Senin, 16 Juli 2012

JENIS-JENIS ULAR DARI SUKU COLUBRIDAE DI INDONESIA (BAGIAN 1)

1. Ular Gadung
Ular gadung adalah sejenis ular berbisa lemah yang tidak berbahaya dari suku Colubridae. Secara umum, di wilayah Indonesia barat ular ini disebut dengan nama ular pucuk. Nama-nama daerahnya di antaranya oray pucuk (Sunda.), ula gadung (Jawa.), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Oriental whip-snake. Disebut ular gadung karena ular ini sepintas menyerupai pucuk tanaman gadung (Dioscorea hispida) yang hijau lampai.

Diskripsi Umum

  Ular berwarna hijau, panjang dan amat ramping. Terkadang ada pula yang berwarna coklat kekuningan atau krem atau keputihan, terutama pada hewan muda. Panjang tubuh keseluruhan mencapai 2 m, meski kebanyakan sekitar 1,5 m atau lebih; lebih dari sepertiganya adalah ekornya yang kurus seperti cambuk.
  Kepala panjang meruncing di moncong, jelas lebih besar daripada leher yang kurus bulat seperti ranting hijau. Mata besar, kuning, dengan celah mata (pupil) mendatar. Panjang moncong sekurangnya dua kali panjang mata. Pipi dengan lekukan serupa saluran horizontal ke arah hidung, memungkinkan mata melihat dengan pandangan stereoskopik dan memperkirakan lokasi mangsa dengan lebih tepat. 
  Sisi atas tubuh (dorsal) hijau terang atau hijau agak muda, merata hingga ke ekor yang biasanya sedikit lebih gelap. Terkadang, bila merasa terusik, ular pucuk atau biasa disebut ular gadung pari (nama lain di jawa tengah)akan melebarkan, memipihkan dan melipat lehernya serupa huruf S, sehingga muncul warna peringatan berupa belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisiknya. Sisi bawah tubuh (ventral) hijau pucat keputihan, dengan garis tipis kuning keputihan di sepanjang tepi bawah tubuh (ventrolateral).

Kebiasaan
  Ular yang sering terlihat atau didapati di pekarangan, kebun, semak belukar dan hutan. Senang berada di tajuk pepohonan dan semak, ular gadung tidak jarang terlihat menjalar di atas tanah, rerumputan, atau bahkan menyeberangi jalan. Terkadang ular ini terlihat menjulurkan kepalanya di antara dedaunan, dan sesekali bergoyang seolah sulur-suluran tertiup angin. 
  Ular gadung aktif di siang hari (diurnal), memburu aneka hewan yang menjadi mangsanya; seperti kodok, cecak dan bunglon, serta aneka jenis kadal. Bahkan juga burung kecil dan mamalia kecil. Seperti banyak jenis ular pohon, ular gadung bersifat ovovivipar. Telurnya menetas di dalam rahim dan keluar sebagai anak sepanjang kurang-lebih 20 cm. Sekali beranak jumlahnya mencapai 9 ekor. 
Di Sumatra, ular ini ditemui mulai dari dekat pantai hingga ketinggian 1300 m dpl.

Anak jenis dan Penyebaran
Ada empat anak jenis (subspesies) dari Ahaetulla prasina, yakni:
  • A.p. prasina (Boie, 1827). Menyebar luas mulai dari India di barat, Bangladesh, ke timur hingga Tiongkok (Hong Kong), ke selatan melewati Myanmar, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Singapore. Di Indonesia, ular ini tersebar di Sumatra (termasuk Simeulue, Nias, Mentawai, Riau, Bangka dan Belitung), Borneo (termasuk Natuna dan Sebuku), Sulawesi (termasuk Buton, Kepulauan Sula dan Sangihe), Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Ternate. 
  • A.p. preocularis (Taylor, 1922), menyebar di Filipina, termasuk di Luzon, Panay dan kepulauan Sulu. 
  • A.p. suluensis (Gaulke, 1994), menyebar di kepulauan Sulu, Filipina. 
  • A.p. medioxima Lazell, 2002.


