Senin, 16 Juli 2012

MEMORI JULI


BERSAHABAT DENGAN ALAM

Kawan ...Kemanakah harus kumencarimu
Rindu hatiku ingin bertemu
Walaupun Hanya sekejap saja
Kawan... Masihkah kau ingat diriku
Setelah setahun tak bertemu
Kau yang dulu sungguh membenciku
*Kawan ... Tidakkah kau lihat pohon cemara
 Dilereng gunung kini kumenyepi
 Berteman dengan alam sunyi
 Haruskah... Kubunuh jasadku dilembah ini
 Berteman dengan burung malam
 Untuk melupakanmu selamanya
Reff:
Gunung yang tinggi ibarat wajahmu
Gemericik sungai ibarat suaramu
Jurang yang dalam ibarat hatimu
Yang sukar kuturuni
Ini bukanlah pelarianku
Karna ku gagal dalam mencintaimu
Ingin ku kembali ke gunung lagi
Bersahabat dengan alam
Na..na..na..
Kembali ke *

Kandang Batu, Juli 1988
Lereng Gunung Pangrango




ELANG JANTAN YANG TERLUKA

Seekor Elang jantan yang terluka
Setelah kalah bertarung dengan jantan lain
Kedua Sayapnyapun kini telah patah
Tak sanggup lagi dia untuk terbang jauh

Dengan hati yang sedih dia coba melangkah
Di Sebuah telaga yang jernih airnya
Di pandangi wajahnya dibayangan air
Tak sanggup lagi dia menahan tangis

Ref : 
Dia memandang ke angkasa
Di langit biru yang cerah
Dia melihat teman-temannya
Terbang berpasangan

Hatinya Sungguh terluka
Melihat kenyataan itu
Dia coba untuk terbang lagi
Tapi kini tak sanggup jua
Na  na  na ...
Na  na  na ...

Tebing G.Ciawitali, Lebak, Juli 1987
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak



LESTARIKAN ALAM

Di Puncak Gunung Gede Pangrango
Ku duduk memandang ke angkasa
Ku lihat bintang bersinar terang
Terangi malamku yang benderang
  Desir hembusan angin malam
  Dingin tapi sungguh menyejukkan
  Betapa besar ciptaan Tuhan
  Kumerasa kecil dihadapannya
Reff : Bunga-bunga Edelweis bermekaran
         Berkilau disinari bulan
         Mari kita jaga dan lestarikan
         Keindahan alam milik Tuhan
Oh Tuhan yang maha pengasih
Ku ingin bersatu dengan alam
bersama gunung, sungai dan lembah
agar tak dirusak ulah manusia

Kembali ke Ref :

Alun-alun Suryakencana, Juli 1986
Puncak Gunung Gede dan Pangrango


TINGGAL KENANGAN

Melalui kebun cengkeh
Kuberjalan seorang diri
Di saat matahari terbenam
Di lereng pegunungan

Serangga malam bernyanyi
Mengiringi perjalananku
Seakan mereka mengerti
Menghibur hatiku yang sedih

Ref : Dulu pernah ku bersamamu
Pada jalan setapak ini
Dan kupetik setangkai bunga
Kusuntingkan di telingamu

Kugenggam erat jari tanganmu
Mendaki hingga ke puncak gunung
Kini semua tinggal kenangan
Yang tak mungkin kulupakan

Warung Loa, lereng G.Salak
Juli 1988
Mengenang pendakian G.Salak Maret 1987



TANGISAN DARI GUNUNG

Ketika tiba di puncak Gunung
Terasa sesak di dada ini
Melihat sampah banyak mengotori
Dan Coretan menggores  tubuhnya

Pohon-pohon pun ikut menangis
Batu-batu cadas pun merintih
Karena kau telah melukainya
Dengan mata pisaumu yang tajam

Tiada lagi kicauan Burung
Yang dulu selalu menemani
Kini yang terdengar suara rintihan
Suara tangisan dari Gunung...

Ref :
 Oh kau pendaki Gunung
Jangan kau melukai dia
Jaga dan lindungilah dia
Agar tumbuh dan lestari

Oh Kau pendaki Gunung
Tolonglah cintai dia
Jadilah kau sahabatnya
Sahabat alam sejati

Puncak Gunung Ciremai
Juli 1989





SETANGKAI EDELWEIS

Kuterjaga dari tidurku
Tubuhku basah tersiram hujan
Angin dingin berdesir kencang
Membuatku menggigil kedinginan
Kemanakah semua temanku ?
Meninggalkanku sendiri , disini...
dalam ketakutan...
Kudengar suara tangis
diantara derai gerimis
di puncak Pangrango yang dingin
kucoba mencari
Diantara rumpun edelweis
di padang rumput yang luas
Kau duduk di atas batu
memandang ke arahku
Wajahmu pucat bagai kabut
Tubuhmu putih bagai sutera
Aku curiga dan takut
Siapakah gadis itu
Reff :
Ku tanya namamu
tapi kau diam membisu
Kau genggam Edelweis
kau berikan padaku
Hanya derai air matamu
Yang membasahi kedua pipimu
Kau katakan telah tidur
di dasar jurang yang dalam
Ingin ku bawa kau kembali
tapi kau lenyap bagi angin
Yang tinggal setangkai bunga
Edelweis di tanganku

Juli 1985
Alun-alun Mandalawangi, Pck.Pangrango
10 menit tertidur dan bermimpi



CIREMAI, AKU DATANG LAGI

Hampir tiga tahun lamanya
Waktu telah memisahkan kita
Kutersiksa dalam kerinduan
Sungguh kau tak dapat kulupakan

Kumelangkahkan kaki ini
Mendaki dari Gunung ke Gunung
Mencoba mencari jawabannya
Mengapa ini terjadi

Maafkanlah aku kawanku
Tak pernah terucap kata cinta
Yang slama ini selalu kupendam
Karena kita memang berbeda

Kini bagai petir menyambar
Mendengar kabar tentang dirimu
Kau kan menempuh hidup baru
Dengan pria pilihanmu

Walau hatiku telah runtuh
Ku kan tabah menghadapinya
Hanya doa yang kupanjatkan
Semoga kau bahagia

Ref :
Ciremai aku datang lagi
Dengan membawa luka yang dalam dihati
Ciremai, bolehkah aku bertanya
Ijinkanlah aku tidur dikawahmu yang dalam
Kumenjerit dan menangis
Di bibir kawahmu
Jatuh air mataku teringat dosa
Haruskah ku akhiri
Jalan hidupku disini
Agar kudapat melupakan segalanya

Tebing kawah Ciremai
Juli 1990

Ini adalah puisi dan laguku yang terakhir.
Tuhan memberikan petunjuk
Untuk meninggalkan semua yang pernah kulakukan
Untuk semakin mendekat padanya
Melalui doa dan pengajian-pengajian di kampus


This is the last poem and my song. 
God gave instructions 
To leave all I've ever done 
For getting closer to her 
Through prayer and study groups on campus 


JENIS-JENIS ULAR DARI SUKU COLUBRIDAE DI INDONESIA (BAGIAN 1)

1. Ular Gadung
Ular gadung adalah sejenis ular berbisa lemah yang tidak berbahaya dari suku Colubridae. Secara umum, di wilayah Indonesia barat ular ini disebut dengan nama ular pucuk. Nama-nama daerahnya di antaranya oray pucuk (Sunda.), ula gadung (Jawa.), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Oriental whip-snake. Disebut ular gadung karena ular ini sepintas menyerupai pucuk tanaman gadung (Dioscorea hispida) yang hijau lampai.

