Komodo
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
?Komodo
|
Distribusi komodo
|
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo
(Varanus komodoensis[1]),
adalah spesies
kadal terbesar di
dunia yang hidup di pulau Komodo,
Rinca, Flores, Gili Motang,
dan Gili
Dasami di Nusa Tenggara.[2]
Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae,
dan klad Toxicofera,
komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang
besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme
pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang
hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di
pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme
komodo yang kecil.[4][5]
Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak
yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.[6]
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun
1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka
populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat
aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan
terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan
pemerintah Indonesia dan sebuah taman
nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk
melindungi mereka.
Anatomi dan morfologi
Kulit komodo.
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya
memiliki berat sekitar 70 kilogram,[7]
namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang
lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar
3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum
dicerna di dalam perutnya.[8]
Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang
terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak
Papua (Varanus salvadorii).[9]
Komodo memiliki ekor yang sama panjang
dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang
sekitar 2.5 cm,
yang kerap diganti.[10]
Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir
seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan.[11]
Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan
yang hidup di mulut mereka.[12]
Komodo memiliki lidah yang panjang,
berwarna kuning dan bercabang.[8]
Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari
abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna
hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya.
Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar
belakang hitam.
Fisiologi
Komodo yang
berjemur.
Komodo tak memiliki indera pendengaran,
meski memiliki lubang telinga.[13]
Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya
memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya
tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun
tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak.[14]
Komodo menggunakan lidahnya untuk
mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal
memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu
navigasi pada saat gelap.[15]
Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke
kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh
4—9.5 kilometer.[11]
Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka
tidak memiliki sekat rongga badan.[16]
Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit
ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.[15]
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya
diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi
rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki
memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.[11]
Komodo pernah dianggap tuli ketika
penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan
ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini
terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor
melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak
terlihat oleh si biawak.[17]
Ekologi, perilaku dan cara hidup
Kaki dan ekor
komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di
Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa
Tenggara.[18]
Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan
tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini.
Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam
hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat
makan dan berkembang biak.
Reptil besar ini dapat berlari cepat
hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik
dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter;[19]
serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat.[7]
Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri
dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang.[17]
Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata,
karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali
lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat.[20]
Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga
panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi
selanjutnya.[21]
Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh
selama bagian hari yang terpanas.[22]
Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan
semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan
penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk
menyergap rusa.[23]
Perilaku makan
Komodo di Rinca.
Komodo adalah hewan karnivora.
Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai,[4]
penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara
mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika
mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya
pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan.[11]
Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam,
yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5
kilometer.[11]
Komodo muda di
Rinca yang makan bangkai kerbau.
Reptil purba ini makan dengan cara
mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara
tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga
sebesar kambing,
bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa
tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh.[23]
Air liur yang kemerahan dan keluar dalam
jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian,
proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20 menit diperlukan untuk
menelan seekor kambing. Komodo kadang-kadang berusaha mempercepat proses
menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas
itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan
itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah.[23]
Untuk menghindari agar tak tercekik ketika
menelan, komodo bernapas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang
berhubungan langsung dengan paru-parunya.[11]
Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan
lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa
yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan.[24][6]
Setelah makan, komodo berjalan menyeret
tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat
proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan
meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya
yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun
atau kira-kira sekali sebulan.[11]
Setelah daging mangsanya tercerna, komodo
memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam
gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal
sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah
atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel,
perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia,
tidak menyukai bau ludahnya sendiri.[11]
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran
paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil
menurut hirarki. Jantan terbesar
menunjukkan dominansinya
melalui bahasa tubuh dan desisannya; yang disambut dengan bahasa yang sama oleh
jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas
kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu
kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur;
meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa
oleh si pemenang.[11]
Mangsa biawak komodo amat bervariasi,
mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang
bertubuh lebih kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan,
kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda
memangsa serangga,
telur, cecak, dan
mamalia kecil.[4][24]
Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat
yang digali dari lubang makam yang dangkal.[17]
Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan
memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu
agar tak dapat digali komodo.[23]
Ada pula yang menduga bahwa komodo
berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon
yang pernah hidup di Flores.[25]
Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina
yang tengah hamil, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat
dimangsa, suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika.[25]
Karena tak memiliki sekat rongga
badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum
(seperti kucing).
Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat
kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.[11]
Bisa dan bakteri
Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas
Melbourne, Australia,
menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan
biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae,
kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan
hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut
kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung
yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa
berkekuatan menengah.
Para peneliti ini telah mengamati
luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V.
scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa:
bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan
darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang
bertahan hingga beberapa jam kemudian.[26]
Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat
beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang
Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai
komodo[27].
Di samping mengandung bisa, air liur
komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif
dan 29 Gram-positif
telah diisolasi dari air liur ini.[28]
Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada
korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu
dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu
minggu akibat infeksi.
Bakteri yang paling mematikan di air liur
komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat
mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium.[29]
Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian
dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk
pengobatan manusia.[30]
Reproduksi
Komodo yang
tidur. Perhatikan kukunya yang besar. Kukunya digunakan untuk bertempur dan
makan.
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan
telur komodo diletakkan pada bulan September.[19]
Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan
teritorinya dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil
berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan
"terkunci" ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang
air besar ketika bersiap untuk bertempur.[17]
Pemenang pertarungan akan menjentikkan
lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina.[6]
Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama
awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan
betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan
selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina,
garukan keras di atas punggung dan menjilat.[31]
Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina.[14]
Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk "pasangan," suatu sifat
yang langka untuk kadal.[17][24]
Betina akan meletakkan telurnya di lubang
tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah
ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah
ditinggalkan.[32]
Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8
bulan.[17]
Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya
sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak
serangga.[19]
Proses penetasan adalah usaha melelahkan
untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal
setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur,
bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum
memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak
seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.[11]
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun
pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk
dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah
biawak-biawak muda yang berhasil diburu.[33][17]
Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup
lebih dari 50 tahun.[20]
Di samping proses reproduksi yang normal,
terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran
pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul
pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.[7]
Partenogenesis
Bayi komodo partenogenetik
di Kebun Binatang Chester, Inggris.
Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada
awal tahun 2006
setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya
mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa
lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu
adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.[34]
Pada tanggal 20 Desember
2006, dilaporkan
bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah
komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi
(pembuahan dari perkawinan). Ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya
berhasil menetas.[35]
Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara
melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke
inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo
jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap
telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa
pembuahan dari luar.[36]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.