2. Ular Cincin Emas
  Ular cincin emas atau yang juga dikenal dengan nama ular tali wangsa, adalah sejenis ular berbisa menengah dari suku Colubridae. Ular ini diberi nama ular cincin emas karena punggung ular ini berwarna belang-belang kuning emas dan hitam pekat, dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Black mangrove cat snake atau Gold-ringed catsnake. Sedangkan nama ilmiahnya adalah Boiga dendrophila (Boie, 1827).


Diskripsi Umum

  Bagian atas kepala berwarna hitam dengan sisik-sisik pada bibir atas dan bawahnya terdapat bercak-bercak berwarna kuning. Lehernya kuning polos, ada garis-garis sutur berwarna hitam (tepinya hitam). Badan berwarna dasar hitam gelap (kadang berbintik-bintik kuning) dengan bagian sisinya terdapat sekitar 35-52 belang (cincin) berwarna kuning yang melingkari, tetapi tidak menyatu sampai ke punggung maupun perut. Pada bagian anterior badan, cincin kuning tersebut berlanjut sampai ke bagian tengah dan menyatu dengan pinggir badannya yang berwarna hitam.
  Panjang jarak moncong-anus mencapai 1308 mm. Sisik bibir atas berjumlah 8, sisik ketiga sampai kelima menyentuh mata tetapi jarang yang berjumlah 9 dimana sisik keempat sampai keenam menyentuh mata. Sisik loreal berbentuk persegi atau lebih panjang sedikit dari jarak tingginya. Preocular 1 jarang ada yang 2 sisik. Sisik postocular 2. Sisik temporal 2+2 atau 2+3. Sisik-sisik dorsal badannya halus dan bagian tengahnya terdiri dari 21 baris. Sisik-sisik ventral 212-227. Sisik anal tunggal sedangkan sisik-sisik subcaudal berjumlah 95-105 dan ganda.

Kebiasaan
Ular ini sering ditemukan melingkar di cabang pohon yang menjuntai pada bakau di tepi pantai atau cabang pohon di tepi sungai dalam hutan. Aktifitas hariannya pada malam hari dan termasuk jenis ular yang arboreal. Makanannya adalah mamalia kecil, terutama anak burung dan kadal. Ular ini termasuk jenis dengan gigi taring yang letaknya di belakang rahang atas, Walaupun perilakunya terlihat jinak (penurut) dan seringkali dipelihara orang untuk ular peliharaan namun tergolong jenis dengan bisa sedang.

Penyebaran
Tersebar di Indonesia (Bangka-Belitung, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Kepulauan Riau, Sumatera), India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, serta beberapa pulau di Filipina.

3. Ular Babi
  Ular babi atau yang juga dikenal dengan nama ular tembaga hitam atau ular bergaris kuning adalah sejenis ular dari genus Coelognathus. Tersebar di Asia Tenggara.

Deskripsi tubuh
Coelognathus Helena
   Ular ini berukuran besar panjang totalnya dapat mencapai 1800 mm. Bagian atas kepala berwarna coklat atau kehitaman. Bibirnya berwarna pucat. Ada garis coreng hitam di bawah mata berlanjut sampai ke bibir bawahnya. Selanjutnya ada garis coreng berwarna hitam di belakang mata dan dari sisik temporal ke daerah leher. Punggung berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan garis vertebral berwarna kemerahan (merah bata) yang sisinya hitam. Pada ventrolateral bintik-bintik hitam di kedua sisi yang hanya ada di bagian anterior badan. Perut bagian anterior kekuningan, dan di bagian posterior coklat atau kehitaman. Ular yang muda pada bagian anterior badan mempunyai bentuk lingkaran hitam dengan warna kuning ditengahnya. 
   Panjang jarak antara moncong-anus mencapai 1400 mm. Sisik pada bibir atasnya berjumlah 9, sisik keempat sampai keenam menyentuh mata. Sisik preocular tunggal dan besar. Sisik-sisik postocular 2. Sisik loreal panjang. Sisik-sisik temporal 2+2 atau 2+3. Sisik dorsal pada bagian tengah badannya berjumlah 19 baris, berlunas kuat kecuali satu atau dua baris dekat bagian ventral. Sisik-sisik ventral berjumlah 193-234 dan bagian pinggirnya berlunas lemah. Seluruh sisik pada supracaudal sangat berlunas. Sisik anal tunggal. Sisik-sisik subcaudal berjumlah 89-115 dan ganda, semua sisiknya berlunas lemah pada bagian pinggirnya.

