sangat menyedihkan.

    Stigma negatif Harimau Jawa di kampung orang tua saya ini dulu begitu melekat, sampai-sampai apabila ada warga yang meninggal dunia makamnya yang masih merah harus ditunggu berhari-hari secara bergantian siang dan malam agar jenajahnya tidak diambil dan dimangsa Harimau Jawa. Memang sering warga melihat aksi si raja hutan ini mengais-ngais kuburan yang masih baru dan kemudian menarik mayatnya kedalam hutan untuk dimangsa. Terlebih jenis batuan dan tanah di Gunung Kidul yang dominan tanah karst dan sebagian gersang/tandus sehingga bau bangkai mayat orang yang baru dikubur akan mudah tercium oleh Si Raja Hutan walaupun jaraknya cukup jauh dari hutan tempat habitat Harimau Jawa ini bermukim. Mengapa Harimau Jawa memangsa mayat manusia dan juga ternak warga ? Mungkin Harimau Jawa yang saat itu mengamuk hanya tinggal satu-satunya dan sudah berusia tua. Karena beberapa bulan sebelumnya ditahun 1969 ada berita Harimau Jawa betina yang tertabrak truk di jalan menuju pantai Selatan Jawa di Gunung Kidul, sehingga Harimau Jantan Tua yang sudah tidak mampu lagi berburu mencari mangsa yang lebih mudah di dekat pemukiman warga disamping mungkin mengamuk karena kehilangan pasangannya.
Peta Sejarah Penyebaran Harimau Jawa

    Hampir semua tetangga Eyang di Ponjong pernah melihat sosok Harimau Jawa ini, sehingga kalau ingin mencari kayu bakar kehutan harus berhati-hati. Jenis tumbuhan di kawasan kars ponjong yang dominan semak belukar sering menjadi jebakan maut yang digunakan Harimau Jawa untuk memangsa buruannya termasuk manusia yang tanpa sengaja masuk dalam daerah jelajah Harimau Jawa. Pernah ada kasus petani yang sedang mencari buah Duwet/Jamblang di pinggiran hutan ponjong tak menyadari kehadiran Harimau Jawa di dekatnya ketika beristirahat. Bulu Harimau Jawa yang loreng-loreng tersamar dengan semak belukar yang berwarna kuning kecoklatan. Harimau Jawa yang posisinya juga sedang tidur menjadi terbangun ketika petani ini tak sengaja rebahan di punggungnya dan akhirnya fatal Harimau Jawa ini berbalik menyerang dan memanggsa petani ini dan membawanya kedalam hutan (Warga menyebut Gua Macan sebagai sarangnya).
   Eyang yang selalu menjadi tumpuan saya bertanya memberitahukan bahwa kalau mau melihat sosok Harimau Jawa datanglah berlibur di musim kemarau antara bulan Juni s/d Oktober. Karena pada saat itu sumber air di hutan dan di gunung hampir habis. Maka kata Eyang Harimau Jawa ini akan turun dan mendatangi telaga/Embung yang sengaja dibuat warga gunung Kidul untuk menyimpan cadangan air di musim kemarau. Saya yang saat itu masih duduk dibangku SMA dan kuliah di tahun pertama mencoba datang berlibur di bulan itu untuk bisa melihat impian sosok Harimau Jawa yang katanya masih ada. (Tahun 1984-1988). Namun saya kecewa karena berkali-kali saya menunggu kehadiran Harimau Jawa ini tidak pernah terwujud.

Foto Harimau Jawa yang dibunuh di Malingping, Lebak Banten tahun 1941
   Hobi saya semasa muda yang sering mendaki gunung juga diperkuat keinginan mencari Sosok Harimau Jawa ini. Sosok yang selalu diceritakan Eyang dan Bapak saya dengan sebutan Mbah dan Macan Gembong. Namun rangkaian perjalanan saya mendaki gunung-gunung di Jawa Barat dan Jawa Tengah gagal menemukan sosok dan jejak kakinya. Hanya sekali ketika mencoba mendaki Gunung Slamet lewat jalur Utara (Guci) suara Auman keras yang menggema di lereng gunung Slamet tahun 1986 memberi sedikit harapan keberadaan Harimau Jawa. Demikian pula dalam dua pendakian ke Gunung Ciremai tahun 1989 dan 1990 yang dulunya merupakan habitat Hewan ini juga tidak menemukan jejak dan sosoknya. Namun warga sekitar Gunung Ciremai yang saya jumpai masih sering melihat Harimau Jawa ini sering turun Gunung di musim kemarau atau kalau terjadi gempa vulkanik di gunung ini.
    Saya berharap foto yang dikirim ke Mas Didik  tahun 2014 yang lalu benar-benar Foto Harimau Jawa, sehingga penantian panjang dan keragu-raguan tentang masih eksisnya Hewan ini bisa segera terjawab. Semoga Harimau Jawa masih ada dan tetap dapat mempertahankan kelestariannya dari ancaman kemajuan jaman dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Jumat, 30 Oktober 2015

