Sabtu, 12 Mei 2018

10 JENIS BURUNG ELANG DI INDONESIA


    Pada bagian ke 5 Artikel tentang Burung Migrasi, postingan kali ini mengangkat tema burung migran yang memiliki jangkauan daerah jelajah cukup jauh dan memiliki tampilan gagah yaitu Burung Elang. Penampilannya yang gagah mempesona membuat banyak negara di dunia mengabadikan jenis burung Elang ini sebagai simbol dan lambang negara . Misalnya Amerika Serikat (Elang Botak), Indonesia (Elang Jawa) , Jerman (elang Hitam), Polandia (Elang Putih), Rusia (Elang Emas), Thailand (Elang Garuda), Iraq (Elang Emas), Meksiko (Elang Emas), Mesir (Elang Emas), dan Albania (Elang Hitam).
   Burung Elang adalah hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan tubuh yang diselubungi bulu pelepah. Sebagai burung, elang berkembang biak dengan cara bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya. Ia menjaga anaknya sampai mampu terbang.
Elang merupakan hewan pemangsa. Makanan utamanya hewan mamalia kecil seperti tikus, tupai, kadal, ikan dan ayam, juga jenis-jenis serangga tergantung ukuran tubuhnya. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka.Biasanya elang tersebut tinggal di wilayah perairan. Paruh elang tidak bergigi tetapi melengkung dan kuat untuk mengoyak daging mangsanya. Burung ini juga mempunyai sepasang kaki yang kuat dan kuku yang tajam dan melengkung untuk mencengkeram mangsa serta daya penglihatan yang tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh tak terkira.
   Elang mempunyai sistem pernapasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah oksigen yang banyak yang diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali sebagai ventrrikel. Burung Elang juga melakukan migrasi berpindah tempat menyesuaikan perubahan iklim dan cuaca. Pada postingan kali ini kita akan membahas jenis Elang yang hidup dan dapat dijumpai di Indonesia, baik yang endemik maupun yang migran dari negara lain. Walaupun sebenarnya jenis Burung Elang cukup banyak ditemukan di Indonesia, namun pada postingan ini kita hanya mewakili 10 jenis Elang yang sudah cukup populer di negara kita. Berikut ini adalah 10 Jenis Burung Elang yang ada di Indonesia.