Kebiasaan
   Ular ini umum ditemukan pada habitat dataran rendah dengan ketinggian mencapai 1000 m di atas permukaan laut, terutama sekali daerah-daerah yang habitatnya terganggu. Aktifitas hariannya di pagi dan siang hari, kadangkala terlihat di atas pohon. Makanannya utamanya adalah mamalia kecil seperti tikus. Perkembang-biakannya dengan cara bertelur, betina akan mengeluarkan kira-kira sebanyak 12 telur.
Penyebaran
Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan),Kamboja,  Kepulauan Andaman, Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam

4. Ular Sapi

Ular sapi atau yang juga dikenal dengan sebutan ular tikus kepala tembaga, adalah ular tidak berbisa dari suku Colubridae.

Diskripsi Umum
   Ukuran tubuhnya relatif besar, dengan ekor yang pendek. Panjang total tubuhnya dapat mencapai 1600 mm. Sisik-sisik badan dan ekor halus, kecuali posterior badan dimana di bagian tengah dorsal dan bagian tengah supracaudal berlunas lemah. Bagian atas kepala berwarna tembaga atau coklat keemasan. Ada tiga garis hitam yang berpangkal dari mata; pertama yang menuju bibir bawah, kedua menuju bagian tengkuk, berbentuk belah ketupat dan terakhir yang ketiga melewati sisik temporal dan bersatu dengan garis hitam yang ada di atas kepala. Punggung dan badannya berwarna coklat kelabu atau coklat kekuning-kuningan dengan 4 garis hitam sepanjang anterior badannya. Ada sepasang paravertebral yang dekat dengan garis vertebral yang pucat dan sebuah garis ventrolateral tipis terdapat di setiap sisinya. Pada bagian sekitar anus (venter) berwarna kuning bersih atau berbintik-bintik hijau kekuningan. 
   Panjang jarak antara moncong-anus mencapai 1280 mm. Pada sisik bibir atasnya berjumlah 8 atau 9, sisik ketiga sampai kelima; sisik keempat sampai kelima atau keempat sampai keenam menyentuh mata. Sisik preocular tunggal dan besar. Sisik postocular 2. Sisik loreal lebih panjang daripada dalamnya. Sisik temporal biasanya 2+2. Sisik-sisik pada bagian tengah badannya berjumlah 19 baris. Sisik-sisik ventral 222-250 dan berlunas pada bagian pinggirnya. Sisik anal tunggal. Sisik-sisik subcaudal berjumlah 82-100 dan ganda.

Kebiasaan
Ular ini agak umum ditemukan di hampir seluruh macam habitat, tetapi yang paling sering dilihat pada daerah terbuka dataran rendah dan perbukitan hingga ketiggian 1400 m di atas permukaan laut. Aktifitas hariannya baik pada pagi, siang maupun malam hari. Biasa hdup baik di permukaan tanah maupun di atas pohon-pohon. Perkembang-biakannya dengan cara bertelur, betina akan mengeluarkan sekitar 24 telur. Makanannya kebanyakan terdiri dari binatang mammal kecil seperti binatang pengerat (tikus). Dalam kondisi yang terancam ular ini akan memperlihatkan perilaku yang menarik. Sebagian badannya mengangkat, lalu bagian anterior lehernya dipipihkan dan dilengkungkan serupa huruf S sambil sekali-kali menyerang. Walaupun ular ini tidak mempunyai racun bisa tetapi gigitannya dapat menyebabkan luka. Penyebaran di Indonesia (Sumatra, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan),