Diskripsi Umum

  Ular berwarna hijau, panjang dan amat ramping. Terkadang ada pula yang berwarna coklat kekuningan atau krem atau keputihan, terutama pada hewan muda. Panjang tubuh keseluruhan mencapai 2 m, meski kebanyakan sekitar 1,5 m atau lebih; lebih dari sepertiganya adalah ekornya yang kurus seperti cambuk.
  Kepala panjang meruncing di moncong, jelas lebih besar daripada leher yang kurus bulat seperti ranting hijau. Mata besar, kuning, dengan celah mata (pupil) mendatar. Panjang moncong sekurangnya dua kali panjang mata. Pipi dengan lekukan serupa saluran horizontal ke arah hidung, memungkinkan mata melihat dengan pandangan stereoskopik dan memperkirakan lokasi mangsa dengan lebih tepat. 
  Sisi atas tubuh (dorsal) hijau terang atau hijau agak muda, merata hingga ke ekor yang biasanya sedikit lebih gelap. Terkadang, bila merasa terusik, ular pucuk atau biasa disebut ular gadung pari (nama lain di jawa tengah)akan melebarkan, memipihkan dan melipat lehernya serupa huruf S, sehingga muncul warna peringatan berupa belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisiknya. Sisi bawah tubuh (ventral) hijau pucat keputihan, dengan garis tipis kuning keputihan di sepanjang tepi bawah tubuh (ventrolateral).

Kebiasaan
  Ular yang sering terlihat atau didapati di pekarangan, kebun, semak belukar dan hutan. Senang berada di tajuk pepohonan dan semak, ular gadung tidak jarang terlihat menjalar di atas tanah, rerumputan, atau bahkan menyeberangi jalan. Terkadang ular ini terlihat menjulurkan kepalanya di antara dedaunan, dan sesekali bergoyang seolah sulur-suluran tertiup angin. 
  Ular gadung aktif di siang hari (diurnal), memburu aneka hewan yang menjadi mangsanya; seperti kodok, cecak dan bunglon, serta aneka jenis kadal. Bahkan juga burung kecil dan mamalia kecil. Seperti banyak jenis ular pohon, ular gadung bersifat ovovivipar. Telurnya menetas di dalam rahim dan keluar sebagai anak sepanjang kurang-lebih 20 cm. Sekali beranak jumlahnya mencapai 9 ekor. 
Di Sumatra, ular ini ditemui mulai dari dekat pantai hingga ketinggian 1300 m dpl.

Anak jenis dan Penyebaran
Ada empat anak jenis (subspesies) dari Ahaetulla prasina, yakni:
  • A.p. prasina (Boie, 1827). Menyebar luas mulai dari India di barat, Bangladesh, ke timur hingga Tiongkok (Hong Kong), ke selatan melewati Myanmar, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Singapore. Di Indonesia, ular ini tersebar di Sumatra (termasuk Simeulue, Nias, Mentawai, Riau, Bangka dan Belitung), Borneo (termasuk Natuna dan Sebuku), Sulawesi (termasuk Buton, Kepulauan Sula dan Sangihe), Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Ternate. 
  • A.p. preocularis (Taylor, 1922), menyebar di Filipina, termasuk di Luzon, Panay dan kepulauan Sulu. 
  • A.p. suluensis (Gaulke, 1994), menyebar di kepulauan Sulu, Filipina. 
  • A.p. medioxima Lazell, 2002.


2. Ular Cincin Emas
  Ular cincin emas atau yang juga dikenal dengan nama ular tali wangsa, adalah sejenis ular berbisa menengah dari suku Colubridae. Ular ini diberi nama ular cincin emas karena punggung ular ini berwarna belang-belang kuning emas dan hitam pekat, dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Black mangrove cat snake atau Gold-ringed catsnake. Sedangkan nama ilmiahnya adalah Boiga dendrophila (Boie, 1827).


Diskripsi Umum

  Bagian atas kepala berwarna hitam dengan sisik-sisik pada bibir atas dan bawahnya terdapat bercak-bercak berwarna kuning. Lehernya kuning polos, ada garis-garis sutur berwarna hitam (tepinya hitam). Badan berwarna dasar hitam gelap (kadang berbintik-bintik kuning) dengan bagian sisinya terdapat sekitar 35-52 belang (cincin) berwarna kuning yang melingkari, tetapi tidak menyatu sampai ke punggung maupun perut. Pada bagian anterior badan, cincin kuning tersebut berlanjut sampai ke bagian tengah dan menyatu dengan pinggir badannya yang berwarna hitam.
  Panjang jarak moncong-anus mencapai 1308 mm. Sisik bibir atas berjumlah 8, sisik ketiga sampai kelima menyentuh mata tetapi jarang yang berjumlah 9 dimana sisik keempat sampai keenam menyentuh mata. Sisik loreal berbentuk persegi atau lebih panjang sedikit dari jarak tingginya. Preocular 1 jarang ada yang 2 sisik. Sisik postocular 2. Sisik temporal 2+2 atau 2+3. Sisik-sisik dorsal badannya halus dan bagian tengahnya terdiri dari 21 baris. Sisik-sisik ventral 212-227. Sisik anal tunggal sedangkan sisik-sisik subcaudal berjumlah 95-105 dan ganda.

Kebiasaan
Ular ini sering ditemukan melingkar di cabang pohon yang menjuntai pada bakau di tepi pantai atau cabang pohon di tepi sungai dalam hutan. Aktifitas hariannya pada malam hari dan termasuk jenis ular yang arboreal. Makanannya adalah mamalia kecil, terutama anak burung dan kadal. Ular ini termasuk jenis dengan gigi taring yang letaknya di belakang rahang atas, Walaupun perilakunya terlihat jinak (penurut) dan seringkali dipelihara orang untuk ular peliharaan namun tergolong jenis dengan bisa sedang.

Penyebaran
Tersebar di Indonesia (Bangka-Belitung, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Kepulauan Riau, Sumatera), India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, serta beberapa pulau di Filipina.

3. Ular Babi
  Ular babi atau yang juga dikenal dengan nama ular tembaga hitam atau ular bergaris kuning adalah sejenis ular dari genus Coelognathus. Tersebar di Asia Tenggara.

Deskripsi tubuh
Coelognathus Helena
   Ular ini berukuran besar panjang totalnya dapat mencapai 1800 mm. Bagian atas kepala berwarna coklat atau kehitaman. Bibirnya berwarna pucat. Ada garis coreng hitam di bawah mata berlanjut sampai ke bibir bawahnya. Selanjutnya ada garis coreng berwarna hitam di belakang mata dan dari sisik temporal ke daerah leher. Punggung berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan garis vertebral berwarna kemerahan (merah bata) yang sisinya hitam. Pada ventrolateral bintik-bintik hitam di kedua sisi yang hanya ada di bagian anterior badan. Perut bagian anterior kekuningan, dan di bagian posterior coklat atau kehitaman. Ular yang muda pada bagian anterior badan mempunyai bentuk lingkaran hitam dengan warna kuning ditengahnya. 
   Panjang jarak antara moncong-anus mencapai 1400 mm. Sisik pada bibir atasnya berjumlah 9, sisik keempat sampai keenam menyentuh mata. Sisik preocular tunggal dan besar. Sisik-sisik postocular 2. Sisik loreal panjang. Sisik-sisik temporal 2+2 atau 2+3. Sisik dorsal pada bagian tengah badannya berjumlah 19 baris, berlunas kuat kecuali satu atau dua baris dekat bagian ventral. Sisik-sisik ventral berjumlah 193-234 dan bagian pinggirnya berlunas lemah. Seluruh sisik pada supracaudal sangat berlunas. Sisik anal tunggal. Sisik-sisik subcaudal berjumlah 89-115 dan ganda, semua sisiknya berlunas lemah pada bagian pinggirnya.