1. Elang Hitam

Elang hitam adalah sejenis burung pemangsa dari suku Accipitridae, dan satu-satunya anggota genus Ictinaetus. Dinamai demikian karena warna bulunya yang seluruhnya berwarna hitam. Meski ada pula beberapa jenis elang yang lain yang juga berwarna hitam . Burung Elang yang berukuran besar, dengan panjang (dari paruh hingga ujung ekor) sekitar 70 cm. Sayap dan ekornya panjang, sehingga burung ini tampak sangat besar bilamana terbang. Seluruh tubuh berwarna hitam, kecuali kaki dan sera (pangkal paruh) yang berwarna kuning. Sebetulnya terdapat pola pucat di pangkal bulu-bulu primer pada sayap dan garis-garis samar di ekor yang bisa terlihat ketika burung ini terbang melayang, namun umumnya tak begitu mudah teramati. Jantan dan betina berwarna dan berukuran sama.
Elang Hitam Dan Pengasuhnya
Sayap terbentang lurus, sedikit membentuk huruf V, dengan pangkal sayap lebih sempit daripada di tengahnya, serta bulu primer yang terdalam membengkok khas, membedakannya dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk yang hitam. Elang hitam juga sering terbang perlahan, rendah dekat kanopi (atap tajuk) hutan.Bulu Primar lebih menjari.
Terdapat 2 pose terbang, saat gliding (meluncur) dan soaring (mengintai). Saat gliding bulu paling ujung menekuk kedalam, dan saat soaring bulu ini terbentang dan terlihat menyamping.
Bunyi meratap berulang-ulang, biasanya disuarakan sambil terbang tinggi berputar-putar, klii-ki …klii-ki atau hi-li-liiiuw.
Burung remaja berwarna pucat, dengan coret-coret kuning pucat di sisi bawah tubuh dan sayap. 
Penyebaran dan kebiasaan
Elang hitam tersebar luas mulai dari India, Srilanka hingga Asia Tenggara, Sunda Besar, Sulawesi dan Maluku. Burung ini hidup memencar di dataran rendah, hutan perbukitan hingga wilayah yang bergunung-gunung pada ketinggian sekitar 1.400 m (di Jawa hingga sekitar 3.000 m) dpl.
Memangsa aneka jenis mamalia kecil, kadal, burung dan terutama telur, elang hitam dikenal sebagai burung perampok sarang. Melayang indah, burung ini kerap teramati terbang berpasangan di sisi bukit atau lereng gunung yang berhutan. Dengan tangkas dan mudah elang ini terbang keluar masuk dan di sela-sela tajuk pepohonan. Cakarnya yang tajam terspesialisasi untuk menyambar dan mencengkeram mengsanya dengan efektif.
Sarang berukuran besar terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan yang tersusun tebal, diletakkan pada cabang pohon yang tinggi di hutan yang lebat. Bertelur satu atau dua butir, bulat oval, sekitar 65 x 51 mm, berwarna kuning tua bernoda coklat kemerahan. Di Jawa berbiak pada sekitar bulan Mei. 
Status konservasi
Sebagai burung pemangsa, elang hitam menduduki puncak rantai makanan dalam ekosistemnya. Meskipun populasinya masih terbilang banyak, burung ini menyebar terbatas di wilayah-wilayah yang berhutan. Elang hitam dilindungi oleh undang-undang RI. Sedangkan menurut IUCN, burung ini berstatus LC (least concern, beresiko rendah). 

2. Elang Brontok

  Elang Brontok adalah sejenis burung pemangsa anggota suku Accipitridae. Dinamai demikian kemungkinan karena warnanya yang berbercak-bercak (pada bentuk yang berwarna terang). Namanya dalam bahasa Inggris adalah Changeable Hawk-eagle karena warnanya yang sangat bervariasi dan berubah-ubah, sedangkan nama ilmiahnya yalah Spizaetus cirrhatus.
Elang brontok berbiak di wilayah yang luas, mulai dari kawasan Asia selatan di India dan Sri Lanka, tepi tenggara Himalaya, terus ke timur dan selatan melintasi Asia Tenggara hingga ke Indonesia dan Filipina.
Elang Brontok
   Burung elang yang berukuran sedang sampai besar, dengan panjang tubuh diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor sekitar 60-72 cm. Warnanya yang sangat berubah-ubah menyulitkan identifikasi, terutama di lapangan.
Bentuk yang normal berwarna coklat di sebelah atas, putih di sisi bawah tubuh dan ekor yang coklat kemerahan, dengan garis-garis hitam melintang pada sayap dan ekor yang tampak jelas ketika terbang. Terdapat coret-coret membujur berwarna hitam di leher dan bercak-bercak kecoklatan di dada. Ras-ras tertentu memiliki jambul panjang yang tersusun dari empat helai bulu di belakang kepalanya, sedangkan ras yang lainnya sama sekali atau nyaris tidak berjambul. Betina serupa dengan yang jantan, hanya bertubuh agak besar; burung yang muda dengan kepala yang berwarna lebih pucat dan pola warna yang lebih samar.
Sayap yang panjang, terbentang mendatar tatkala terbang, dengan ujung (susunan bulu primer) yang tampak membulat, dikombinasikan dengan ekor yang panjang dan pola warna di atas, membedakannya dengan jenis elang lainnya.
Terdapat pula bentuk yang gelap (hitam) dan yang lebih terang daripada bentuk normal. Bentuk yang gelap berwarna coklat gelap seluruhnya, dengan garis hitam pada ujung ekor yang cukup kontras dengan bagian lain dari ekor. Bentuk gelap ini ketika terbang hampir serupa dengan elang hitam (Ictinaetus malayensis), dengan sedikit perbedaan pada bentuk sayap.
Elang brontok hanya berpasangan di musim berbiak, dan di luar waktu-waktu tersebut sering ditemukan menjelajah sendirian di hutan-hutan terbuka, sabana dan padang rumput. Burung ini menyukai berburu di tempat terbuka dan menyerang mangsanya yang berupa reptil, burung atau mamalia kecil dari tempatnya bertengger di pohon kering atau dari udara. Tidak jarang burung ini merampok kawanan ayam di pedesaan.
Di Indonesia, burung ini didapati di Sumatra, Kalimantan,Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Sarangnya berukuran besar, dibuat dari ranting-ranting pohon dan dedaunan di pohon yang tinggi. Telur satu butir (jarang dua) berwarna putih dengan bintik kemerah-merahan. Di Jawa, elang brontok bersarang antara bulan April sampai sekitar Agustus atau Oktober.
Elang brontok dilindungi oleh undang-undang RI Sedangkan menurut IUCN, burung ini berstatus LC (least concern, beresiko rendah).