5. Ular Terbang
   Chrysopelea, atau lebih dikenal sebagai ular terbang, adalah genus yang masuk ke dalam famili Colubridae. Ular terbang termasuk golongan ular yang berbisa menengah, meskipun mereka dianggap tidak berbahaya karena racunnya tidak berbahaya bagi manusia. Ular ini tersebar luas di Asia Tenggara, kepulauan Melanesia, dan sebagian India. Chrysopelea dikenal sebagai ular terbang, namun hal ini kurang tepat, karena ular-ular tersebut sebenarnya tidak terbang, melainkan meluncur atau melompat di udara.

Teknik Meluncur
Ular-ular tersebut biasanya meluncur dari pohon ke pohon untuk mencari mangsa atau menghindari bahaya. Mereka melayang di udara dengan cara membentuk tubuh seperti huruf "S" lalu meloncat kemudian memipihkan badan dan meregangkan tulang iga sehingga terlihat seperti sedang terbang. Ular ini mengarahkan gerakannya dengan ekornya. Begitu akan sampai di pohon tujuan, ular ini mengembalikan posisi tulang iganya. Setelah mendarat di ranting, badan ular ini kembali ke bentuk silindris seperti biasa. 
Kebiasaan dan Makanan
Ular terbang adalah hewan diurnal, mereka berburu pada siang hari. Hewan buruan mereka adalah kadal, kodok, burung dan kelelawar. Ular ini juga sering berada dekat dengan manusia, dan akan menggigit jika terganggu. Meskipun begitu, racun ular ini hanya berbahaya bagi mangsanya dan tidak berbahaya bagi manusia.

6. Ular Tambang
 Ular tambang (Dendrelaphis pictus) adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Secara umum, ular ini juga disebut dengan nama ular tali, ular tampar atau ular tlampar (tampar atau tlampar Jawa, tali). Di daerah Toraja ular ini dinamai duwata atau ule lewora. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Gmelin’s Bronzeback atau Painted Bronzeback, merujuk pada warna-warnanya yang cemerlang (pictus, painted, = seperti lukisan).
  Ular tambang menyebar luas mulai dari India sampai ke Asia Tenggara, termasuk Kepulauan Nusantara ke timur hingga sejauh Maluku. Ular yang kurus ramping, panjang hingga sekitar 1,5 m; meskipun pada umumnya kurang dari itu. Ekornya panjang, mencapai sepertiga dari panjang tubuh keseluruhan
   Coklat zaitun seperti logam perunggu di bagian punggung. Pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah terdapat pita tipis kuning terang keputihan, dipisahkan dari sisik ventral (perut) yang sewarna oleh sebuah garis hitam tipis memanjang hingga ke ekor. Kepala kecoklatan perunggu di sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu; diantarai oleh coret hitam mulai dari pipi yang melintasi mata dan melebar di pelipis belakang, kemudian terpecah menjadi noktah-noktah besar dan mengabur di leher bagian belakang. Terdapat warna-warna peringatan berupa bintik-bintik hijau terang kebiruan di bagian leher hingga tubuh bagian muka, yang biasanya tersembunyi di bawah sisik-sisik hitam atau perunggu dan baru tampak jelas apabila si ular merasa terancam. Sisik-sisik ventral putih kekuningan atau kehijauan.
    Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret di bagian tengah tubuh; sisik-sisik vertebral membesar, namun tak lebih besar dari deret sisik dorsal yang pertama (terbawah). Perisai labial 9 buah (jarang 8 atau 10), yang no 5 dan 6 (kadang-kadang juga yang no 4) menyentuh mata. Sisik-sisik ventral 167–200 buah, sisik anal sepasang, sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 127–164 buah.
    Mata besar, diameternya sama panjang dengan jaraknya ke lubang hidung. Anak mata bulat hitam; perisai preokular sebuah dan postokular dua buah. Perisai rostral lebar, terlihat dari sebelah atas; perisai internasal sama panjang atau sedikit lebih pendek dari perisai prefrontal; perisai frontal sama panjang dengan jaraknya ke ujung moncong, namun lebih pendek dari perisai parietal; perisai loreal panjang. Perisai temporal bersusun 2 + 2, 1 + 1 atau 1 + 2.

