SETANGKAI EDELWEIS
Kuterjaga dari tidurku
Tubuhku basah tersiram hujan
Angin dingin berdesir kencang
Membuatku menggigil kedinginan
Kemanakah semua temanku ?
Meninggalkanku sendiri disini
Dalam ketakutan
Kudengar suara tangis
Diantara derai gerimis
Di puncak Pangrango yang dingin
Kucoba mencari
Diantara rumpun Edelweis
Di padang rumput yang luas
Kau duduk diatas batu
Memandang ke arahku
Wajahmu pucat bagai kabut
Tubuhmu putih bagai sutera
Aku curiga dan takut
Siapakah gadis itu ?
Ref :
Ku tanya namamu
Tapi kau diam membisu
Kau genggam Edelweis
Kau berikan padaku
Hanya derai air matamu
Yang membasahi kedua pipimu
Kau katakan telah tidur
Di dasar jurang yang dalam
Ingin kubawa kau kembali
Tapi kau lenyap bagi angin
Yang tinggal Setangkai bunga
Edelweis di tanganku
Alun-alun Mandalawangi, Juli 1985
Puncak Gunung Pangrango
BUNGA EDELWEIS INI KU KEMBALIKAN
Dibawah rimbunnya pohon kuberlindung
Dari curahan hujan dan dinginnya malam
Di bibir gunung ku menjerit histeris
Parau suaraku
Memanggil namamu
Ku ingat di dasar jurang kau terbujur
Tubuhmu hancur lebur berlumuran darah
Kini wajahmu yang selalu membayangiku
Sepanjang jalan yang kuturuni
Di lereng gunung
Bunga Edelweis yang dulu kau beri padaku
Akan kusimpan dan kujaga selalu
Tapi kini kau sering hadir dalam tidurku
Dalam mimpiku engkau menangis
Di puncak Gunung
Ref :
Oh Tuhan Kasihanilah gadis itu
Terimalah jasadnya disisimu
Ku akan menjaganya
Ku akan melindunginya selamanya
Bunga Edelweis ini ku kembalikan
Di tempat dulu pernah kita bertemu
Di atas batu ini
Semoga engkau tenang di alammu
Alun-alun Mandalawangi, Agustus 1986
Puncak Gunung Pangrango
GAGAK HITAM
Gemericik air sungai
Mengalir di Lereng Gunung
Menambah keindahan
Pemandangan alamnya
Di iringi kicau Burung
Meniti jalan setapak
Mendaki hingga ke puncak
Dengan penuh rasa semangat
Tiba di suatu lembah
Ditepi jurang yang dalam
Ku merasakan sesuatu
Yang penuh dengan misteri
Ref :
Gagak hitam Gagak hitam
Menari-nari diatas kepalaku
Seakan mengerti apa yang
pernah terjadi di tempat itu
Noda darah pita merah
Membekas terikat di dahan yang patah
Suatu misteri yang tak akan
Pernah terungkap oleh manusia
G. Ci kuray
Oktober 1986
ALAM YANG LIAR
Kucoba mencintai Dia
Alam Yang liar dan masih Perawan
Meskipun penuh jebakan bahaya
Gunung Gunung Tinggi menjulang
Bukit Karang terjal menghadang
Sewaktu-waktu mengancam nyawa
Bukan aku sombong Oh Tuhanku
Tapi Tuk meningkatkan taqwaku
Akan kebesaran Karuniamu
Ref :
Betapa berat langkahku di lereng Gunung
Seakan ada yang mengikuti dari belakang
Seakan ingin menghentikan langkahku
Suara binatang hutan ditengah malam
Makin membuat nyaliku dicekam ketakutan
Mungkin ini karena murkamu Tuhanku
G.Jaya-G.Endut-G.Ciawitali
LDPencinta alam Desember 1984
TELAGA BIRU
Diatas rakit ditelaga yang sunyi dan sepi
Kuberdiri didekatmu memandang langit biru
Bening airmatamu sejernih air telaga biru
Saat kau ucapkan padaku
Selamat berpisah, selamat berpisah kepadaku
Seiring malam dan terbenamnya matahari
di hari perpisahan kelasku yang mengharukan
Ingin kudekati dirimu disaat begini
Tapi Keadaan memaksaku untuk menjauh
Untuk menjauh dari dirimu
Ref :
Di lereng Gunung Pangrango
Kududuk memandang wajahmu
Untuk yang terakhir kalinya
Sebelum kita berpisah
Saat ku kembali ke Jakarta
Makin kurasakan kehilanganmu
Tak sadar jatuh airmataku
Bila kuingat kita tak mungkin lagi bertemu
Situ Gunung, Juni 1987
GAGAK HITAM
Gemericik air sungai
Mengalir di Lereng Gunung
Menambah keindahan
Pemandangan alamnya
Di iringi kicau Burung
Meniti jalan setapak
Mendaki hingga ke puncak
Dengan penuh rasa semangat
Tiba di suatu lembah
Ditepi jurang yang dalam
Ku merasakan sesuatu
Yang penuh dengan misteri
Ref :
Gagak hitam Gagak hitam
Menari-nari diatas kepalaku
Seakan mengerti apa yang
pernah terjadi di tempat itu
Noda darah pita merah
Membekas terikat di dahan yang patah
Suatu misteri yang tak akan
Pernah terungkap oleh manusia
G. Ci kuray
Oktober 1986
Kucoba mencintai Dia
Alam Yang liar dan masih Perawan
Meskipun penuh jebakan bahaya
Gunung Gunung Tinggi menjulang
Bukit Karang terjal menghadang
Sewaktu-waktu mengancam nyawa
Bukan aku sombong Oh Tuhanku
Tapi Tuk meningkatkan taqwaku
Akan kebesaran Karuniamu
Ref :
Betapa berat langkahku di lereng Gunung
Seakan ada yang mengikuti dari belakang
Seakan ingin menghentikan langkahku
Suara binatang hutan ditengah malam
Makin membuat nyaliku dicekam ketakutan
Mungkin ini karena murkamu Tuhanku
G.Jaya-G.Endut-G.Ciawitali
LDPencinta alam Desember 1984
TELAGA BIRU
Diatas rakit ditelaga yang sunyi dan sepi
Kuberdiri didekatmu memandang langit biru
Bening airmatamu sejernih air telaga biru
Saat kau ucapkan padaku
Selamat berpisah, selamat berpisah kepadaku
Seiring malam dan terbenamnya matahari
di hari perpisahan kelasku yang mengharukan
Ingin kudekati dirimu disaat begini
Tapi Keadaan memaksaku untuk menjauh
Untuk menjauh dari dirimu
Ref :
Di lereng Gunung Pangrango
Kududuk memandang wajahmu
Untuk yang terakhir kalinya
Sebelum kita berpisah
Saat ku kembali ke Jakarta
Makin kurasakan kehilanganmu
Tak sadar jatuh airmataku
Bila kuingat kita tak mungkin lagi bertemu
Situ Gunung, Juni 1987
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.