 3. Elang Jawa

 Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm. (dari ujung paruh hingga ujung ekor). Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang tampak keemasan bila terkena sinar matahari). 
Elang Jawa

     Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang tampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.

   Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis. Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung tampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.
Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya. 

Penyebaran, ekologi dan konservasi
   Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
   Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m diatas permukaan laut.
    Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas. Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burungkecil, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), Pasang (Lithocarpus sundaicus),tusam (Pinus merkusii),puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200–300 m dari tempat rekreasi.
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah sebarannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa. Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.

4. Elang Ular Bido

Elang-ular bido adalah sejenis elang besar yang menyebar luas di Asia, mulai dari India di barat, Nepal , Srilanka, terus ke timur hingga Cina, ke selatan melintasi Asia Tenggara, Semenanjung Malaya, kepulauan Sunda Besar, hingga ke Palawan di Filipina. Elang ini merupakan anggota suku Accipitridae.
Elang Ular Bido
   Dikenal juga sebagai Crested Serpent Eagle atau CSE oleh sebagian pecinta burung pemangsa (BOP). Elang ini berwarna hitam dengan garis putih di ujung belakang sayap, terlihat di saat terbang seperti garis yang tebal. Sangat berisik, suara panggilan seperti ""Kiiiik"" panjang dan diakhiri dengan penekanan nada. Sayap menekuk ke atas (seperti elang Jawa) dan ke depan, membentuk huruf C yang terlihat membusur. Ciri khas lainnya adalah kulit kuning tanpa bulu di sekitar mata hingga paruh. Ada yang mengatakan bahwa kulit kaki dari elang ini mempunyai kekebalan terhadap bisa ular, karena itulah elang ini di sebut elang ular karena mempunyai kekebalan terhadap bisa ular.
Makanan utama dari elang ular adalah Ular-ular kecil, burung-burung kecil sampai ke mamalia kecil seperti tikus atau kelinci yang mempunyai ukuran yang kecil.
Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Berwarna gelap, sayap sangat lebar membulat, ekor pendek.
Dewasa: Bagian atas coklat abu-abu gelap. Bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh dan lambung berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-garis hitam pada ekor. Jambul pendek dan lebar, berwarna hitam dan putih. Remaja: Mirip dewasa, tetapi lebih coklat dan lebih banyak warna putih pada bulu. Iris berwarna kuning, paruh coklat abu-abu, kaki kuning. 
Kebiasaan
Hidup berpasang-pasangan. Sangat ribut, melayang-layang di atas wilayah sambil mengeluarkan suara. Pada musim berbiak, pasangan menunjukkan gaya terbang akrobatik.Habitatnya adalah hutan, tepi hutan,perkebunan, sub-urban. Tersebar sampai ketinggian 1.900 m dpl. Bido memangsa ular dan reptil pada umumnya, Katak, serta mamalia kecil.
  Berbiak sepanjang waktu, sarangnya terbuat dari tumpukan ranting berlapis daun di hutan yang rapat. Telur berwarna putih suram, bercak kemerahan, berjumlah 1-2 butir.Berdasarkan laporam UICN status konservasi Elang Bido adalah Least concern atau beresiko rendah.