Kebiasaan
   Ular ini umum ditemukan pada habitat dataran rendah dengan ketinggian mencapai 1000 m di atas permukaan laut, terutama sekali daerah-daerah yang habitatnya terganggu. Aktifitas hariannya di pagi dan siang hari, kadangkala terlihat di atas pohon. Makanannya utamanya adalah mamalia kecil seperti tikus. Perkembang-biakannya dengan cara bertelur, betina akan mengeluarkan kira-kira sebanyak 12 telur.
Penyebaran
Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan),Kamboja,  Kepulauan Andaman, Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam

4. Ular Sapi

Ular sapi atau yang juga dikenal dengan sebutan ular tikus kepala tembaga, adalah ular tidak berbisa dari suku Colubridae.

Diskripsi Umum
   Ukuran tubuhnya relatif besar, dengan ekor yang pendek. Panjang total tubuhnya dapat mencapai 1600 mm. Sisik-sisik badan dan ekor halus, kecuali posterior badan dimana di bagian tengah dorsal dan bagian tengah supracaudal berlunas lemah. Bagian atas kepala berwarna tembaga atau coklat keemasan. Ada tiga garis hitam yang berpangkal dari mata; pertama yang menuju bibir bawah, kedua menuju bagian tengkuk, berbentuk belah ketupat dan terakhir yang ketiga melewati sisik temporal dan bersatu dengan garis hitam yang ada di atas kepala. Punggung dan badannya berwarna coklat kelabu atau coklat kekuning-kuningan dengan 4 garis hitam sepanjang anterior badannya. Ada sepasang paravertebral yang dekat dengan garis vertebral yang pucat dan sebuah garis ventrolateral tipis terdapat di setiap sisinya. Pada bagian sekitar anus (venter) berwarna kuning bersih atau berbintik-bintik hijau kekuningan. 
   Panjang jarak antara moncong-anus mencapai 1280 mm. Pada sisik bibir atasnya berjumlah 8 atau 9, sisik ketiga sampai kelima; sisik keempat sampai kelima atau keempat sampai keenam menyentuh mata. Sisik preocular tunggal dan besar. Sisik postocular 2. Sisik loreal lebih panjang daripada dalamnya. Sisik temporal biasanya 2+2. Sisik-sisik pada bagian tengah badannya berjumlah 19 baris. Sisik-sisik ventral 222-250 dan berlunas pada bagian pinggirnya. Sisik anal tunggal. Sisik-sisik subcaudal berjumlah 82-100 dan ganda.

Kebiasaan
Ular ini agak umum ditemukan di hampir seluruh macam habitat, tetapi yang paling sering dilihat pada daerah terbuka dataran rendah dan perbukitan hingga ketiggian 1400 m di atas permukaan laut. Aktifitas hariannya baik pada pagi, siang maupun malam hari. Biasa hdup baik di permukaan tanah maupun di atas pohon-pohon. Perkembang-biakannya dengan cara bertelur, betina akan mengeluarkan sekitar 24 telur. Makanannya kebanyakan terdiri dari binatang mammal kecil seperti binatang pengerat (tikus). Dalam kondisi yang terancam ular ini akan memperlihatkan perilaku yang menarik. Sebagian badannya mengangkat, lalu bagian anterior lehernya dipipihkan dan dilengkungkan serupa huruf S sambil sekali-kali menyerang. Walaupun ular ini tidak mempunyai racun bisa tetapi gigitannya dapat menyebabkan luka. Penyebaran di Indonesia (Sumatra, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan),

5. Ular Terbang
   Chrysopelea, atau lebih dikenal sebagai ular terbang, adalah genus yang masuk ke dalam famili Colubridae. Ular terbang termasuk golongan ular yang berbisa menengah, meskipun mereka dianggap tidak berbahaya karena racunnya tidak berbahaya bagi manusia. Ular ini tersebar luas di Asia Tenggara, kepulauan Melanesia, dan sebagian India. Chrysopelea dikenal sebagai ular terbang, namun hal ini kurang tepat, karena ular-ular tersebut sebenarnya tidak terbang, melainkan meluncur atau melompat di udara.

Teknik Meluncur
Ular-ular tersebut biasanya meluncur dari pohon ke pohon untuk mencari mangsa atau menghindari bahaya. Mereka melayang di udara dengan cara membentuk tubuh seperti huruf "S" lalu meloncat kemudian memipihkan badan dan meregangkan tulang iga sehingga terlihat seperti sedang terbang. Ular ini mengarahkan gerakannya dengan ekornya. Begitu akan sampai di pohon tujuan, ular ini mengembalikan posisi tulang iganya. Setelah mendarat di ranting, badan ular ini kembali ke bentuk silindris seperti biasa. 
Kebiasaan dan Makanan
Ular terbang adalah hewan diurnal, mereka berburu pada siang hari. Hewan buruan mereka adalah kadal, kodok, burung dan kelelawar. Ular ini juga sering berada dekat dengan manusia, dan akan menggigit jika terganggu. Meskipun begitu, racun ular ini hanya berbahaya bagi mangsanya dan tidak berbahaya bagi manusia.

6. Ular Tambang
 Ular tambang (Dendrelaphis pictus) adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Secara umum, ular ini juga disebut dengan nama ular tali, ular tampar atau ular tlampar (tampar atau tlampar Jawa, tali). Di daerah Toraja ular ini dinamai duwata atau ule lewora. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Gmelin’s Bronzeback atau Painted Bronzeback, merujuk pada warna-warnanya yang cemerlang (pictus, painted, = seperti lukisan).
  Ular tambang menyebar luas mulai dari India sampai ke Asia Tenggara, termasuk Kepulauan Nusantara ke timur hingga sejauh Maluku. Ular yang kurus ramping, panjang hingga sekitar 1,5 m; meskipun pada umumnya kurang dari itu. Ekornya panjang, mencapai sepertiga dari panjang tubuh keseluruhan
   Coklat zaitun seperti logam perunggu di bagian punggung. Pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah terdapat pita tipis kuning terang keputihan, dipisahkan dari sisik ventral (perut) yang sewarna oleh sebuah garis hitam tipis memanjang hingga ke ekor. Kepala kecoklatan perunggu di sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu; diantarai oleh coret hitam mulai dari pipi yang melintasi mata dan melebar di pelipis belakang, kemudian terpecah menjadi noktah-noktah besar dan mengabur di leher bagian belakang. Terdapat warna-warna peringatan berupa bintik-bintik hijau terang kebiruan di bagian leher hingga tubuh bagian muka, yang biasanya tersembunyi di bawah sisik-sisik hitam atau perunggu dan baru tampak jelas apabila si ular merasa terancam. Sisik-sisik ventral putih kekuningan atau kehijauan.
    Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret di bagian tengah tubuh; sisik-sisik vertebral membesar, namun tak lebih besar dari deret sisik dorsal yang pertama (terbawah). Perisai labial 9 buah (jarang 8 atau 10), yang no 5 dan 6 (kadang-kadang juga yang no 4) menyentuh mata. Sisik-sisik ventral 167–200 buah, sisik anal sepasang, sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 127–164 buah.
    Mata besar, diameternya sama panjang dengan jaraknya ke lubang hidung. Anak mata bulat hitam; perisai preokular sebuah dan postokular dua buah. Perisai rostral lebar, terlihat dari sebelah atas; perisai internasal sama panjang atau sedikit lebih pendek dari perisai prefrontal; perisai frontal sama panjang dengan jaraknya ke ujung moncong, namun lebih pendek dari perisai parietal; perisai loreal panjang. Perisai temporal bersusun 2 + 2, 1 + 1 atau 1 + 2.

Kebiasaan
   Ular yang hidup di pohon, namun sering pula turun ke tanah untuk memangsa katak atau kadal yang menjadi menu utamanya. Tidak jarang terlihat bergelung di semak-semak atau menjalar di antara rumput-rumput yang tinggi. Ular tambang menghuni hutan-hutan di dataran rendah dan pegunungan hingga ketinggian lebih dari 1350 m. Teristimewa ular ini menyukai daerah-daerah terbuka, tepian hutan, kebun, wanatani campuran, belukar dan tepi sawah. Sering pula ditemukan merambat di pagar tanaman di pekarangan, dan dengan gesit dan tangkas bergerak di sela-sela daun dan ranting untuk menghindari manusia.

