Jumat, 29 September 2017

SULITNYA USAHA PENYELAMATAN BADAK JAWA DAN BADAK SUMATRA

    Masih dalam rangka menyambut hari badak sedunia di bulan September ini, admin memposting kembali artikel tentang badak untuk ketiga kalinya secara berturut-turut , khususnya spesies badak yang hidup di Indonesia, yaitu badak sumatra dan badak jawa yang populasinya dikatagorikan kritis oleh IUCN dan berada diambang kepunahan. Kedua subspesies badak ini populasinya paling sedikit dan terancam punah dibandingkan 3 subspesies badak lainnya di dunia yaitu badak india, badak hitam dan badak putih afrika. Badak Putih Afrika populasinya meningkat tajam dari sekitar 100-an ekor di akhir abad ke 19 menjadi lebih dari 20.000 ekor saat ini, sedangkan Badak Hitam Afrika populasinya sekitar 4.880 ekor, dan Badak India populasinya sekitar 2.575 ekor jauh diatas populasi Badak Sumatera yang tinggal 100 ekor dan Badak Jawa yang hanya 63 ekor.
 Badak Hitam Dan Badak Putih Afrika populasinya masih cukup banyak
   Dengan populasi yang paling kecil dan hidup terisolasi di beberapa kantong habitat yang terfregmentasi di hutan-hutan Sumatra, Jawa dan Kalimantan, IUCN dan WWF sejak lama memiliki wacana melakukan upaya penyelamatan terhadap kedua subspesies badak ini. Untuk Badak sumatera sejak tahun 1985 sampai tahun 1992 telah ada upaya penyelamatan dengan melakukan upaya penangkaran di beberapa kebun binatang di dunia. Maka pemerintah Indonesia saat itu melakukan program penyelamatan dengan menangkap beberapa ekor badak sumatera di habitat aslinya untuk di pindahkan ke lokasi yang aman. Tercatat ada 18 ekor badak sumatera yang berhasil diperangkap dari hutan-hutan Bengkulu, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat untuk dilakukan translokasi sebelum dibawa ke beberapa kebun binatang di dunia.
    Namun usaha penangkaran di kebun binatang tidak berjalan sesuai harapan, 13 ekor badak sumatera yang dikirim satu demi satu mati tanpa berhasil menghasilkan keturunan sehingga tersisa dua ekor badak di Kebun binatang Cincinnati, Amerika Serikat yang berhasil breeding dan menghasilkan keturunan, salah satunya adalah Harapan, badak sumatra yang belum lama ini kembali ke tanah leluhurnya di rhino Sactuary Way kambas  Lampung.
    Badak ‘Harapan’ adalah badak sumatera ketiga yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, pada tahun 2007. Harapan adalah anak badak ketiga dari perkawinan badak jantan ‘Ipuh’ dan badak betina ‘Emi’, setelah sebelumnya telah lahir kakak-kakaknya yaitu ‘Andalas’  pada 13 September 2001 dan ‘Suci’ pada tahun 2004.
    Kedua orang tua ‘Harapan’ yaitu ‘Ipuh’ dan ‘Emi’ adalah badak-badak sumatera hasil tangkapan pada program penyelamatan badak-badak sumatera yang terdesak di daerah hutan Riau, Jambi dan Bengkulu pada periode tahun 1985 – 1992.
 Andatu, Bayi Badak Sumatera dan Induknya Ratu
      Badak ‘Ipuh’ dan ‘Emi’, merupakan badak Sumatera hasil tangkapan dari kawasan Bengkulu sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Ipuh ditangkap 23 Juli 1990 dan pada saat itu berumur kira-kira 20 tahunan, sedangkan Emi ditangkap pada 6 Maret 1991 dan berumur kurang lebih 8 tahun. Pada periode tersebut, sebanyak 18 individu badak Sumatera berhasil ditangkap dan didistribusikan ke beberapa kebun binatang di dunia, diantaranya kedua badak ini dikirim ke Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, dengan pertimbangan karena KB. Cincinnati berhasil melakukan breeding pada spesies badak yang lain.
Selain yang dikirimkan ke Cincinnati 13 ekor badak diantaranya mati akibat manajemen pakan yang kurang tepat dan diterapkannya sistem peternakan pada kebun binatang yang berakibat terjadinya gangguan pencernaan (44%) dan gagal ginjal (11%). (Di kebun binatang di Amerika 4 ekor, di KB Malaka 1 ekor, di Ragunan1 ekor , di KB Surabaya 2 ekor, di Taman Safari Indonesia 2 ekor, dan di Howletts dan Port Lympne Zoo 2 ekor.