5. Elang  Wallace

 Elang Wallace atau dalam nama ilmiahnya, Nisaetus nanus adalah elang yang dapat kita temui di hutan hutan Kalimantan, dan Sumatera di Indonesia. Juga dapat kita temui di selatan Thailand dan Malaysia. Tetapi, jarang kita temukan di hutan dataran rendah Kalimantan. Berukuran agak kecil (45 cm). Berwarna coklat dan putih, berjambul, dan ada 3 garis hitam pada ekor. Kepala dan bagian bawah kuning tua kemerah-jambuan, ada coretan memanjang pada dada dan garis sempit hitam pada perut. Remaja: apabila sudah remaja, elang wallace mirip remaja Elang Gunung, tetapi berukuran lebih kecil.Irisnya berwarna kuning, paruhnya berwarna abu-abu,dan kakinya berwarna kuning. 

Elang Wallace
    Makanan
  Dan Kebiasaan 

Elang wallace memangsa burung, kelalawar, kadal dan cicak. Selain kadal biasa, ia juga memakan kadal lidah biru .Mencari makan dan terbang berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil. Mencari serangga di batang dan cabang pohon, sering dari atas ke bawah dengan kepala di bagian bawah. Memperlihatkan gerakan khas terkejut-kejut yang aktif dan selalu terkesan terburu-buru sebelum terbang ke pohon lain. Sering mengunjungi lapisan menengah hutan, hutan rawa, perkebunan dan hutan pinus.Sarang terletak 35 m dari tanah pada pohon yang tinggi, posisi sarang berada pada percabangan primer , Berdasarkan rilis data IUCN Elang wallace masuk katagori Least concern atau beresiko rendah dalam kepunahan.

6. Elang Flores

  Elang Flores (Spizaetus floris) merupakan salah satu jenis raptor (burung pemangsa) endemik yang dipunyai Indonesia. Sayangnya elang flores yang merupakan burung pemangsa endemik flores (Nusa Tenggara) ini kini menjadi raptor yang paling terancam punah lantaran populasinya diperkirakan tidak melebihi 250 ekor sehingga masuk dalam daftar merah (IUCN Redlist) sebagai Critically Endangered (Kritis). Status konservasi dan jumlah populasi ini jauh di bawah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang status konservasinya Endangered (Terancam).
Elang Flores
 Elang flores (Spizaetus floris) semula dikelompokkan sebagai anak jenis (subspesies) dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dengan nama ilmiah (Spizaetus cirrhatus floris). Tetapi mulai tahun 2005, elang flores ditetapkan sebagai spesies tersendiri. Dan saat itu pula, elang flores yang merupakan raptor endemik Nusa Tenggara dianugerahi status konservasi Critically Endangered. Daftar burung langka lainnya silahkan baca: Daftar Burung Langka dan Terancam Punah.
Elang flores dalam bahasa inggris dikenal sebagai Flores Hawk-eagle. Dalam bahasa ilmiah (latin) dikenal sebagai Spizaetus floris.
Ciri-ciri. Burung elang flores mempunyai ukuran tubuh yang sedang, dengan tubuh dewasa berukuran sekitar 55 cm. pada bagian kepala berbulu putih dan terkadang mempunyai garis-garis berwarna coklat pada bagian mahkota.
Tubuh elang flores berwarna coklat kehitam-hitaman. Sedangkan dada dan perut raptor endemik flores ini ditumbuhi bulu berwarna putih dengan corak tipis berwarna coklat kemerahan. Ekor elang flores berwarna coklat yang memiliki garis gelap sejumlah enam. Sedangkan kaki burung endemik ini berwarna putih.
Persebaran, Populasi, dan Konservasi. Elang flores merupakan raptor (burung pemangsa) endemik Nusa Tenggara yang hanya dapat ditemukan di pulau Flores, Sumbawa, Lombok, Satonda, Paloe, Komodo, dan Rinca.
   Burung ini biasa mendiami hutan-hutan dataran rendah dan hutan submontana sampai ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut (m. dpl). Populasi raptor endemik flores ini di alam bebas diperkirakan tidak lebih dari 250 ekor individu dewasa (IUCN Redlist, 2005). Lantaran sedikitnya jumlah individu dan persebaran populasinya yang sempit maka elang flores (Spizaetus floris) langsung ditetapkan sebagai salah satu spesies burung dengan status konservasi “kritis” (Critically Endangered) sejak pertama kali raptor endemik ini berstatus sebagai spesies tersendiri yang terpisah dari elang brontok.