HARIMAU JAWA BELUM PUNAH, SEMOGA BERITA INI BENAR

   
    Spesies harimau di seluruh dunia ada 8 jenis, dan 3 subspesies diantaranya dinyatakan sudah punah, yaitu harimau Kaspia (Panthera Tigris Virgata) punah pada tahun 1950, binatang tersebut hidup di Iran, Afghanistan, Turki, Mongolia, Rusia dan harimau Bali (Panthera Tigris Balica) punah pada tahun 1937, hewan tersebut hidup di hutan-hutan di pulau Bali Indonesia, kemudian disusul harimau Jawa atau Javan Tiger (Panthera Tigris Javanica/Sondaica) yang hidup di pulau Jawa Indonesia.
  Namun klaim atas punahnya harimau Jawa masih banyak dibantah oleh beberapa saksi yang pernah melihat bahwa harimau Jawa masih ada walaupun mereka tidak berhasil menunjukkan bukti yang bisa diverifikasi. Menurut seorang mantan pekerja Taman Nasional Alas Purwo di Banyuwangi yang bernama Lukman, pada tahun 2000 mereka pernah melihat seekor harimau Jawa di hutan tersebut. Oleh karena itu jika mendengar bunyi tembakan, para petugas penjaga hutan taman nasional alas purwo akan langsung mencari sumber suara tembakan tersebut sampai ketemu untuk menjaga keselamatan harimau Jawa yang menurut mereka masih ada disitu.
   Hal ini berbeda dengan pendapat seorang petugas Kebun Binatang Surabaya (tidak disebutkan namanya) yang pernah bertugas dibagian Burung Jalak Bali di KBS Surabaya, dimana dia juga mengetahui tentang asal-usul berbagai satwa langka di Indonesia. Dia mengatakan bahwa harimau loreng yang dilihat oleh para petugas taman nasional alas purwo tersebut bukanlah harimau Jawa yang sebenarnya, melainkan harimau Sumatera yang kerdil, karena Belanda pernah mendatangkan beberapa ekor harimau Sumatera pada tahun 1939 dan dipelihara di tempat karantina di Alas Purwo untuk selanjutnya dilepas dialam bebas.

PENELITIAN ILMUWAN ASING

   Dr. John Seidensticker Ph.D.seorang ahli konservasi biologi dan kepala pusat konservasi ekologi dari Smithsonian’s National Zoological Park di Amerika Serikat yang dampingi rekannya Ir. Suyono dari direktorat perlindungan dan pengawetan alam Indonesia melakukan penelitian secara khusus pada tahun 1970 dan berhasil mendapatkan beberapa foto harimau. Namun karena foto tersebut terlalu buram, akhirnya mereka tidak bisa memastikan bahwa itu benar-benar foto harimau Jawa. 
  Selama tahun 1998-1999, yayasan The Tiger Foundation yang berpusat di Amerika Serikat terus menerima laporan dari penjaga taman nasional di Jawa Timur yang melaporkan bahwa sering terjadi penampakan harimau Jawa di dalam taman nasional dan di hutan-hutan sekitar taman nasional di Jawa Timur. Mereka juga memberikan bukti berupa foto jejak kaki, guratan pohon, bulu dan kotoran harimau, dan diteliti dilaboratorium di Amerika Serikat.
  The Tiger Foundation segera memberikan dukungan kepada departemen kehutanan Indonesia dengan memasang kamera pengintai di hutan yang di duga ada harimau Jawa. Mereka berhasil mendapatkan foto-foto satwa liar, namun tidak menemukan adanya bukti foto harimau Jawa, kecuali hanya macan tutul.
   Mereka menyimpulkan bahwa bukti-bukti  foto yang telah dicurigai sebagai milik harimau Jawa tersebut adalah kotoran macan tutul, dan bulu serta foto guratan pohon tersebut ternyata milik macan tutul. Dan mereka sangat meyakini dan sudah tidak meragukan lagi bahwa harimau Jawa telah benar-benar punah.