    Badak ‘Ipuh’,’Emi’ dan ‘Suci’ telah tiada.  Badak ‘Ipuh’ mati pada 17 Februari 2013 akibat usia tua (±42 tahun) sementara ‘Emi’ mati pada 5 September 2009 dan ‘Suci’ mati  pada 30 Maret 2014.  Kedua badak sumatera ibu dan anak ini mati akibat hemacrhomatosis atau disebut juga ‘iron storage disease’ yaitu suatu penyakit metabolisme yang mengakibatkan kelebihan unsur zat besi (Fe) dalam tubuh. Pada manusia penyakit ini merupakan gangguan genetik yang menyebabkan tubuh menyerap terlalu banyak zat besi dari makanan yang masuk ke dalam tubuh. Kelebihan zat besi itu tersimpan di dalam organ-organ tertentu, terutama hati, jantung dan pankreas. Padahal kelebihan zat besi ini dapat meracuni organ-organ tersebut dan mengakibatkan kondisi mematikan seperti kanker, arrhytmia jantung dan sirosis. Pada spesies badak, penyakit ini masih dalam taraf penelitian.
Kelahiran Delilah, Bayi Badak Sumatra anak ke 2 Ratu di TN Way Kambas, Lampung
   Kematian-kematian badak sumatera  dalam upaya penyelamatan yang gagal tahun 1985-1992 menjadi pembelajaran buat Indonesia, bahwa usaha konservasi badak sumatera luar biasa sulit dan berisiko kegagalan dan berdampak pada kepunahan lokal pada daerah mereka diambil paksa melalui usaha penangkapan saat itu. Ini bisa dibuktikan dengan lenyapnya keberadaan badak sumatera dari daerah yang menjadi area penangkapan kawasan Taman Nasional Kerinci-Seblat baik itu di wilayah yang masuk provinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu. Badak sumatera sudah tidak tampak lagi di daerah yang dulu dikenal sebagai gudangnya badak sumatera dengan populasi terbanyak sejak 10 tahun lalu.
   Saat ini Badak Sumatera tersisa di tiga kantong habitat Taman Nasional yaitu TN Gunung Leuser (Aceh), TN Bukit Barisan Selatan (Lampung-Bengkulu) dan Way Kambas (Lampung) dengan populasi sangat sedikit dan terancam kepunahan. Untungnya ketiga wilayah ini tidak menjadi bagian daerah sasaran penangkapan/translokasi badak pada program penyalamatan tahun 1985-1992 sehingga masih menyisakan populasi badak yang kita harapkan mampu bertahan dan melanjutkan generasi pelestari badak sumatera yang akan datang. 
   Progam penyelamatan dan konservasi melalui translokasi sangat rawan dan berbahaya juga dibuktikan dengan punahnya badak sumatera di Sabah malaysia sejak tahun 2015 lalu. Padahal wilayah ini sebelum ada upaya penangkapan dan translokasi badak masih memiliki lebih dari 25 ekor badak. Namun sejak usaha penyelamatan ini dilakukan dengan menangkap beberapa ekor badak untuk ditangkarkan di Rhino sactuary Sabah, justru populasinya menyusut drastis dan akhirnya punah. Kini hanya tersisa 2 ekor badak sumatera di penangkaran Sabah setelah matinya puntung badak betina cacat yang terpaksa disuntik mati akibat menderita penyakit kanker mulut.
 Induk Badak Putih Afrika dan Anaknya
   Harapan bergantung pada Indonesia yang masih memiliki populasi badak di Kalimantan yang keberadaannya baru diketahui tahun 2013 lalu. Padahal kalau pemerintah mau peduli sebenarnya populasi badak masih ada di provinsi lain seperti Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Seperti temuan Tim WWF di Hutan Muara teweh, Barito Utara dan Murung Raya serta jejak dan cerita suku dayak di kabupaten Kapuas Hulu, Katingan, Malinau dan sepanjang pegunungan Schwanner dan Muller perbatasan tiga provinsi Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Badak sumatera juga pernah terlihat di TN Tanjung Puting-Bukit Raya. Namun keberadaan badak sumatera di lokasi-lokasi tersebut seperti terabaikan sehingga tidak ada usaha proteksi dan pengawasan dari aparat. Akibatnya tanpa sempat dibuktikan keberadaannya badak-badak sumatera tersebut punah karena habis diburu penduduk lokal melalui jerat.