7. Ular Air Pelangi
Ular-air pelangi adalah sejenis ular dari suku Homalopsidae. Ular ini dinamakan demikian karena warna-warni di tubuhnya menyerupai jalur-jalur warna pada pelangi, meski biasanya tidak begitu cerah. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama rainbow water-snake. Umum mengenalnya sebagai ular air, uler aer (Betawi), ulo banyu (Jawa), dan lain-lain. Sementara nama ilmiahnya adalah Enhydris enhydris (Schneider, 1799).

Diskripsi Umum
Ular yang umumnya bertubuh relatif kecil sampai sedang, panjang maksimum lebih sedikit dari 80 cm, meski kebanyakan antara 50–60 cm. Berkepala kecil, meski sering berperut gendut, dan berekor pendek.Punggung (dorsal) umumnya berwarna coklat muda zaitun hingga abu-abu kehitaman, dengan sepasang garis yang kabur batasnya, berwarna lebih terang kecoklatan, agak jauh di sebelah menyebelah garis tulang punggungnya. Sisi samping badan (lateral) sebelah bawah berwarna terang kekuningan atau keputihan, dibatasi dengan garis zigzag kehitaman di sepanjang batas dengan sisik-sisik ventral (perut). Terkadang terlihat garis warna merah jambu agak samar di bagian terang ini, serupa dengan pola renda memanjang. Sisi bawah tubuh (ventral) kekuningan atau keputihan, kadang-kadang dengan bintik-bintik atau garis samar sepanjang garis tengahnya.
   Sisik-sisik dorsal tersusun dalam 21 deret. Sisik ventral 150-177 buah, sisik anal (yang menutupi anus) sepasang/berbelah, sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 47-78 pasang.

Kebiasaan dan penyebaran
   Bersama dengan kerabatnya, yakni ular-air kelabu H. plumbea, ular-air pelangi kerap ditemui di saluran-saluran air, kolam-kolam ikan, lingkungan sawah, rawa dan sungai-sungai kecil yang berarus tenang. Ular-ular ini amat gemar memangsa ikan kecil-kecil, dan seringkali menjadi hama di kolam-kolam pemeliharaan ikan. Mangsa lainnya adalah kodok, termasuk berudunya, dan diperkirakan juga kadal. 
   E. enhydris –seperti umumnya Homalopsidae– berbiak dengan 'melahirkan' anaknya (ovovivipar). Yakni, telur berkembang sempurna dan menetas dalam perut induknya, untuk kemudian keluar sebagai ular kecil-kecil. Ular ini melahirkan hingga 18 anak pada satu musimnya.
Di waktu pagi dan siang, ular-air pelangi kerap terlihat mengeluarkan kepala dan sebagian badannya dari air, dan berdiam diri menyerupai ranting kayu yang muncul dari dalam air. Adakalanya beberapa ekor ular muncul bersama dalam jarak yang tidak berapa jauh.
 
Ular-air pelangi mudah ditangkap dengan jerat. Di desa-desa di Jawa, anak-anak setempat biasa menangkapnya dengan berbekal jerat dari lidi daun kelapa yang masih segar. Ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit, sehingga kerap menjadi mainan anak-anak. Meski termasuk katagori ular berbisa lemah (mildly venomous), hampir tak pernah ada laporan mengenai kasus gigitannya. Kebanyakan ular-ular marga Enhydris—sejauh ini telah dideskripsi 23 spesies dari marga ini, termasuk jenis ular baru, namun sudah dimasukkan ke dalam genus Homalophis yakni H. gyii (ular-lumpur Kapuas) yang mampu berubah warna—menyebar lokal atau terbatas. Hanya E. enhydris dan dari genus Hypsiscopus yakni H. plumbea yang luas agihannya.
   E. enhydris diketahui tersebar luas mulai dari Pakistan dan Nepal di barat, India, Bangladesh, Burma, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Borneo hingga Sulawesi di timur.

8. Ular Air Bakau
Ular air bakau atau ular bakau perut putih adalah sejenis ular air pantai dari suku Homalopsidae. Ular ini dinamai demikian karena ular ini hanya bisa ditemukan di hutan bakau pantai dan muara sungai berlumpur di pantai. Nama umumnya dalam bahasa inggris adalah White bellied mangrove snake, Mangrove water snake, atau Crab-eating water snake. Nama spesifiknya, leucobalia yang berarti "bercak-bercak putih" karena warna tubuhnya yang memiliki bercak-bercak berwarna putih pucat.

Deskripsi Umum
Panjang ular ini antara 60 cm sampai 1,1 meter. Sisik dorsal (punggung) antara 23 hingga 29, sisi ventral 130 hingga 160, subklaudal 25 hingga 45, terdapat pula sisik pariental. Kepalanya tumpul, lebarnya sama dengan badan. Mata dan lubang hidungnya terletak agak keatas kepala. Ular ini adalah satu-satunya ular air di Australia yang memiliki sedikit sisik loreal. Tubuhnya berwarna cokelat kelabu menyerupai lumpur di pantai dengan bercak-bercak keputihan, perut berwarna putih pasir.

Kebiasaan dan reproduksi
Ular ini adalah salah satu jenis ular air yang toleran terhadap air laut. Berbisa menengah, bisanya digunakan untuk membunuh mangsanya. Makanan utama ular ini adalah ikan, katak, dan kepiting kecil. Jika terkejut, ular ini masuk dan bersembunyi di dalam liang/lubang kepiting. Berkembang biak dengan beranak (Ovovivipar).

Daerah Penyebaran
Ular ini tersebar luas di Myanmar selatan, Kamboja, Malaysia, Singapura, Indonesia (Sumatera, Bangka-Belitung, Jawa, Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara, Kepulauan Aru), dan di sepanjang pantai utara Australia. Ular ini dapat ditemukan di lumpur di hutan bakau, muara sungai berlumpur, payau, dan tambak, dimanapun ia dapat menemukan kepiting sebagai makanannya.

Catatan taksonomi dan populasi
Ular ini adalah satu-satunya jenis dari genus Fordonia. Sejauh ini, belum diketahui adanya jenis baru ataupun anak jenis. Di alam, ular ini mulai terancam punah karena pengrusakan hutan bakau serta pengeringan rawa-rawa pantai yang menjadi tempat hidupnya untuk digunakan sebagai wilayah perumahan dan taman wisata.

9. Ular Bajing
  Ular bajing (Gonyosoma oxycephalum) atau ular bamban adalah sejenis ular berwarna hijau yang besar dan gesit tangkas, pemanjat pohon dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini biasa memangsa bajing dan tupai, selain hewan-hewan lainnya. Ular ini sering pula disebut sebagai ular hijau, ular bangka laut dan ular gadung, nama-nama yang juga digunakan untuk menyebut jenis ular lainnya yang berwarna hijau.
   Dalam bahasa Inggris ular ini dinamai Red-tailed Green Ratsnake atau Red-tailed Racer, karena warna ekornya yang kadang-kadang kemerahan. Namun ular ini berbeda dengan ular bangkai laut yang warna ekornya juga (dan selalu) kemerahan. Nama lainnya adalah Grey-tailed Racer. Nama ilmiahnya menunjukkan tubuhnya yang berbentuk menyudut (gonio, sudut; soma, tubuh) dan kepalanya yang agak gepeng meruncing (oxy, tajam; cephalum, kepala).
  Ular yang bertubuh sedang sampai besar, panjang dan ramping. Panjang kepala dan tubuh hingga 1.820 mm, dan ekornya 480 mm Meskipun pada umumnya panjang totalnya hanya sekitar 160–180 cm. Kepala agak gepeng dan meruncing, pangkalnya lebih lebar dari lehernya.
Dominan warna hijau atau hijau terang di sepanjang punggungnya, dan kuning di sepanjang perutnya. Kepala hijau kekuningan, hijau zaitun atau kecoklatan di sebelah atas, dengan garis hitam melintasi mata, serta bibir yang berwarna kekuningan. Ekor kemerahan atau coklat muda keabu-abuan; kadang-kadang dengan cincin kuning atau merah terang di dekat anusnya. Sisik-sisik bertepi kuning atau gelap kehitaman.
Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 23, 25, atau 27 deret di tengah badan; halus atau berlunas lemah. Sisik-sisik ventral (perut) 236–262 buah (di Borneo, 229–255 buah); menyudut di sebelah luar serta berlunas dan bertakik dangkal, sangat berguna untuk memanjat pohon. Sisik anal terbelah, sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 130–149 (126–149) buah. Perisai labial atas (sisik-sisik besar di bibir atas) 7–10 buah, yang ke-5 dan -6, atau ke-6 dan -7, menyentuh mata.