7. Elang Laut Dada Putih

   Elang-laut dada-putih dengan nama latin Haliaeetus leucogaster dijuluki "mesin terbang" hidup yang paling mengesankan di bumi ini, dan julukan itu bukannya tanpa alasan. Dengan bentangan sayap sepanjang tiga meter, burung laut terbesar ini sanggup terbang hingga kecepatan 115 kilometer per jam. Elang laut memang tampak kaku di darat, tetapi di angkasa dia benar-benar anggun dan menakjubkan untuk dipandang. Elang laut dada putih adalah burung yang di jadikan fauna identitas Kabupaten Jepara.
Elang Laut Dada Putih
   Mempunyai panjang tubuh 70–85 cm, rentang sayap 178–218 cm dengan berat tubuh jantan 1,8 – 2,9 kg dan betina 2,5 – 3,9 kg. Bagian atas berwarna abu-abu kebiruan, sedangkan bagian bawah, kepala dan leher berwarna putih. Iris coklat. Kuku, paruh dan sera berwarna abu-abu. Tungkai tanpa bulu dan kaki berwarna abu-abu. Saat terbang, ekornya yang pendek tampak berbentuk baji dan sayapnya terangangkat ke atas membentuk huruf V. Saat masih muda atau juvenile, berwarna coklat seperti elang bondol muda. Biasanya elang ini bertelur 1 - 2 butir. 
Penyebaran
  • Di Dunia : India, Asia Tenggara, Filipina,Indonesia dan tersebar luas di Australia
  • Di Indonesia : Karimunjawa, Simeulue, Nias, Musala, Banyak, Batu dan Kepulauan Mentawai, Sumatra, Riau dan Kepulauan Lingga, Bangka, Belitung, Kalimantan, Kepulauan Maratua, Panaitan, Laut, Tinjil, Deli, Panaitan, Jawa, Bawean, Kepulauan Seribu Kepualauan Kangean, Bali, Lombok, Moyo, Sumbawa, Komodo, Padar, Rinca, Palu, Flores, Ende, Besar, Lomblen, Alor, Sumba, Roti, Timor, Lucipara, Kisar, Romang, Leti, Sermata dan Kepulauan Tanimbar, Tanahjampea, Selayar, Kepualauan Kalaotoa, Sulawesi, Lembeh, Muna, Buton, Banggai, Sula, dan Kepulauan Talaud, Ternate, Halmahera, Rau, Muor, Morotai, Bacan, Obi, Buru, Kelang, Ambon, Seram, Manuk, Banda, Watubela, Tayandu, Kai, Kepulauan Aru, Waigeo dan Irian Jaya. Teriakannya nyaring seperti rangkong ”ah-ah-ah-…” seperti suara burung Gagak(Corvus spp) .
Habitat dan Perkembangbiakan
Ditemukan di seluruh daerah, berputar-putar sendirian atau berkelompok di atas perairan. Mengunjungi pesisir, sungai, rawa-rawa dan danau sampai ketinggian 3000 m.
Musim berbiak: Musim kawin di Pulau Kalimantan dan Asia tenggara Januari – Juli. Di Jawa dan Sulawesi musim kawinnya adalah beberapa bulan (tetapi kebanyakan Mei – Oktober). Sarang: sangat besar dengan lebar 1,2-1,5 m (bila digunakan secara menerus dapat mencapai 3 m) dan kedalaman 0,5 – 1,8 m. Terdiri dari dedaunan hijau, rerumputan dan rumput laut. Jumlah Telur: Kebanyakan bertelur 2 butir, dengan masa pengeraman 40-45 hari. 
Makanan
Makanannya cukup bervariasi, namun tidak seluruh jenis dimakan. Terutama memakan ular laut, kura-kura dan penyu kecil, burung-burung air seperti penggunting laut, petrell, camar, cikalang, pecuk dan cangak. Juga burung burung air besar seperti angsa-angsaan, bebek dan belibis. Mamalia umumnya hewan pengerat domestik. Cara berburu jenis ini hampir menyerupai Elang Bondol Haliastur indus yaitu terbang berputar sambil mengawasi permukaan air dan seketika akan meluncur ke mangsanya begitu mangsa terlihat. Menangkap mangsanya menggunakan kakinya yang kuat kemudian membawa mangsanya terbang. Dapat membawa mangsa yang besar sambil terbang. Berdasarkan Daftar merah/Red List IUCN Burung Elang ini masuk dalam katagori Least Concern atau masih beresiko rendah dari ancaman kepunahan.