PENAMPAKAN TERAKHIR HARIMAU JAWA DI ABAD XXI

Berdasarkan keterangan situs resmi Balai Taman Nasional Meru Betiri, warga lokal permanen hasil hutan TN Meru Betiri mengaku bahwa mereka masih terkadang melihat penampakan harimau loreng (harimau jawa) hingga era 2010. Namun ini hanyalah sebuah pengakuan saja yang tidak disertai bukti otentik seperti foto atau tanda-tanda kuat lain milik harimau jawa. Benarkah harimau Jawa yang sangat melegenda itu telah lenyap dari muka bumi? Bisakah putra putri Indonesia membuktikan bahwa harimau Jawa masih ada? Atau menyetujui klaim bahwa harimau loreng ini telah benar-benar punah? 
  Selama ini dugaan terhadap keberadaan harimau jawa hanya terfokus di TN Meru Betiri. Bukankah masih banyak hutan-hutan terpencil lainnya di Pulau Jawa yang masih menyediakan mangsa walaupun sedikit. Bukankah masih ada hutan yang terletak di gunung-gunung di jawa yang hampir tidak terjamah manusia. Berdasarkan penuturan penduduk lokal Pulau Jawa (para orang-orang tua) dimana mereka benar-benar memahami sifat-sifat harimau jawa. Harimau jawa tidak takut bertemu manusia. Pada jaman dahulu jika terjadi pertemuan antara manusia dengan harimau jawa (macan gembong), harimau jawa hanya memalingkan muka saja dan tidak lari. Ini bisa dijadikan alasan mengapa beberapa warga sekitar TM Meru Betiri mengklaim bisa melihat harimau loreng. Walaupun salah satu sifat harimau ini adalah suka menyembunyikan diri agar tidak terlihat oleh mangsa.
   Tapi kenapa jika mereka pernah melihat harimau jawa tapi tidak ada yang bisa memotretnya? Perlu kita ketahui bahwa orang-orang yang mengaku melihat harimau jawa tersebut bukanlah para peneliti yang dilengkapi dengan fasilitas kamera, melainkan para pekerja ladang atau petani, dan sejenisnya. Sudah tentu mereka tidak mungkin memotretnya karena tidak membawa kamera, kecuali hanya membawa peralatan bertani dan berkebun.
  Mungkinkah akan ada foto harimau jawa terbaru? Semoga anak negeri bisa menemukan bukti foto agar dunia yakin bahwa harimau Jawa masih ada, sebelum peneliti asing yang mencintai satwa liar berhasil mengungkap fakta tentang keberadaan harimau Jawa. Jika selama ini tidak ada orang yang bisa menunjukkan bukti foto harimau jawa terbaru, boleh dipercaya bahwa harimau jawa memang benar-benar telah punah. Tapi apa yang terjadi pada tahun 2013?

HARIMAU JAWA MUNCUL LAGI DI TAHUN 2013

   Ternyata tanda-tanda keberadaan harimau jawa tidak hanya terdapat di Meru Betiri saja. Hutan belantara di pulau jawa masih cukup luas untuk dijelajahi. Mencari hewan sebesar harimau jawa di hutan jawa yang masih luas ini ibarat mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Pada awal oktober 2013, secara tanpa sengaja ditemukan jejak kaki karnivora besar mirip jejak harimau jawa di danau Ranu Tompe. 
  Setelah ditindaklanjuti, dugaan keberadaan harimau jawa semakin kuat. Tim Ekspedisi Eksplorasi Ekologi Ranu Tompe Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menemukan bekas cakaran (marking) hewan karnivora di pohon pampung atau pohon katesan (Macropanax dispermus), yang ditemukan pada tanggal 9 oktober 2013.
   Hal ini semakin memperkuat harapan bahwa raja hutan pulau jawa ini masih hidup. Berdasarkan literatur, karakter cakaran sebesar itu adalah milik Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan Harimau Jawa. Sedangkan ukuran cakaran macan tutul jawa (Panthera pardus melas) hanya kurang dari 13 sentimeter saja.
   Tim ini juga menemukan banyak jejak tapak kaki (foot print), tahi/kotoran (faeces) satwa karnivora berukuran besar. Diameter kotoran itu berukuran antara 3,6 sampai 3,8 cm dengan panjang rata-rata 6 cm. Jika ditinjau dari besarnya kotoran milik karnivora terbesar di pulau jawa saat ini, itu bukanlah kotoran macan tutul atau macan kumbang, melainkan kotoran milik harimau jawa. Selanjutnya pihak BB TNBTS berkonsultasi dengan akademisi Biologi di Universitas Gajah Mada (UGM) tentang temuan baru ini. Hasilnya, mungkin Harimau Jawa masih ada. Namun ini hanya sebatas dugaan dan perlu ditindaklanjuti untuk memastikan apakah dugaan itu benar.
   Direncanakan pada tahun 2014 akan dipasang camera trap di sekitar danau ranu tompe yang saat ini belum pernah dijamah manusia dengan tujuan untuk memastikan apakah harimau jawa benar-benar masih ada.