Kebiasaan
Sebagaimana namanya, ular ini diketahui biasa memburu bajing dan tupai di pepohonan. Ia juga memangsa tikus, kelelawar dan burung. Ular bajing bergerak dengan lincah dan tangkas di dahan-dahan dan ranting (arboreal), dan sesekali turun ke tanah. Bila marah karena merasa terganggu, leher ular ini akan memipih tegak dan lidahnya yang bergaris biru terang digerakkan keluar masuk dengan cepat. Gigitannya menyakitkan, meskipun tidak membahayakan manusia karena ular ini hanya berbisa lemah

Ular bajing ditemukan mulai dari dataran rendah hingga wilayah pegunungan; di Sumatra didapati hingga daerah Berastagi pada ketinggian sekitar 1.300 m dpl. Hewan melata ini diketahui menghuni wilayah berawa-rawa, hutan bakau, hutan dataran rendah, hutan pegunungan, belukar, daerah pertanian dan perkebunan, hingga ke lingkungan pekarangan rumah di pedesaan. Ular yang aktif di siang hari (diurnal) ini tidak jarang dijumpai di tutupan vegetasi di sekitar sungai dan kolam.
Ular bajing bertelur antara 5–12 butir setiap kalinya.

Penyebaran
Distribusi ular bajing antara lain : India (Kepulauan Andaman), Burma, Thailand (termasuk Phuket),
Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia (Semenanjung Malaya, Sabah, Serawak, Pulau Penang, Pulau Tioman ), Singapura, Indonesia (Bangka, Belitung, Jawa, Kalimantan, Karimata, Kep. Mentawai, Kep. Natuna, Kep. Riau, Kep. Tambelan, Legundi, Lombok, Nias, Panaitan, Sebuku, Sumatra),
Filipina (Balabac, Bohol, Lubang, Luzon, Negros, Palawan, Panay, Kep. Sulu), Lokasi tipe: Indonesia: Jawa.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia

Sabtu, 14 Juli 2012

JENIS-JENIS ULAR DARI SUKU COLUBRIDAE DI INDONESIA (BAGIAN 2)

1. Ular Air Belang
Ular air belang (Homalopsis buccata) adalah sejenis ular air dari suku Homalopsidae. Ular ini juga disebut ula banyu welang, ular kadut belang, ular sungai, dan sebagainya. Dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Common puff-faced water snake, banded water snake, atau banded puff-faced water snake.
Diskripsi Umum
Panjang tubuhnya mencapai 1,1 m. Bibir bagian atas terdiri dari 10-14 sisik. Sisik loreal bentuknya memanjang, biasanya hanya 1 tetapi kadangkala terbagi menjadi 2 atau 3 dan berhubungan dengan 3 atau 4 sisik pertama bibir atas; sisik internasal 1 atau 2 buah. Sisik frontal terdiri dari sisik kecil-kecil (terfragmen) terutama pada bagian ­posterior. Sisik nasal terbagi oleh alur dari nostril sampai sisik pertama bibir atas. Sisik preokular 1 atau 2. Sisik postokular 2. Sisik temporal kecil-kecil, bagian anterior 1-2 sisik sedangkan bagian posterior 2-4 sisik. Sisik dorsal bagian tengah terdiri dari 35-47 baris (biasanya 35-39 baris) dan berlunas. Sisik-sisik ventral berjumlah antara 155-176. Sisik anal ganda. Sisik-sisik subcaudal berjumlah antara 68-106 dan terdiri dari 2 baris sisi.
Pada ular dewasa, di bagian kepalanya terdapat tanda lurik simetris berwarna coklat tua agak terang yang menutupi kepala dan di tengahnya seperti gambar sayap kupu-kupu berwarna hitam. Di bagian atas moncongnya terdapat tanda segi tiga berwarna hitam yang jelas terlihat. Sedangkan pada bagian muka terdapat garis belang membujur melalui mata, seolah-olah topeng hitam penutup mata. Belang tersebut berujung pada sudut rahang dan menyatu dengan warna coklat kegelapan di bagian tengkuknya. Ciri-ciri di atas umum dimiliki oleh semua jenis dari genus Homalopsis. Bedanya, pada jenis Homalopsis buccata, punggungnya berwarna dasar coklat keabu-abuan atau coklat merah bata dengan kurang lebih 19-29 belang berwarna coklat tua agak terang (serupa dengan warna penutup kepala) yang tepinya hitam. Bagian sisi badan dan perut keputih-putihan atau putih kekuning-kuningan dengan bercak-bercak coklat kehitam-hitaman, terutama banyak terdapat pada bagian tengah sampai ekor.
Pada ular yang masih muda, warna tubuhnya lebih terang (menyala). Warna dasar kepalanya kemerah-merahan dan terdapat tanda seperti pada ular dewasa. Bagian punggungnya berwarna merah kecoklat-coklatan yang terang, dengan beberapa belang-belang coklat kekuning-kuningan. Bagian perutnya putih kekuning-kuningan.

Kebiasaan
Ular ini seringnya ditemukan di daerah perairan tawar dataran rendah maupun air payau, ular ini paling sering ditemui di pinggir-pinggir sungai yang mengalir pelan. Makanannya berupa ikan dan katak. Ular yang jantan lebih besar dan panjang daripada yang betina. Berkembangbiak dengan cara ovovivipar, melahirkan sekitar 33 anak..

Penyebaran
India timur laut (Benggala), Nepal tenggara, Bangladesh; Malaysia (Malaya); Singapura; Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand; Indonesia (Sumatra, Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi);

2. Ular Cecak
  Ular cecak atau sering pula disebut sebagai ular rumah adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini kerap dijumpai di dalam rumah, di sekitar dapur atau almari, untuk memburu cecak yang menjadi kegemarannya. Nama ilmiahnya adalah Lycodon capucinus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai common wolf-snake, merujuk pada gigi yang memanjang menyerupai taring serigala di bagian muka rahangnya (bahasa Gerika: lycos, serigala; don, gigi).

Diskripsi Umum
Ular bertubuh kecil sampai sedang yang ramping dan gesit, panjang total maksimal mendekati 60 cm. David dan Vogel (1997) menyebutkan panjang maksimal sekitar 550 mm, dengan kisaran ukuran hewan dewasa umumnya antara 450–500 mm.
Punggung (dorsal) berwarna coklat atau coklat agak keunguan, dengan sebagian sisik bertepi putih membentuk pola belang (atau jala) samar-samar seperti bekas cat yang terhapus. Kepala berwarna coklat kurma, dengan warna putih atau keputih-putihan di bibir atas dan di tengkuk, kadang-kadang dengan sedikit warna kuning belerang. Perut (ventral) berwarna putih atau kekuningan.
Sisik-sisik dorsal dalam 17 deret di tengah badan dan 15 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 178–224 buah, sisik anal sepasang atau berbelah, sisik subkaudal (di bawah ekor) 57–80 pasang. Sisik-sisik supralabial (bibir atas) berjumlah 9 buah, no. 3–5 atau no. 4–5 menyentuh mata. Di atas bibir, di antara sisik postnasal (hidung) dan orbit (mata) terdapat dua buah sisik, yakni sisik loreal (pipi) dan preokular. Sisik loreal panjang dan bersentuhan dengan sisik internasal, preokular bersentuhan dengan perisai frontal.