8. Elang Bondol

Elang bondol (Haliastur indus) adalah spesies burung pemangsa dari famili Accipitridae.
Elang bondol berukuran sedang (43-51 cm), memiliki sayap yang lebar dengan ekor pendek dan membulat ketika membentang. Bagian kepala, leher dan dada berwarna putih, sisanya berwarna merah bata pucat, bagian ujung bulu primer berwarna hitam, dan tungkai berwarna kuning. Pada individu anak secara keseluruhan berwarna coklat gelap, pada beberapa bagian bergaris-garis putih mengkilap. 
Elang Bondol

Penyebaran Dan Kebiasaan
India, Cina selatan, Asia tenggara, Indonesia, Australia.Di Indonesia, penyebaran nya ada di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua. Sedangkan di Indonesia dan India, dapat ditemukan di daerah pedalaman. Di Kalimantan sendiri, elang bondol dapat di temui di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Keberadaan elang bondol disana melimpah.
Elang bondol lebih mirip burung pemakan bangkai dibanding burung pemangsa, namun burung ini memangsa buruan kecil seperti ikan, kepiting, kerang, katak, pengerat, reptil, dan bahkan serangga. Elang bondol mencari makan di atas daratan maupun di atas permukaan air, burung ini terbang melayang di ketinggian 20 - 50 meter di atas permukaan.
Elang bondol menangkap mangsanya di atas permukaan air dengan cakarnya, burung ini tidak menyelam ke dalam air. Elang bondol juga memakan bangkai dari sisa-sisa makanan dan sampah sehingga burung ini cukup umum ditemukan di sekitar pelabuhan dan pesisir tempat pengolahan ikan. 
Walaupun sering memakan bangkai, elang bondol bukanlah pemangsa yang pasif. Burung ini mendirus burung-burung pantai di area pantai berlumpur sambil terbang untuk mengidentifikasi kelamahan, dapat menyerang pemangsa yang lebih besar seperti elang laut dada putih untuk mencuri makanan. Elang bondol memakan tangkapannya saat terbang untuk menghindari pencurian.
Habitat Dan Perkembang biakan
Habitat terbaik untuk elang bondol adalah area tepi laut yang berlumpur seperti hutan mangrove, muara sungai, dan pesisir pantai. Burung ini juga dapat ditemukan di lahan basah seperti sawah dan rawa. Berkembang biak pada bulan Januari-Agustus, dan Mei-Juli. Dierami selama 28-35 hari. Anakan mulai belajar terbang dan meninggalkan sarang umur 40-56 hari, menjadi dewasa mandiri setelah 2 bulan kemudian. Berdasarkan catatan daftar yang dirilis IUCN status konservasi Elang ini adalah Least concern atau masih beresiko rendah dari ancaman kepunahan.