Kebiasaan
   Ular yang hidup di pohon, namun sering pula turun ke tanah untuk memangsa katak atau kadal yang menjadi menu utamanya. Tidak jarang terlihat bergelung di semak-semak atau menjalar di antara rumput-rumput yang tinggi. Ular tambang menghuni hutan-hutan di dataran rendah dan pegunungan hingga ketinggian lebih dari 1350 m. Teristimewa ular ini menyukai daerah-daerah terbuka, tepian hutan, kebun, wanatani campuran, belukar dan tepi sawah. Sering pula ditemukan merambat di pagar tanaman di pekarangan, dan dengan gesit dan tangkas bergerak di sela-sela daun dan ranting untuk menghindari manusia.

7. Ular Air Pelangi
Ular-air pelangi adalah sejenis ular dari suku Homalopsidae. Ular ini dinamakan demikian karena warna-warni di tubuhnya menyerupai jalur-jalur warna pada pelangi, meski biasanya tidak begitu cerah. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama rainbow water-snake. Umum mengenalnya sebagai ular air, uler aer (Betawi), ulo banyu (Jawa), dan lain-lain. Sementara nama ilmiahnya adalah Enhydris enhydris (Schneider, 1799).

Diskripsi Umum
Ular yang umumnya bertubuh relatif kecil sampai sedang, panjang maksimum lebih sedikit dari 80 cm, meski kebanyakan antara 50–60 cm. Berkepala kecil, meski sering berperut gendut, dan berekor pendek.Punggung (dorsal) umumnya berwarna coklat muda zaitun hingga abu-abu kehitaman, dengan sepasang garis yang kabur batasnya, berwarna lebih terang kecoklatan, agak jauh di sebelah menyebelah garis tulang punggungnya. Sisi samping badan (lateral) sebelah bawah berwarna terang kekuningan atau keputihan, dibatasi dengan garis zigzag kehitaman di sepanjang batas dengan sisik-sisik ventral (perut). Terkadang terlihat garis warna merah jambu agak samar di bagian terang ini, serupa dengan pola renda memanjang. Sisi bawah tubuh (ventral) kekuningan atau keputihan, kadang-kadang dengan bintik-bintik atau garis samar sepanjang garis tengahnya.
   Sisik-sisik dorsal tersusun dalam 21 deret. Sisik ventral 150-177 buah, sisik anal (yang menutupi anus) sepasang/berbelah, sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 47-78 pasang.

Kebiasaan dan penyebaran
   Bersama dengan kerabatnya, yakni ular-air kelabu H. plumbea, ular-air pelangi kerap ditemui di saluran-saluran air, kolam-kolam ikan, lingkungan sawah, rawa dan sungai-sungai kecil yang berarus tenang. Ular-ular ini amat gemar memangsa ikan kecil-kecil, dan seringkali menjadi hama di kolam-kolam pemeliharaan ikan. Mangsa lainnya adalah kodok, termasuk berudunya, dan diperkirakan juga kadal. 
   E. enhydris –seperti umumnya Homalopsidae– berbiak dengan 'melahirkan' anaknya (ovovivipar). Yakni, telur berkembang sempurna dan menetas dalam perut induknya, untuk kemudian keluar sebagai ular kecil-kecil. Ular ini melahirkan hingga 18 anak pada satu musimnya.
Di waktu pagi dan siang, ular-air pelangi kerap terlihat mengeluarkan kepala dan sebagian badannya dari air, dan berdiam diri menyerupai ranting kayu yang muncul dari dalam air. Adakalanya beberapa ekor ular muncul bersama dalam jarak yang tidak berapa jauh.
 