Ekologi dan penyebaran
Ular cecak sering dijumpai memasuki rumah, dapur atau bangunan lainnya, tidak jarang pula didapati di lingkungan perkotaan. Ular yang aktif di malam hari (nokturnal) ini lebih banyak menjalar di atas tanah (terestrial), meski pandai pula memanjat pepohonan (arboreal), tebing dan dinding berbatu, hingga ke atap rumah. Pada siang hari, ular cecak lebih memilih tidur bergelung di tempat persembunyiannya di bawah tumpukan kayu, batu, rekahan tebing, atau di sudut-sudut rumah yang kelindungan. Seperti dicerminkan oleh namanya, mangsa kesukaannya adalah aneka jenis cecak; akan tetapi ia pun tidak menolak mangsa berupa kadal atau tikus kecil. Ular cecak menjadi dewasa ketika berumur sekitar dua tahun. Betinanya bertelur hingga sekitar 11 butir.
Ular cecak menyebar luas mulai dari Burma di barat, Cina tenggara, hingga Hong Kong di sebelah timurnya. Ke selatan: Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Semenanjung Malaya hingga Singapura. Juga Kepulauan Andaman, Maladewa, Indonesia, Filipina, hingga ke Kepulauan Cook di Samudera Pasifik (Australia).
Di Indonesia ular ini tercatat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumbawa, Sumba, Komodo, Flores, Lomblen, Alor, Sawu, Roti, Timor, Wetar, Babar, Kalao, Selayar, Buton, dan Sulawesi.

3. Ular Birang
Birang (Oligodon octolineatus) adalah sejenis ular yang bertubuh kecil, anggota suku Colubridae. Ular ini juga dikenal sebagai ular pitar atau dalam bahasa Inggris, Striped Kukri Snake.
Birang adalah sejenis ular yang cantik. Warnanya kecoklatan dengan 3-4 pasang garis atau pita hitam memanjang, yang paling atas paling tebal (octolineatus berarti: dengan delapan garis). Pita jingga atau merah terang metalik berjalan tepat di atas tulang punggungnya (vertebrae) hingga ke ekor, yang merupakan ciri khas ular ini. Demikian pula pola coreng simetris kehitaman di atas kepalanya, yang menjadi pertanda kebanyakan marga Oligodon.
Diskripsi Umum
Sisi bawah tubuh putih di sebelah depan (anterior) dan kemerahan sampai merah jambu di bawah ekor. Panjang tubuh hingga sekitar 70 cm. Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral (perut) berjumlah 155-197, sisik anal tunggal, dan sisik subkaudal antara 43-61 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 6 pasang, yang ke-3 dan ke-4 menyentuh mata.Dinamai juga ular kukri dalam bahasa Inggris, berdasarkan bentuk taringnya yang terletak di mulut bagian belakang. Kukri adalah pisau khas yang biasa digunakan tentara Gurkha.

Kebiasaan dan penyebaran
Kerap kali ditemui di dataran rendah, birang diketahui hidup hingga ketinggian 1.000 m dpl. Habitatnya meliputi hutan, kebun atau taman, kebanyakan ular kecil ini aktif di malam hari (nokturnal). Di wilayah sebarannya, ular ini sering terlihat menyeberangi jalan aspal yang hangat di malam hari.Ular ini memangsa kecebong, kodok, kadal, dan juga ular lain; serta telur-telur burung, kadal dan kodok. Birang bertelur hingga 4-5 butir sekali.
   Birang termasuk jinak, tidak suka menggigit jika ditangkap atau dipegang dengan hati-hati. Bila merasa terganggu, ia mengeluarkan semacam bau tidak enak dari pangkal ekornya. Terkadang untuk menghindari gangguan, ular ini menyembunyikan kepalanya di bawah badannya yang bergelung dan memperlihatkan sisi bawah ekornya yang kemerahan.Birang menyebar di Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Jawa, Sulawesi, Kalimantan (termasuk Sarawak, Sabah, Brunei), dan juga Sulu.

4. Ular Siput
Ular siput (Pareas carinatus) adalah sejenis ular kecil anggota suku Colubridae. Dinamai demikian baik karena mangsa utamanya adalah aneka siput kecil, maupun karena gerakannya yang lamban seperti mangsanya itu. Dalam bahasa Inggris ular ini dikenal sebagai keeled slug-snake atau keeled slug-eating snake, merujuk pada sisik-sisik vertebralnya yang berlunas rendah (keeled).

Diskripsi Umum
Ular kecil yang bertubuh ramping, cenderung kurus. Panjang tubuh total hingga sekitar 60 cm. Coklat kusam, coklat muda atau coklat agak kekuningan di sisi sebelah atas, dengan belang-belang hitam yang tipis dan samar-samar di sepanjang tubuhnya, kecuali pola X memanjang berwarna hitam tegas di atas tengkuk. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning atau kekuningan, dengan bintik-bintik halus gelap atau kemerahan. Kepala menjendol besar dengan moncong tumpul agak janggal. Mata relatif besar, dengan iris berwarna kuning kecoklatan. Ekor kurus meruncing.
Ular ini tidak memiliki celah lurus di antara perisai-perisai dagunya (mental groove). Di antara perisai nasal (hidung) dan mata terdapat dua buah perisai, yakni loreal dan preokular. Perisai labial (bibir) atas 7–9 buah, dipisahkan dari mata oleh 2–4 sisik kecil-kecil. Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (yang paling atas, di atas tulang punggung) sedikit membesar dan berlunas rendah. Perisai-perisai ventral (perut) berjumlah 170–184 buah; perisai anal (dubur) tunggal; perisai subkaudal (bawah ekor) 60-88 buah, tak berpasangan.

Kebiasaan, anak jenis dan penyebaran
Aktif di malam hari (nokturnal), ular siput biasa ditemui di hutan-hutan dataran rendah dan hutan pegunungan yang basah, lingkungan perkebunan hingga ke dekat permukiman. Sering memanjat vegetasi penutup tanah di tempat-tempat lembap, ular ini memburu dan memangsa aneka siput dan siput tak bercangkang. Tak jarang pula ular ini ditemukan menjalar perlahan di lantai hutan dan di dekat batang air. Catatan dari Berastagi menunjukkan bahwa ular ini didapati hingga ketinggian 1.300 m dpl. Ular siput bertelur hingga 8 butir.
   Ular ini tidak berbisa, bahkan tak dapat menggigit manusia. Akan tetapi perilakunya ketika merasa terancam mirip dengan ular berbisa; leher dan tubuh bagian depan ditarik melengkung membentuk huruf S, kemudian secepat kilat ular ini mematuk ke depan. Namun sesungguhnya mulutnya terlampau sempit untuk membuka dan menggigit ujung jari sekalipun. Dengan demikian sebetulnya gerakan itu hanya berfungsi untuk menakut-nakuti si pengganggu belaka, tanpa dapat melukai sedikitpun. Celakanya, karena perilakunya itu ular siput kerap dibunuh orang. Karena lambannya, ular ini juga tidak jarang tergilas kendaraan ketika menyeberang jalan atau bahkan tidur bergelung di jalan yang hangat di waktu malam.