9. Elang Tikus

Elang tikus (Elanus caeruleus) adalah burung Pemangsa berukuran kecil dalam familia Accipitridae yang terkenal karena kebiasaannya melayang dalam padang rumput terbuka seperti kebiasaan kestrel yang berukuran kecil. Spesies Eurasia dan Afrika ini terkadang digabung dengan spesies Australia Elang Bahu Hitam (Elanus axillaris) dan Elang Ekor Putih (Elanus leucurus) dari Utara dan Selatan Amerika yang bersama-sama membentuk superspesies. Elang ini khas, dengan sayap panjang, putih, serta bulu abu-abu dan hitam juga mirip burung hantu dengan mata yang menghadap ke depan dan iris merah. Walaupun utamanya terlihat di dataran, mereka terkadang kelihatan di lereng bukit berumput di kawasan ketinggian yang lebih tinggi di Asia. Mereka bukanlah pengembara, tetapi ia membuat pergerakan jarak pendek sebagai respon terhadap cuaca.
Elang Tikus
    Meskipun terlihat seperti Alap-alap, keterlibatannya begitu jauh ditandai dengan warna iris mata yang lebih terang dan sayap membulat. Berukuran 30 cm. Berwarna putih, abu-abu dan hitam. Berbecak hitam pada bahu, bulu primer hitam panjang khas. Apabila mereka sudah dewasa, mereka berciru-ciri: terdapat mahkota di punggung, sayap pelindung dan bagian pangkal ekor abu-abu.. Muka, Leher dan bagian bawah putih, paruh berwarna hitam dan kaki berwarna kuning. Pada jenis burung yang masih muda, iris matanya berwarna kuning, tetapi saat sudah dewasa iris matanya berubah menjadi merah. 
Distribusi dan habitat
Elang tikus merupakan spesies utama dataran terbuka dan semi-gurun di sub-Sahara Afrika dan wilayah tropis Asia, tetapi ia memiliki tempat kedudukan pada Eropa, yakni di Spanyol dan Portugal. Persebaran spesies tampaknya berkembang di selatan Eropa dan kemungkinan di Asia Barat.
Beberapa populasi geografis ditetapkan sebagai subspesies dan ini termasuk nominasi subspesies yang terjadi di Spanyol, Afrika dan Arabia. Subspesies vociferus ditemukan di timur persebaran dan Asia Selatan menuju ke Asia Tenggara. Sepanjang Sumatra,Jawa, Kalimantan dan subspesies Filipina hypoleucus (kadang-kadang dianggap sebagai spesies penuh) ditemukan sementara subspesies wahgiensis hanya terbatas pada Guinea Baru. Subspesies sumatranus tidak selalu diakui. Alap-alap Ekor Putih Alap-alap Bahu hitam dulunya disertakan dengan spesies ini tetapi sejak lama, alap-alap bahu-hitam diperlakukan sebagai spesies berbeda.
Meskipun ditemukan utamanya di daratan, mereka juga kelihatan di dataran tinggi di Sikkim (3650m), Nilgiris (Doddabetta, 2670m) dan Nagaland (2020m).Mereka juga dikatakan merupakan pengunjung di musim dingin di beberapa bagian persebaran mereka seperti Ghat Barat. Dalam status konservasi yang dikeluarkan IUCN jenis Elang Tikus masih termasuk katagori beresiko rendah dari ancaman kepunahan (Least concern).