    Masih adakah badak sumatera tersisa di Kalimantan barat dan Kalimantan tengah ? Admin menduga kemungkinan besar masih ada. Sebelum terlambat Pemerintah harus turun tangan terutama melalui kementerian lingkungan hidup untuk melakukan proteksi di daerah yang diduga masih tersisa populasi badak sumatera. BBKSA harus turun tangan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama, maaf : suku dayak di pedalaman yang memiliki tradisi berburu badak agar budaya ini dihilangkan. Kematian Najag badak betina remaja asal kutai barat dan puntung badak betina asal Lembah danum Sabah berawal karena luka jerat yang dilakukan pemburu lokal. Luka jerat ini membawa akibat fatal karena berakibat infeksi yang berujung kematian pada Najag, dan amputasi pada puntung yang juga berakhir pada kematian.
   Admin berharap upaya translokasi badak tersisa di Kalimantan Timur dilakukan hati-hati agar pengalaman punah lokalnya badak sumatera di TN Kerinci Seblat (Indonesia), Lembah danum Sabah dan Semenanjung Malaya (Malaysia), maupun punahnya badak sumatera di Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja sebagai pembelajaran bahwa usaha konservasi Badak sumatera sungguh sangat sulit dan perlu kehati-hatian luar biasa. Apalagi Badak dikenal sebagai mamalia yang sulit breeding dan hanya melahirkan seekor anak dalam 4-6 tahun masa produktifnya. Bisa dibayangkan populasi perkembangbiakan ini tidak berimbang dengan populasi yang mengalami kematian alami maupun akibat penyakit dan perburuan liar.
  Video Trap Badak Jawa Hasil Monitoring Tahun 2013
   Rasanya upaya In-situ pada habitat aslinya merupakan cara terbaik dan tidak beresiko seperti yang sudah dilakukan pada subspesies Badak Jawa di Ujung Kulon, Banten. Proteksi yang ketat, pengawasan dan monitoring sepanjang waktu telah berhasil mengembalikan populasi badak jawa yang nyaris punah ini ke populasi yang relatif aman untuk berkembang biak. Populasi Badak Jawa sempat menyusut drastis dan nyaris punah dengan hanya menyisakan 20-27 ekor saja pada tahun 1970-an. Namun berkat upaya konservasi dan proteksi serta perhatian berbagai elemen pelestari lingkungan utamanya petugas yang langsung terjun berhasil meningkatkan populasi Badak Jawa sedikit demi sedikit sehingga saat ini populasinya bertambah menjadi sekitar 63 ekor.
   Keberhasilan konservasi Badak Jawa jangan membuat kita lengah, karena populasinya masih tergolong sedikit dan hanya terkonsentrasi di satu tempat saja yaitu TN Ujung Kulon. Ini sangat mengkuatirkan, karena TN Ujung Kulon merupakan daerah yang rawan bencana dan pernah luluh lantak diterjang Tsunami ketika Gunung Krakatau meletus dahsyat tahun 1883 lebih seabad lalu. Apabila siklus letusan terjadi lagi dengan kekuatan letusan yang sama seperti sejarah tahun 1883 maka tidak terbayangkan bagaimana nasib badak-badak jawa yang ada di ujung kulon apabila terjadi bencana Tsunami kedua.
    Ada Wacana upaya konservasi Badak Jawa dilakukan dengan translokasi ke habitat baru dengan memindahkan sebagian badak-badak ke Suaka margasatwa Cikepuh, Sukabumi. Alasannya di lokasi ini kesediaan pakan badak mencukupi dan memiliki landskap atau bentang alam yang mirip dengan lanskap di TN Ujung Kulon. Namun admin heran, setelah melihat lokasi di peta, landskap Cikepuh berbatasan dengan Samudera Hindia dan tentunya beresiko juga terhadap ancaman bahaya Tsunami . Memang tidak ada gunung berapi di lepas pantai samudera Hindia, namun pantai Selatan Jawa adalah daerah yang rawan bencana Tsunami bahkan jauh lebih dahsyat karena penyebabnya adalah tumbukan lempeng Indo-Australia dan Erasia di parit Jawa yang menyebabkan gempa tektonik. Karena episentrumnya di dasar laut maka sudah dapat diduga apabila pusat gempanya dangkal dan kekuatannya diatas 6 skala Richter sudah dipastikan akan terjadi bencana Tsunami yang akan menyapu habis SM Cikepuh tempat kedua yang dicalonkan untuk translokasi badak jawa.