Ular-air pelangi mudah ditangkap dengan jerat. Di desa-desa di Jawa, anak-anak setempat biasa menangkapnya dengan berbekal jerat dari lidi daun kelapa yang masih segar. Ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit, sehingga kerap menjadi mainan anak-anak. Meski termasuk katagori ular berbisa lemah (mildly venomous), hampir tak pernah ada laporan mengenai kasus gigitannya. Kebanyakan ular-ular marga Enhydris—sejauh ini telah dideskripsi 23 spesies dari marga ini, termasuk jenis ular baru, namun sudah dimasukkan ke dalam genus Homalophis yakni H. gyii (ular-lumpur Kapuas) yang mampu berubah warna—menyebar lokal atau terbatas. Hanya E. enhydris dan dari genus Hypsiscopus yakni H. plumbea yang luas agihannya.
   E. enhydris diketahui tersebar luas mulai dari Pakistan dan Nepal di barat, India, Bangladesh, Burma, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Borneo hingga Sulawesi di timur.

8. Ular Air Bakau
Ular air bakau atau ular bakau perut putih adalah sejenis ular air pantai dari suku Homalopsidae. Ular ini dinamai demikian karena ular ini hanya bisa ditemukan di hutan bakau pantai dan muara sungai berlumpur di pantai. Nama umumnya dalam bahasa inggris adalah White bellied mangrove snake, Mangrove water snake, atau Crab-eating water snake. Nama spesifiknya, leucobalia yang berarti "bercak-bercak putih" karena warna tubuhnya yang memiliki bercak-bercak berwarna putih pucat.

Deskripsi Umum
Panjang ular ini antara 60 cm sampai 1,1 meter. Sisik dorsal (punggung) antara 23 hingga 29, sisi ventral 130 hingga 160, subklaudal 25 hingga 45, terdapat pula sisik pariental. Kepalanya tumpul, lebarnya sama dengan badan. Mata dan lubang hidungnya terletak agak keatas kepala. Ular ini adalah satu-satunya ular air di Australia yang memiliki sedikit sisik loreal. Tubuhnya berwarna cokelat kelabu menyerupai lumpur di pantai dengan bercak-bercak keputihan, perut berwarna putih pasir.

Kebiasaan dan reproduksi
Ular ini adalah salah satu jenis ular air yang toleran terhadap air laut. Berbisa menengah, bisanya digunakan untuk membunuh mangsanya. Makanan utama ular ini adalah ikan, katak, dan kepiting kecil. Jika terkejut, ular ini masuk dan bersembunyi di dalam liang/lubang kepiting. Berkembang biak dengan beranak (Ovovivipar).

Daerah Penyebaran
Ular ini tersebar luas di Myanmar selatan, Kamboja, Malaysia, Singapura, Indonesia (Sumatera, Bangka-Belitung, Jawa, Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara, Kepulauan Aru), dan di sepanjang pantai utara Australia. Ular ini dapat ditemukan di lumpur di hutan bakau, muara sungai berlumpur, payau, dan tambak, dimanapun ia dapat menemukan kepiting sebagai makanannya.

Catatan taksonomi dan populasi
Ular ini adalah satu-satunya jenis dari genus Fordonia. Sejauh ini, belum diketahui adanya jenis baru ataupun anak jenis. Di alam, ular ini mulai terancam punah karena pengrusakan hutan bakau serta pengeringan rawa-rawa pantai yang menjadi tempat hidupnya untuk digunakan sebagai wilayah perumahan dan taman wisata.