10. Elang Paria
Elang Paria
Elang paria (Milvus migrans) adalah spesies Burung Pemangsa dari keluarga Accipitridae. Burung ini dianggap sebagai spesies yang paling melimpah dari keluarga acciptrid, meskipun beberapa jumlah telah mengalami penurunan dramatis. Burung Elang ini berukuran sekitar 65 cm, bulu berwarna coklat gelap dengan ekor menggarpu yang khas. Pada waktu terbang, bercak pucat pada pangkal bulu primer terlihat kontras dengan ujung sayap yang hitam. Kepala kadang-kadang berwarna lebih pucat dibandingkan dengan punggung. Remaja: kepala dan tubuh bagian bawah bergaris-garis kuning tua. Pada bagian iris mata berwarna coklat, paruh abu-abu, sera dan kaki abu-abu biru. 
Tempat Hidup dan Kebiasaan
Mengunjungi daerah terbuka, pantai, pelabuhan, dan kota. Terbang melingkar anggun dengan kepakan perlahan. Bertengger pada tiang, kawat, pohon, bangunan, dan tanah. Sangat adaptif, memakan berbagai macam hewan yang ada di sekitarnya. Dari serangga kecil, udang, ikan, tikus, sampai kelinci. Juga sesekali memakan buah sawit. Menangkap mangsa baik yang ada di permukaan tanah dan perairan. Serangga besar ditangkap saat di udara dan langsung dimakan. Seringkali mencari makan di tepi perairan, terbang relatif rendah dan lamban saat survei.
Sarang Elang ini biasanya terletak di tebing, bangunan atau percabangan batang yang menggarpu. material sarang berupa ranting, daun, plastik, kertas, tulang serta kulit sisa mangsa. Telur 1-4 (biasanya 2-3), interval bertelur 1-2 hari. Telur dierami 26-38 hari oleh induk betina, sedangkan induk jantan bertugas mencari makan. Anak mulai bisa terbang dan meninggalkan sarang usia 42 sampai 50 hari. 
Penyebaran dan Ras
Persebaran Elang Paria mencakupi Afrika, Erasia, sampai Australia. Pengunjung musim dingin yang langka dari Asia timur sampai Sumatra utara, dan Kalimantan bagian utara. Terdiri atas tujuh Subspesies dengan daerah persebaran:
  • migrans (Boddaert, 1783) – Afrika barat-laut dan Eropa timur sampai Asia tengah (Tien Shan) dan Pakistan; musim dingin bermigrasi ke selatan menuju Afrika (Sahara bagian selatan).
  • lineatus (J. E. Gray, 1831) – Siberia, Jepang, Kep. Ryukyu, India utara, Myanmar utara dan China utara; musim dingin bermigrasi ke selatan menuju Irak selatan, India selatan dan Asia Tenggara.
  • formosanus Nagamichi Kuroda, 1920 – Taiwan dan Hainan (China selatan).
  • govinda Sykes, 1832 – Pakistan timur, India, Sri Lanka ke selatan sampai Indochina Semenanjung Malaysia.
  • affinis Gould, 1838 – Sulawesi dan mungkin di Sunda Kecil; Papua bagian timur dan New Britain; Australia utara ke selatan sampai Victoria.
  • aegyptius (Gmelin, 1788) – Mesir, Arab barat-daya dan pesisir timur Afrika sampai Kenya.
  • parasitus (Daudin, 1800) – Afrika sekitar Selatan Sahara, Kep. Cape Verde, Kep. Comoro dan Madagaskar.     
Berdasarkan Catatan Daftar merah (Red List) yang dikeluarkan IUCN, Status konservasi Elang Paira masih tergolong aman atau beresiko rendah dari ancaman kepunahan (Least concern).

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.