Sumber Referensi : Juragan Cipir.Com

Senin, 19 Oktober 2015

7 PENDAKI TEWAS DI GUNUNG LAWU


GUNUNG LAWU. Pemandangan matahari terbit dan Gunung Lawu terlihat dari Gunung Merapi. Foto oleh Olivier Laban-Mattei/AFP
GUNUNG LAWU. Pemandangan matahari terbit dan Gunung Lawu terlihat dari Gunung Merapi. Foto oleh Olivier Laban-Mattei/AFP
MAGETAN, Indonesia — Tim Search and Rescue (SAR) gabungan telah berhasil mengevakuasi tujuh pendaki yang tewas dalam musibah kebakaran di Gunung Lawu, Senin, 19 Oktober.
"Laporan petugas hingga Senin dini hari evakuasi terus dilakukan. Setelah itu berhenti karena gelap dan pagi harinya dilanjutkan lagi," ujar Kepala Pelaksana BPBD Magetan Agung Lewis, Senin.
Para korban ditemukan berada di antara pos 3 dan 4 jalur pendakian Cemoro Sewu dengan ketinggian sekitar 1.500 hingga 2.500 meter dari permukaan air laut.
"Saat ditemukan petugas, kondisi para korban sangat mengenaskan. Mereka sudah terpanggang dengan posisi tergeletak di sejumlah titik," kata Agung.
Selain mengevakuasi korban tewas, petugas juga mengevakuasi dua korban kritis. Mereka lalu langsung dibawa ke RSUD dr Sayidiman Magetan untuk mendapatkan perwatan medis lebih lanjut.
Empat dari korban tewas telah berhasil teridentifikasi, sedangkan sisanya masih proses identifikasi oleh petugas RSUD dr Sayidiman Magetan. Mereka adalah Rita Septi Nurika (21) warga Paron, Ngawi; Nanang Setia (16) warga Beran, Ngawi; Marwan warga Beran, Ngawi; dan Joko Prayitno (31) warga Kebun Jeruk, Jakarta.
Selain tujuh pendaki tewas, kebakaran hutan di lereng Gunung Lawu juga menyebabkan sejumlah pendaki lainnya kritis akibat luka bakar di atas 50 persen. Pendaki yang dalam keadaan kritis adalah, Eko Nurhadi (45) warga Karangjati, Ngawi, dan Novi Dwi (14) warga Beran, Ngawi.
Setelah dirawat di RSUD dr Sayidiman, korban luka Eko dirujuk ke RSUD dr Soedono Madiun, sedangkan Novi Dwi dirujuk ke RSUD dr Moewardi Solo, Jawa Tengah.
Tim SAR gabungan dari BPBD Magetan, Kodim 0804/Magetan, Polres Magetan, dan relawan Anak Gunung Lawu terus melakukan penyisiran untuk mengantisipasi kemungkinan masih adanya pendaki yang terjebak kebakaran hutan di lereng gunung yang berada di perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah tersebut.
Sementara, sejak dua pekan terakhir, kebakaran kembali melanda hutan di lereng Gunung Lawu. Kebakaran tersebut merupakan kebakaran yang ke dua kalinya selama musim kemarau setelah kebakaran hutan melanda lereng setempat pada Agustus 2015 lalu.
Pendaki tidak tercatat
"Berdasarkan data yang ada, para pendaki korban tewas dan luka tersebut tidak tercatat di buku pendaftaran pos Cemoro Sewu," ujar Agung.
Kepastian itu diperoleh menyusul penutupan jalur pendakian Gunung Lawu melalui pos Cemoro Sewu yang telah dilakukan sejak 16 Oktober 2015.
"Para pendaki korban tewas dan luka akibat kebakaran hutan di lereng Lawu tersebut dipastikan tidak berangkat melalui jalur pendakian Cemoro Sewu. Hal itu karena jalur pendakian Cemoro Sewu telah ditutup per tanggal 16 Oktober," kata Agung.
   Penutupan jalur pendakian tersebut dilakukan oleh petugas karena di sekitar jalur tersebut terjadi bencana kebakaran hutan yang dapat mengancam keselamatan pendaki.
Diperkirakan, para pendaki tersebut naik Gunung Lawu melalui sejumlah jalur lain yang ada. Di antaranya jalur Cemoro Kandang di Karanganyar, Jawa Tengah, jalur Candi Ceto, ataupun jalur Jogorogo.  

