Minggu, 01 Januari 2017

MALEO : BURUNG ENDEMIK SULAWESI

   
     Maleo (Macrocephalon maleo) adalah spesies burung dari suku Megapodiidae yang menjadi satwa endemik Sulawesi. Tubuh maleo memiliki bentuk dan ukuran yang mirip dengan ayam. Ciri khas maleo yaitu pada bagian kepalanya terdapat benjolan mirip helm berwarna hitam. Selain itu bulu tubuhnya berwarna hitam mengkilat, namun dada dan perutnya berwarna putih. Burung ini berparuh besar dan lancip dengan ujung merah kekuningan. Kakinya besar dan kuat yang digunakan untuk menggali tanah saat bertelur.

 Sepasang burung Maleo
      Induk betina dapat menghasilkan 20-30 telur per tahun. Telur maleo sangat besar, beratnya dapat mencapai 250 gram. Anggota bangsa Galliformes ini bertelur di tempat terbuka dan berpasir seperti di pantai yang banyak sinar matahari dan udara hangat. Secara bergantian, maleo jantan dan betina menggali lubang hingga mencapai lebih dari 1 m untuk tempat bertelur.


Telur dan anak burung Maleo
Telur Maleo
   Telur maleo tidak dierami oleh induknya, tetapi dibiarkan begitu saja di dalam lubang. Setelah memendam telurnya, kedua pasangan burung maleo itu pergi jauh dan membiarkan tanah yang hangat itu berfungsi sebagai pengeram. Karena itu mereka mencari tempat yang agak hangat untuk bertelur agar telur-telur tersebut bisa menetas dengan baik setelah sekitar 70 hari.

Burung Maleo hinggap di dahan pohon
Pakan Maleo
    Burung maleo adalah pemakan buah-buahan dan biji-bijian. Akan tetapi burung maleo juga memakan siput dan serangga. Maleo mencari pakannya di tanah. Burung ini suka hinggap di pohon, terutama cemara untuk tempat berteduh. Pemangsa alami maleo adalah anjing, babi hutan, biawak, ular dan kucing.
Kerjasama Jantan dan betina menggali tempat untuk bertelur
Satwa Langka
    Burung maleo ditemui hampir di seluruh wilayah Pulau Sulawesi. Akan tetapi perusakan habitat asli maleo dan tempat bertelurnya membuat satwa ini menjadi langka. Selain itu pencurian telur maleo menyebabkan jumlah maleo merosot tajam. Karena itu dilakukan upaya untuk melindunginya. Taman Nasional Dumago Bone dan Tangkoko Batuangus merupakan tempat-tempat konservasi satwa langka ini. Taman Nasional tersebut melakukan percobaan penetasan telur maleo di dalam kandang. Setelah menetas, anak maleo dilepaskan ke alam bebas. Upaya ini berusaha untuk mencegah kepunahan maleo, meskipun upaya ini sulit karena faktor lingkungan aslinya yang sulit ditiru.

Sepasang Burung Maleo membuat sarang
    Selain kerusakan habitat dan perburuan telur, keberadaan burung maleo juga terancam oleh penggunaan pestisida dan herbisida pada lahan pertanian. Hal ini terjadi karena senyawa kimia tersebut dapat mengurangi kekuatan cangkang sehingga telur mudah pecah. Oleh sebab itu, maleo dikatagorikan sebagai spesies yang terancam punah (endengerd species) oleh badan Konservasi Internasional IUCN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.