  Kelahiran Bayi  Badak Sumatra di Way Kambas
     Translokasi adalah upaya penyelamatan yang rawan dan berbahaya karena mamalia badak sangat sensitif dan mudah terserang penyakit apabila di amankan di daerah bukan habitatnya. Wabah penyakit yang mematikan apabila menimpa individu badak jawa melalui hewan ternak warga adalah bahaya kepunahan yang tak kalah mengerikan. Dan ini pernah terjadi pada kasus kematian berturut-turut Badak Jawa di TN Ujung Kulon beberapa dekade lalu. Untungnya wabah penyakit ini berhasil diatasi sehingga populasi badak jawa kembali pulih. Alasan kesediaan pakan badak jawa di TN Ujung kulon yang sudah semakin berkurang akibat tertutup oleh vegetasi lain sebenarnya bisa diselesaikan dengan membabat semua gulma yang dirasakan mengurangi dan menghambat pertumbuhan vegetasi pakan Badak Jawa. Sedangkan Alasan Banteng Jawa (Bos Javanicus) sebagai pesaing pakan badak jawa juga tidak masuk akal, karena kedua jenis mamalia darat besar ini memiliki kesukaan pakan yang relatif berbeda.
 Delilah Bayi Badak Sumatra bermain bersama Induknya Ratu
   Oleh karena itu admin mengusulkan biarkan Badak Jawa berkembang biak di TN Ujung Kulon tanpa perlu memindahkan sebagian populasinya ke SM Cikepuh karena upaya ini rawan dan perlu kehati-hatian karena tindakan yang keliru bisa berakibat fatal seperti kasus yang terjadi pada Badak betina Najag di Kutai Barat dan badak-badak di Sabah Malaysia yang mati ketika ada upaya penyelamatan melalui cara translokasi. Pelajaran paling berharga adalah matinya 15 dari 18 badak sumatera yang ditangkap pemerintah Indonesia antara tahun 1985-1992 melalui cara tranlokasi untuk ditangkarkan di kebun-kebun binatang dalam dan luar negeri sehingga upaya ini kalau bisa dihindari.
    Badak berbeda dengan Harimau yang relatif mudah dan mampu berkembang biak melalui penangkaran. Saat ini bisa dikatakan Harimau lebih aman berkembang biak dan populasi bertambah di penangkaran daripada di alam liar. Jumlah Harimau di alam liar sangat sedikit dan terancam populasinya, namun dipenangkaran Harimau relatif aman dan jumlahnya lebih banyak. Bahkan di salah satu penangkaran Harimau di Cina bisa melipatgandakan populasinya ratusan ekor dalam waktu singkat. Termasuk di salah satu kuil Budha Harimau, di Thailand, hidup nyaman ratusan ekor harimau dan menjadi salah satu donasi wisata, sebelum akhirnya ditutup dan dimejahijaukan karena ternyata melanggar hukum.
   Namun Badak berbeda, terutama Badak Jawa dan Badak Sumatera yang begitu sulit untuk dikembangbiakkan. Hanya sedikit yang berhasil, dan baru Indonesia yang mampu membiakkan badak Sumatera di Way Kambas melalui kelahiran anak badak sumatera bernama Andatu tanggal 23 juni 2012 dan Delilah pada Tanggal 12 Mei 2016 lalu. Sedangkan perkembangan populasi badak jawa bergantung pada populasi di alam liar ditandai dengan kehadiran 7 anak badak yang terpantau melalui kamera Trap di TN Ujung Kulon, Banten.
 9 Anak Badak Jawa diberi Nama Baru
   Cara terbaik konservasi Badak Jawa rasanya adalah dengan membiarkan mereka hidup di habitatnya melalui proteksi dan pengawasan yang ketat. Kalaupun cara tranlokasi ditempuh tidak perlu menangkap dan memindahkan Badak Jawa ke lokasi lain. Cukup perluas wilayah Taman Nasional Ujung Kulon ke arah timur, buat koridor perlintasan Badak Jawa menuju ke Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang landskapnya cocok dan memiliki kemiripan dengan TN Ujung Kulon dan wilayah ini dulunya juga pernah menjadi habitat Badak Jawa dan jauh dari ancaman bahaya Tsunami karena wilayahnya berbukit-bukit dengan topografi dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan.
   Nah dengan cara ini memang manusia harus mengalah, berbagai pihak yang terkait dengan usaha perkebunan ataupun pertambangan harus disingkirkan, termasuk merelokasi warga yang daerahnya nanti menjadi lokasi koridor perlintasan Badak untuk pindah ke lokasi lain. Dan Pemerintah memang harus turun tangan langsung menyediakan lahan baik buat warga yang direlokasi maupun hutan lindung yang menjadi koridor perlintasan badak sehingga kita semua berharap keberadaan Badak Sumatera dan Badak Jawa tetap lestari di habitatnya yaitu bumi Indonesia tercinta.

Sumber Referensi : Yayasan Badak Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.