Laporan dari Antara/Rappler
Ini Foto dan Pesan Terakhir Rita, Pendaki Cantik yang Tewas di Gunung Lawu
20 Oct 2015 15:07:38 WIB
Sebelum dirinya berangkat ke Gunung Lawu, rupanya Rita sempat mengirim pesan dan mengunggah foto terakhirnya.
  Wanita berusia 21 tahun tersebut tak pernah menyangka kalau perjalanannya ke Gunung Lawu bersama saudaranya akan menjadi akhir dari hidupnya. Sebelum dirinya berangkat ke   Gunung Lawu, rupanya Rita sempat mengirim pesan dan mengunggah foto terakhirnya.
Dalam salah satu foto yang diunggah di media sosialnya, Rita tampak berpose dengan latar belakang pantai yang indah. Selain itu, ada pula screen capture BBM Rita pada temannya yang minta diberi tulisan penyemangat saat berada di puncak gunung.
  Sesaat sebelum mendaki, wanita asal Ngawi ini juga sempat berpamitan pada temannya yang ternyata menjadi BBM terakhir Rita. Keluarga dan teman-temannya tentunya merasa sangat kehilangan sosok Rita, terlebih ia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-21 pada bulan lalu.
   Sementara itu, kebakaran di petak 73 KPH Gunung Lawu pada Minggu (18/10) diduga terjadi bukan hanya disebabkan faktor alam. Namun, karena adanya perapian atau api unggun yang tidak dimatikan oleh pendaki. (wk/kr)