9. Ular Bajing
  Ular bajing (Gonyosoma oxycephalum) atau ular bamban adalah sejenis ular berwarna hijau yang besar dan gesit tangkas, pemanjat pohon dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini biasa memangsa bajing dan tupai, selain hewan-hewan lainnya. Ular ini sering pula disebut sebagai ular hijau, ular bangka laut dan ular gadung, nama-nama yang juga digunakan untuk menyebut jenis ular lainnya yang berwarna hijau.
   Dalam bahasa Inggris ular ini dinamai Red-tailed Green Ratsnake atau Red-tailed Racer, karena warna ekornya yang kadang-kadang kemerahan. Namun ular ini berbeda dengan ular bangkai laut yang warna ekornya juga (dan selalu) kemerahan. Nama lainnya adalah Grey-tailed Racer. Nama ilmiahnya menunjukkan tubuhnya yang berbentuk menyudut (gonio, sudut; soma, tubuh) dan kepalanya yang agak gepeng meruncing (oxy, tajam; cephalum, kepala).
  Ular yang bertubuh sedang sampai besar, panjang dan ramping. Panjang kepala dan tubuh hingga 1.820 mm, dan ekornya 480 mm Meskipun pada umumnya panjang totalnya hanya sekitar 160–180 cm. Kepala agak gepeng dan meruncing, pangkalnya lebih lebar dari lehernya.
Dominan warna hijau atau hijau terang di sepanjang punggungnya, dan kuning di sepanjang perutnya. Kepala hijau kekuningan, hijau zaitun atau kecoklatan di sebelah atas, dengan garis hitam melintasi mata, serta bibir yang berwarna kekuningan. Ekor kemerahan atau coklat muda keabu-abuan; kadang-kadang dengan cincin kuning atau merah terang di dekat anusnya. Sisik-sisik bertepi kuning atau gelap kehitaman.
Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 23, 25, atau 27 deret di tengah badan; halus atau berlunas lemah. Sisik-sisik ventral (perut) 236–262 buah (di Borneo, 229–255 buah); menyudut di sebelah luar serta berlunas dan bertakik dangkal, sangat berguna untuk memanjat pohon. Sisik anal terbelah, sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 130–149 (126–149) buah. Perisai labial atas (sisik-sisik besar di bibir atas) 7–10 buah, yang ke-5 dan -6, atau ke-6 dan -7, menyentuh mata.

Kebiasaan
Sebagaimana namanya, ular ini diketahui biasa memburu bajing dan tupai di pepohonan. Ia juga memangsa tikus, kelelawar dan burung. Ular bajing bergerak dengan lincah dan tangkas di dahan-dahan dan ranting (arboreal), dan sesekali turun ke tanah. Bila marah karena merasa terganggu, leher ular ini akan memipih tegak dan lidahnya yang bergaris biru terang digerakkan keluar masuk dengan cepat. Gigitannya menyakitkan, meskipun tidak membahayakan manusia karena ular ini hanya berbisa lemah

Ular bajing ditemukan mulai dari dataran rendah hingga wilayah pegunungan; di Sumatra didapati hingga daerah Berastagi pada ketinggian sekitar 1.300 m dpl. Hewan melata ini diketahui menghuni wilayah berawa-rawa, hutan bakau, hutan dataran rendah, hutan pegunungan, belukar, daerah pertanian dan perkebunan, hingga ke lingkungan pekarangan rumah di pedesaan. Ular yang aktif di siang hari (diurnal) ini tidak jarang dijumpai di tutupan vegetasi di sekitar sungai dan kolam.
Ular bajing bertelur antara 5–12 butir setiap kalinya.

Penyebaran
Distribusi ular bajing antara lain : India (Kepulauan Andaman), Burma, Thailand (termasuk Phuket),
Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia (Semenanjung Malaya, Sabah, Serawak, Pulau Penang, Pulau Tioman ), Singapura, Indonesia (Bangka, Belitung, Jawa, Kalimantan, Karimata, Kep. Mentawai, Kep. Natuna, Kep. Riau, Kep. Tambelan, Legundi, Lombok, Nias, Panaitan, Sebuku, Sumatra),
Filipina (Balabac, Bohol, Lubang, Luzon, Negros, Palawan, Panay, Kep. Sulu), Lokasi tipe: Indonesia: Jawa.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.