Pareas carinatus memiliki dua anak jenis:
  • P.c. carinatus menyebar luas di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Cina selatan (Yunnan), Semenanjung Malaya, serta Indonesia (Borneo, Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok).
  • P.c. unicolor (Bourret, 1934) terbatas di Kamboja.
Jenis yang serupa
Ular siput belang (Pareas nuchalis) memiliki ciri-ciri, bentuk tubuh dan perilaku yang amat serupa dengan Pareas carinatus. Keduanya sulit untuk dibedakan, kecuali dengan menghitung jumlah sisik-sisiknya. P. nuchalis memiliki 8-9 perisai labial atas, 207–218 perisai ventral, dan 105–108 perisai subkaudal. Ular ini ditemukan terbatas (endemik) di Borneo, di hutan-hutan dataran rendah tidak lebih dari ketinggian 500 m dpl.

5. Ular Jali
  Ular jali atau ular koros adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus, karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus. Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korros (Schlegel, 1837).
  Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi (Coelognathus flavolineatus), ular sapi (Coelognathus radiatus) dan ular bajing (Gonyosoma oxycephalum). Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke atap rumah.
  Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh, Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.

Deskripsi tubuh
  Ular jali bertubuh cukup besar, hingga 2 meter panjangnya. Sisi atas tubuh (dorsal) berwarna coklat muda kekuningan hingga abu-abu kehitaman. Bagian sebelah depan (anterior) biasanya berwarna lebih terang dari ekornya yang kehitaman. Sisik-sisik di atas ekor bertepi hitam, sehingga terkesan bergaris-garis seperti memakai stocking hitam.
  Sisi bawah tubuh (ventral) berwarna kekuningan sampai kuning terang. Matanya berukuran besar. Kerabatnya yang mirip adalah Ptyas mucosus; dibedakan dengan adanya loreng-loreng hitam di bibirnya dan di tubuh bagian belakang. P. mucosus umumnya juga bertubuh lebih besar, hingga lebih dari 3 m panjangnya.

Kebiasaan hidup dan konservasi
   Ular jali kerap ditemui di sawah-sawah, kebun dan pekarangan, dan terutama dekat tepi sungai. Mangsa utamanya adalah hewan pengerat, terutama tikus. Namun iapun tidak menolak mangsa yang lain semisal kadal dan kodok. Ular jali aktif di pagi hingga sore hari, berkeliaran mencari mangsa di atas tanah. Ia juga pandai memanjat pohon dan semak, walaupun jarang memanjat hingga tinggi.
  Karena berbisa lemah, ular ini sebetulnya tidak suka menggigit dan mudah dijinakkan sehingga cocok dijadikan hewan timangan (pet animal). Para petani yang mengenalinya biasanya melarang anak-anaknya mengganggu ular ini, dan membiarkannya berkeliaran di sekitar rumah. Ular jali termasuk pemburu tikus yang efektif.
  Kini ular jali termasuk salah satu jenis ular yang banyak diburu untuk diambil kulitnya yang berharga. Ribuan ekor ular ini setiap bulannya ditangkapi dan diekspor kulitnya. Kadang-kadang bahkan ular ini dikirim hidup-hidup. Menghilangnya ular jali dan beberapa jenis ular pemakan tikus lainnya dari persawahan dan pekarangan, dipercaya meningkatkan populasi tikus yang menjadi hama sawah. Karena itu, semenjak beberapa tahun silam, di Yogyakarta berlangsung gerakan melepaskan ular ke sawah. Aksi yang dilakukan petani ini (terutama di Kabupaten Sleman) diharapkan dapat mengendalikan populasi tikus di desanya.

6. Ular Tikus India
Bandotan Macan (Ptyas mucosa) atau Ular tikus India, atau Dhaman (nama hindi), adalah jenis umum Ular dari keluarga Colubridae yang ditemukan di wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Hewan ini berukuran besar, bisa tumbuh sampai 2 m (6,6 ft) dan kadang-kadang bahkan sampai 3 m (9,8 ft). Warna tubuh mereka beragam dari coklat pucat di daerah kering sampai hampir hitam di daerah hutan lembab. Hewan ini aktif di siang hari (diurnal), kadang hidup di pohon (semi-arboreal), tidak berbisa, waspada, cepat bereaksi, dan bergerak dengan cepat. Mangsa hewan ini beragam, namun hewan ini seing ditemukan di wilayah perkotaan dimana binatang pengerat seperti tikus banyak berkembang.

Sebaran Geografis
Hewan ini dapat ditemukan di Afghanistan, Bangladesh, China (Hainan, Hubei, Fujian, Guangdong, Guangxi, Hong Kong, Jiangxi, Tibet, Yunnan, Zhejiang), India, Indonesia (Sumatra, Jawa), Iran, Kamboja, Laos, Malaysia barat, Myanmar, Nepal, Pakistan (wilayah Sindh), Sri Lanka, Taiwan, Thailand, Turkmenistan, dan Vietnam.

Pemangsa
Hewan dewasa ini jarang memiliki pemangsa alami selain Ular anang atau Raja kobra yang tersebar di wilayah yang sama. Hewan yang masih muda biasanya dimangsa oleh Burung pemangsa, reptil yang berukuran lebih besar dan mamalia berukuran sedang. Pemburuan manusia terhadap Ular keluarga Colubridae di China dan Indonesia demi mendapatkan kulit dan dagingnya telah menimbulkan banyak kematian hewan ini. Peraturan dagang dan panen terhadap hewan yang ada sering diabaikan.

Perilaku
   Hewan dewasa menunjukkan prilaku yang tidak biasa untuk Ular dari keluarga Colubridae. Hewan ini menaklukukan mangsanya dengan mendudukinya, bukan dengan membelitnya. Hewan ini bergantung pada berat badannya untuk melemahkan mangsanya. Hewan jantan mendirikan batas wilayah kekuasaannya melalui sebuah ritual tes kekuatan dimana kedua jantan saling memilin tubuh masing-masing. Pengamat awam kadang salah mengartikan ini sebagai sebuah 'tarian kawin' antara pasangan
   Hewan dewasa bisa mengeluarkan suara menggeram dan membusungkan leher ketika terancam. Ini barangkali menunjukkan Mimikri dari Ular anang yang tersebar di wilayah yang sama. Kemiripan ini malah sering menjadi senjata makan tuan di daerah pemukiman manusia, dimana hewan tidak berbahaya yang sangat berjasa karena memangsa hama tikus ini dibunuh karena dikira ular anang atau Ular sendok yang berbahaya.

7. Ular Picung
  Ular picung adalah sejenis ular berbisa dari suku Colubridae yang banyak ditemukan di negara-negara Asia tenggara. Nama ilmiahnya adalah Rhabdophis subminiatus (Schlegel. Dalam bahasa Sunda disebut oray picung, merujuk pada warna merah di tengkuknya yang menyerupai warna buah picung (Pangium edule). Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai Pudak bromo juga Wedudak srengĂ©ngĂ© (ular beludak matahari) karena warna tengkuknya menyerupai cahaya matahari di pagi hari. Sedangkan dalam bahasa Inggris dinamai Red-necked Keelback. 1837).
  Ular ini umumnya dijumpai di kawasan dekat perairan, danau, rawa, kebun, atau sawah. Panjangnya dapat mencapai 1,3 meter meskipun kebanyakannya tidak mencapai satu meter. Ia aktif di siang hari dan memangsa katak dan ikan. Ia memiliki warna yang menarik dan bersifat tidak terlalu agresif sehingga meskipun berbisa tinggi awalnya banyak yang mengira bahwa ular ini tidak berbahaya dan menjadikannya sebagai binatang peliharaan atau binatang timangan. Belum ditemukan anti venin untuk bisa dari ular ini.
Ular yang bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 130 cm pada ras-ras utara, namun ras Sumatra hanya mencapai panjang 80 cm dan umumnya sekitar 60 cm saja (David and Vogel, 1996).