Senin, 05 Oktober 2015

PENDAKI CANTIK ITU TELAH PERGI


Diana Agustina Rahman, 19 tahun Mahasiswi Universitas Pasundan yang ditemukan tewas di Gunung Semeru, menambah daftar panjang anak muda Indonesia yang meninggal karena kecelakaan di gunung. Mereka meninggal dalam usia sangat muda , usia yang seharusnya menghasilkan kreativitas dan karya yang bisa menjadi bekal di masa depan. Walaupun prosentase kecelakaan di gunung lebih banyak terjadi pada pendaki pria (90%) karena kaum pria ini yang paling banyak mendaki gunung, namun kematian pada pendaki wanita pada dua tahun terakhir cukup mengagetkan dan membuat rasa sedih. Kematian pendaki gunung berparas Cantik Shizuko Ramadhani di Pos Kandang Batu Gunung Gede Pangrango Desember 2012 masih belum lepas dari ingatan. Remaja putri berusia 16 tahun siswi SMAN 6 Bekasi blasteran Jawa-Jepang ini meninggal karena Hypothermia. Disusul bulan Januari 2014 Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surabaya, Dian berusia 18 tahun ditemukan meninggal di Gunung welirang dalam latihan orientasi dan Navigasi Mahasiswa Pencinta Alam. Dan masih ada beberapa peristiwa kecelakaan di gunung yang tak disebutkan disini.
   Yang menjadi perhatian disini adalah mereka para pendaki wanita, dan kebetulan berparas cantik.Mendaki gunung sebenarnya merupakan gabungan olahraga dan rekreasi yang membutuhkan stamina yang kuat disamping paling tidak menjadi bagian dari kegiatan Club-Club Pencinta alam. Seharusnya mereka sudah mendapat pelatihan dasar-dasar Pencinta alam misalnya Survival, Navigasi, Penggunaan tali temali untuk Rock Climbing atau Rapeling, orientasi medan, dan tentu saja latihan fisik yang membutuhkan tenaga yang kuat.
   Booming pendakian karena terinspirasi Film 5 Cm, bisa dikatakan positif dan negatif. Film ini telah membuat banyak anak muda yang ingin mendaki gunung terutama G.Semeru tanpa mengetahui bahaya dibalik kegiatan mendaki gunung. Seharusnya ada Film yang dibuat dengan mengambil kisah nyata kecelakaan di Gunung sehingga informasinya berimbang. Sehingga anak muda yang ingin mendaki gunung tampa dibekali ketrampilan dan pengetahuan dapat berpikir lebih jauh lagi terutama untuk persiapan bekal dan stamina yang membutukan kekuatan fisik dan mental.
   Memang ajal hanya Allah yang tahu, dimana, kapan dan bagaimana itu terjadi kita tidak pernah tahu kapan datangnya.Peristiwa kecelakaan yang terjadi pada Diana Agustin terjadi pada bulan agustus lalu beberapa saat sebelum mencapai puncak mahameru. Diana meninggal karena longsoran Batu mengenai kepalanya pada saat istirahat dan dia tdak siap menghindar karena fisiknya sudah terkuras karena kelelahan. Mirip dengan Film 5 Cm yang sempat booming beberapa tahun yang lalu. Melihat foto-foto Diana yang pernah mendaki gunung lain sebelumnya, berarti dia bukanlah pemula. 
    Meninggalnya Diana paling tidak mengingatkan masa lalu saya yang pernah melakukan pendakian gunung bersama. Dan kebetulan teman dekat saya ini cantik. Dia bukan anggota pencinta alam namun sering hadir pada saat kita berlatih Climbing, Mountenering maupun merayap menyeberangi sungai diatas tali. Sebelum berpisah dia minta naik gunung bersama ,permintaan yang cukup berat dituruti. Namun akhirnya kita lakukan dengan mengambil lokasi yang aman, tidak berat dan tidak beresiko.
Kini dia sudah pergi dan meninggalkan kenangan yang cukup dalam. Dan terus menjadi bayang-bayang masa lalu yang sulit dilupakan 
    Kenangan bersamanya seperti kembali ketika Almarhum Pak Abdul Latif teman guru yang meninggal di bulan Agustus mengajak saya melakukan survey Raker tahun 2011 di gunung Salak. Maaf Pak Latif kalau saat itu kita berdebat dan sempat salah paham karena saya menolak keras tempat yang ditawarkan almarhum, tanpa sempat menjelaskan kenapa saya menolak bahwa tempat ini dulu membawa kenangan yang indah tapi juga kesedihan buat saya. Namun saya yang ditunjuk sebagai ketua Raker juga harus bertanggung jawab pada keamanan teman-teman guru lain, karena dalam sejarah SMPN 29 inilah raker satu-satunya yang dilakukan di bibir gunung. Saya memang harus melepaskan bayang-bayang masa lalu, dan itu saya buktikan dengan mengajak beberapa teman melakukan hiking di gunung ini. Walau tidak sampai puncaknya lagu Tinggal Kenangan yang dulu saya buat di gunung ini seperti mengiringi, mungkin ini pesan Almarhum Pak Latif buat saya untuk melupakan masa lalu.
    Lagu TINGGAL KENANGAN yang saya pernah buat juga disukai pak Edi Santosa, teman Guru yang meninggal juga di bulan Agustus lalu. Pak Edi sempat memainkan gitar mengiringi lirik lagu yang saya nyanyikan. Saya tidak tahu kenapa pak Edi menyukai lagu ini, alasannya lagu ini keren walau mellow . Tapi liriknya yang menyentuh sempat membuat basah mata bu Inti dan Bu Nuryanti yang tiba-tiba masuk ke ruang kami berdua. Lagu ini Privasi dan saya tidak pernah bermain gitar lagi sejak 25 tahun yang lalu . Hanya Pak Edi yang saya percaya untuk memainkan lagu yang pernah saya buat, karena almarhum adalah sahabat dan teman curhat saya yang paling baik terutama masa lalu saya yang cukup kelam. Lagu Bersahabat dengan alam, Setangkai edelweis, Elang Jantan yang terluka, Alam yang liar sempat saya berikan filenya ke pak Edi, namun tak tahu kenapa Pak Edi lebih menyukai lagu ini walaupun lagu ini bertema kehilangan dan kematian. Saya sempat bercerita hampir meninggal pada usia muda di gunung . Tapi kini terjawab, ini adalah pertanda bahwa pak Edi yang baik, sahabat yang baik, akan pergi meninggalkan saya terlebih dahulu.