Diskripsi Umum
  Kepala hewan dewasa berwarna hijau batu (hijau zaitun gelap) di sisi atas, dengan warna kuning dan merah terang di belakangnya sampai ke tengkuk. Bibir berwarna kuning atau kekuningan, dengan coret hitam serupa koma di bawah mata (pada sisik labial no 5 dan 6), dan mungkin pula terdapat beberapa bintik hitam pada sisik-sisik labial di mukanya. Pada hewan muda, terdapat sebuah pola hitam di belakang kepala di depan warna kuning di atas leher.
  Dorsal (sisi atas tubuh) kecoklatan atau coklat zaitun, merata atau dengan pola-pola hitam dan kuning muda serupa jala. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna kekuningan, dengan bintik-bintik hitam pada tepi sisik ventral.
  Sisik-sisik dorsal dalam 19 deret, semua berlunas kuat kecuali satu deret terbawah. Sisik-sisik ventral 132-175 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 65-87 pasang. Perisai labial (bibir) atas berjumlah 8 buah, yang ke-3 hingga ke-5 menyentuh mata. Dua buah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
  Sisik-sisik dorsal, semua berlunas kuat kecuali pada deret yang terbawah.Ular picung merupakan ular daratan yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., namun paling sering ditemukan di hutan sekunder, belukar serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular picung terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik.
  Ular ini juga sering didapati di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Di Jawa, ular ini kerap ditemui menjalar di pekarangan dan dihalaman rumah di pedesaan. Ular picung bertelur hingga 14 butir. Ular picung menyebar luas mulai dari India (Assam ?, Sikkim; Arunachal Pradesh), Nepal, Bhutan, Bangladesh, China (Yunnan, Guangxi, Guangdong, Fujian, Hong Kong, Hainan), Burma, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Sulawesi). Stuebing and Inger (1999) tidak mencantumkannya dalam daftar ular Borneo, demikian pula David and Vogel (1996).

Bisa
  Ular picung sebelumnya dikenal sebagai ular yang tak berbahaya, atau berbisa lemah. Sebagaimana umumnya anggota suku Colubridae, taring ular ini terletak di rahang atas bagian belakang dan berukuran kecil saja. Oleh karena warnanya yang cemerlang, ular ini kerap dipelihara orang dan dijadikan hewan timangan . 
  Meskipun mudah jinak, ular ini sukar diperkirakan sifatnya dan tiba-tiba saja dapat menggigit pemeliharanya tanpa tanda-tanda khusus. Kebanyakan gigitan ular ini agaknya tidak menimbulkan gejala-gejala keracunan. Namun demikian ada kasus-kasus tertentu di mana terjadi kehilangan total terhadap system pembekuan darah oleh karena bisa ular ini.
  Bisa ular picung menimbulkan efek yang dapat membahayakan jiwa korban, yakni berupa menurunnya kemampuan pembekuan darah sehingga terjadi pendarahan pada organ-organ dalam tubuh. Beberapa korban memerlukan perawatan serius di rumah sakit untuk memulihkan sistem peredaran darahnya yang terganggu oleh bisa (Seow dkk., 2000).
  Kasus semacam ini diyakini cukup banyak terjadi dan pada beberapa negara seperti Singapura dan A.S kasusnya tercatat dengan baik. Oleh sebab itu, beberapa kalangan menganjurkan agar ular ini dikategorikan sebagai ular yang berbahaya atau yang harus ditangani secara hati-hati.

8. Ular Serasah
Ular serasah adalah sejenis ular yang tidak berbisa. Nama ilmiahnya adalah Sibynophis geminatus (Boie, 1826). Namanya dalam bahasa Inggris adalah collared snake atau striped litter snake. Panjang tubuh keseluruhan umumnya sekitar 50cm, namun ada pula yang melebihi 60cm. Kepala dan badan hampir tidak berbeda, sehingga bentuknya mirip pensil panjang atau tombak kecil (sibyn = tombak, ophis = ular).

Diskripsi Umum
Ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan). Warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning. Kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral. Iris mata berwarna kekuningan.
  Bagi yang tidak mengenalnya, ular ini kerap dikelirukan dengan ular cabai (Maticora intestinalis) yang berbisa, yang hampir sama besarnya. Padahal ular serasah selain tidak berbisa juga jinak, tidak mau menggigit. Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral berjumlah 144-180, sisik anal berbelah, dan sisik subkaudal antara 73-96 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 8 pasang, yang ke-3 sampai ke-5 menyentuh mata. (Stuebing and Inger, 1999).

Kebiasaan dan Penyebaran
  Seperti namanya, ular ini kerap menyusup-nyusup serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati. Tempat yang disukainya adalah wilayah berpohon-pohon atau berumpun bambu tidak jauh dari aliran sungai. Namun di Darmaga, Bogor, ular ini didapati pula di sekitar gedung kampus Institut Pertanian Bogor dan di lingkungan perumahan. Tidak banyak yang diketahui mengenai kebiasaan ular ini selain bahwa ia aktif di siang hari (diurnal). David dan Vogel (1996) menyebutkan bahwa tampaknya ular ini terutama memangsa jenis-jenis kadal.
  Ular ini tercatat ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sarawak dan Sabah; kemungkinan terdapat pula di bagian lain pulau Kalimantan. Ular serasah kepala hitam (Sibynophis melanocephalus) memiliki sepasang pita di sepanjang tubuhnya, yang putus-putus oleh belang-belang gelap atau dengan bintik-bintik besar berwarna gelap. Kepala dihiasi dengan bintik-bintik terang, dan tidak memiliki kalung berwarna terang di tengkuknya.

9. Ular Kisik
  Ular kisik adalah sejenis ular dari suku Colubridae. Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai Lareangon (ular anak gembala) karena ular yang jinak ini biasa menjadi permainan anak-anak gembala di Jawa Tengah. Namanya dalam bahasa Inggris adalah striped keelback, merujuk pada garis-garis memanjang dan bentuk sisik-sisik punggungnya yang berlunas (keeled). Nama ilmiahnya adalah Xenochrophis vittatus (Linnaeus, 1758).

Diskripsi Umum
  Ular kisik umumnya bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 70 cm, namun umumnya hanya sekitar 50 cm. Ekornya sekitar seperempat dari seluruh panjang tubuhnya. Kepala berwarna hitam di bagian atas, dengan coret-coret putih yang berpola simetris. Moncong agak kemerahan seperti warna daging. Dorsal (sisi atas tubuh) dengan sepasang pita coklat kuning keemasan di atas warna hitam. Di bagian muka (anterior) masing-masing pita ini terbagi lagi oleh garis hitam tipis. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna putih, dengan garis-garis hitam pada tepi sisik ventral yang memberikan kesan warna lorek. 
  Sisik-sisik dorsal dalam 19 (19-19-17) deret, berlunas kecuali satu-dua deret terbawah. Sisik-sisik ventral sekitar 149 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 80 pasang.  Perisai labial (bibir) atas berjumlah 9 buah, yang ke-4 hingga ke-6 menyentuh mata, putih dengan tepi belakang berwarna hitam. Labial bawah 10, no 4-7 membesar. Sebuah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
  Ular kisik merupakan ular darat yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular kisik terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik. 
  Ia sering didapati menyelusup di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Tidak jarang, pada saat matahari terbit ular ini telah terlihat menjalar di antara tanaman padi di sawah. Ular kisik juga kerap berkeliaran di pekarangan dan halaman rumah, terutama dekat genangan air. 
  Ular ini tidak seberapa takut dengan manusia. Anak-anak di pedesaan di Banyumas sering menangkapnya untuk dijadikan permainan karena ular ini tidak menggigit. Hanya saja, apabila merasa terganggu, ular kisik mengeluarkan bau tidak enak yang keras dari kelenjar di dekat anusnya. Apabila terjadi demikian, biasanya ular ini segera dilepaskan kembali oleh anak-anak tersebut. 
  Ular kisik terbatas menyebar di Sumatra, termasuk beberapa pulau di sekitarnya seperti Pulau We dan Bangka dan Jawa. Diintroduksi ke Singapura. Ular kisik bertelur hingga delapan butir.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia