"SELAMAT DATANG DI BLOG EKOGEO"(Pendidikan, Geografi dan Lingkungan)

Jumat, 29 September 2017

SULITNYA USAHA PENYELAMATAN BADAK JAWA DAN BADAK SUMATRA

    Masih dalam rangka menyambut hari badak sedunia di bulan September ini, admin memposting kembali artikel tentang badak untuk ketiga kalinya secara berturut-turut , khususnya spesies badak yang hidup di Indonesia, yaitu badak sumatra dan badak jawa yang populasinya dikatagorikan kritis oleh IUCN dan berada diambang kepunahan. Kedua subspesies badak ini populasinya paling sedikit dan terancam punah dibandingkan 3 subspesies badak lainnya di dunia yaitu badak india, badak hitam dan badak putih afrika. Badak Putih Afrika populasinya meningkat tajam dari sekitar 100-an ekor di akhir abad ke 19 menjadi lebih dari 20.000 ekor saat ini, sedangkan Badak Hitam Afrika populasinya sekitar 4.880 ekor, dan Badak India populasinya sekitar 2.575 ekor jauh diatas populasi Badak Sumatera yang tinggal 100 ekor dan Badak Jawa yang hanya 63 ekor.
 Badak Hitam Dan Badak Putih Afrika populasinya masih cukup banyak
   Dengan populasi yang paling kecil dan hidup terisolasi di beberapa kantong habitat yang terfregmentasi di hutan-hutan Sumatra, Jawa dan Kalimantan, IUCN dan WWF sejak lama memiliki wacana melakukan upaya penyelamatan terhadap kedua subspesies badak ini. Untuk Badak sumatera sejak tahun 1985 sampai tahun 1992 telah ada upaya penyelamatan dengan melakukan upaya penangkaran di beberapa kebun binatang di dunia. Maka pemerintah Indonesia saat itu melakukan program penyelamatan dengan menangkap beberapa ekor badak sumatera di habitat aslinya untuk di pindahkan ke lokasi yang aman. Tercatat ada 18 ekor badak sumatera yang berhasil diperangkap dari hutan-hutan Bengkulu, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat untuk dilakukan translokasi sebelum dibawa ke beberapa kebun binatang di dunia.
    Namun usaha penangkaran di kebun binatang tidak berjalan sesuai harapan, 13 ekor badak sumatera yang dikirim satu demi satu mati tanpa berhasil menghasilkan keturunan sehingga tersisa dua ekor badak di Kebun binatang Cincinnati, Amerika Serikat yang berhasil breeding dan menghasilkan keturunan, salah satunya adalah Harapan, badak sumatra yang belum lama ini kembali ke tanah leluhurnya di rhino Sactuary Way kambas  Lampung.
    Badak ‘Harapan’ adalah badak sumatera ketiga yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, pada tahun 2007. Harapan adalah anak badak ketiga dari perkawinan badak jantan ‘Ipuh’ dan badak betina ‘Emi’, setelah sebelumnya telah lahir kakak-kakaknya yaitu ‘Andalas’  pada 13 September 2001 dan ‘Suci’ pada tahun 2004.
    Kedua orang tua ‘Harapan’ yaitu ‘Ipuh’ dan ‘Emi’ adalah badak-badak sumatera hasil tangkapan pada program penyelamatan badak-badak sumatera yang terdesak di daerah hutan Riau, Jambi dan Bengkulu pada periode tahun 1985 – 1992.
 Andatu, Bayi Badak Sumatera dan Induknya Ratu
      Badak ‘Ipuh’ dan ‘Emi’, merupakan badak Sumatera hasil tangkapan dari kawasan Bengkulu sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Ipuh ditangkap 23 Juli 1990 dan pada saat itu berumur kira-kira 20 tahunan, sedangkan Emi ditangkap pada 6 Maret 1991 dan berumur kurang lebih 8 tahun. Pada periode tersebut, sebanyak 18 individu badak Sumatera berhasil ditangkap dan didistribusikan ke beberapa kebun binatang di dunia, diantaranya kedua badak ini dikirim ke Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, dengan pertimbangan karena KB. Cincinnati berhasil melakukan breeding pada spesies badak yang lain.
Selain yang dikirimkan ke Cincinnati 13 ekor badak diantaranya mati akibat manajemen pakan yang kurang tepat dan diterapkannya sistem peternakan pada kebun binatang yang berakibat terjadinya gangguan pencernaan (44%) dan gagal ginjal (11%). (Di kebun binatang di Amerika 4 ekor, di KB Malaka 1 ekor, di Ragunan1 ekor , di KB Surabaya 2 ekor, di Taman Safari Indonesia 2 ekor, dan di Howletts dan Port Lympne Zoo 2 ekor.
    Badak ‘Ipuh’,’Emi’ dan ‘Suci’ telah tiada.  Badak ‘Ipuh’ mati pada 17 Februari 2013 akibat usia tua (±42 tahun) sementara ‘Emi’ mati pada 5 September 2009 dan ‘Suci’ mati  pada 30 Maret 2014.  Kedua badak sumatera ibu dan anak ini mati akibat hemacrhomatosis atau disebut juga ‘iron storage disease’ yaitu suatu penyakit metabolisme yang mengakibatkan kelebihan unsur zat besi (Fe) dalam tubuh. Pada manusia penyakit ini merupakan gangguan genetik yang menyebabkan tubuh menyerap terlalu banyak zat besi dari makanan yang masuk ke dalam tubuh. Kelebihan zat besi itu tersimpan di dalam organ-organ tertentu, terutama hati, jantung dan pankreas. Padahal kelebihan zat besi ini dapat meracuni organ-organ tersebut dan mengakibatkan kondisi mematikan seperti kanker, arrhytmia jantung dan sirosis. Pada spesies badak, penyakit ini masih dalam taraf penelitian.
Kelahiran Delilah, Bayi Badak Sumatra anak ke 2 Ratu di TN Way Kambas, Lampung
   Kematian-kematian badak sumatera  dalam upaya penyelamatan yang gagal tahun 1985-1992 menjadi pembelajaran buat Indonesia, bahwa usaha konservasi badak sumatera luar biasa sulit dan berisiko kegagalan dan berdampak pada kepunahan lokal pada daerah mereka diambil paksa melalui usaha penangkapan saat itu. Ini bisa dibuktikan dengan lenyapnya keberadaan badak sumatera dari daerah yang menjadi area penangkapan kawasan Taman Nasional Kerinci-Seblat baik itu di wilayah yang masuk provinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat dan Bengkulu. Badak sumatera sudah tidak tampak lagi di daerah yang dulu dikenal sebagai gudangnya badak sumatera dengan populasi terbanyak sejak 10 tahun lalu.
   Saat ini Badak Sumatera tersisa di tiga kantong habitat Taman Nasional yaitu TN Gunung Leuser (Aceh), TN Bukit Barisan Selatan (Lampung-Bengkulu) dan Way Kambas (Lampung) dengan populasi sangat sedikit dan terancam kepunahan. Untungnya ketiga wilayah ini tidak menjadi bagian daerah sasaran penangkapan/translokasi badak pada program penyalamatan tahun 1985-1992 sehingga masih menyisakan populasi badak yang kita harapkan mampu bertahan dan melanjutkan generasi pelestari badak sumatera yang akan datang. 
   Progam penyelamatan dan konservasi melalui translokasi sangat rawan dan berbahaya juga dibuktikan dengan punahnya badak sumatera di Sabah malaysia sejak tahun 2015 lalu. Padahal wilayah ini sebelum ada upaya penangkapan dan translokasi badak masih memiliki lebih dari 25 ekor badak. Namun sejak usaha penyelamatan ini dilakukan dengan menangkap beberapa ekor badak untuk ditangkarkan di Rhino sactuary Sabah, justru populasinya menyusut drastis dan akhirnya punah. Kini hanya tersisa 2 ekor badak sumatera di penangkaran Sabah setelah matinya puntung badak betina cacat yang terpaksa disuntik mati akibat menderita penyakit kanker mulut.
 Induk Badak Putih Afrika dan Anaknya
   Harapan bergantung pada Indonesia yang masih memiliki populasi badak di Kalimantan yang keberadaannya baru diketahui tahun 2013 lalu. Padahal kalau pemerintah mau peduli sebenarnya populasi badak masih ada di provinsi lain seperti Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Seperti temuan Tim WWF di Hutan Muara teweh, Barito Utara dan Murung Raya serta jejak dan cerita suku dayak di kabupaten Kapuas Hulu, Katingan, Malinau dan sepanjang pegunungan Schwanner dan Muller perbatasan tiga provinsi Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Badak sumatera juga pernah terlihat di TN Tanjung Puting-Bukit Raya. Namun keberadaan badak sumatera di lokasi-lokasi tersebut seperti terabaikan sehingga tidak ada usaha proteksi dan pengawasan dari aparat. Akibatnya tanpa sempat dibuktikan keberadaannya badak-badak sumatera tersebut punah karena habis diburu penduduk lokal melalui jerat.
    Masih adakah badak sumatera tersisa di Kalimantan barat dan Kalimantan tengah ? Admin menduga kemungkinan besar masih ada. Sebelum terlambat Pemerintah harus turun tangan terutama melalui kementerian lingkungan hidup untuk melakukan proteksi di daerah yang diduga masih tersisa populasi badak sumatera. BBKSA harus turun tangan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama, maaf : suku dayak di pedalaman yang memiliki tradisi berburu badak agar budaya ini dihilangkan. Kematian Najag badak betina remaja asal kutai barat dan puntung badak betina asal Lembah danum Sabah berawal karena luka jerat yang dilakukan pemburu lokal. Luka jerat ini membawa akibat fatal karena berakibat infeksi yang berujung kematian pada Najag, dan amputasi pada puntung yang juga berakhir pada kematian.
   Admin berharap upaya translokasi badak tersisa di Kalimantan Timur dilakukan hati-hati agar pengalaman punah lokalnya badak sumatera di TN Kerinci Seblat (Indonesia), Lembah danum Sabah dan Semenanjung Malaya (Malaysia), maupun punahnya badak sumatera di Myanmar, Thailand, Vietnam, Laos dan Kamboja sebagai pembelajaran bahwa usaha konservasi Badak sumatera sungguh sangat sulit dan perlu kehati-hatian luar biasa. Apalagi Badak dikenal sebagai mamalia yang sulit breeding dan hanya melahirkan seekor anak dalam 4-6 tahun masa produktifnya. Bisa dibayangkan populasi perkembangbiakan ini tidak berimbang dengan populasi yang mengalami kematian alami maupun akibat penyakit dan perburuan liar.
  Video Trap Badak Jawa Hasil Monitoring Tahun 2013
   Rasanya upaya In-situ pada habitat aslinya merupakan cara terbaik dan tidak beresiko seperti yang sudah dilakukan pada subspesies Badak Jawa di Ujung Kulon, Banten. Proteksi yang ketat, pengawasan dan monitoring sepanjang waktu telah berhasil mengembalikan populasi badak jawa yang nyaris punah ini ke populasi yang relatif aman untuk berkembang biak. Populasi Badak Jawa sempat menyusut drastis dan nyaris punah dengan hanya menyisakan 20-27 ekor saja pada tahun 1970-an. Namun berkat upaya konservasi dan proteksi serta perhatian berbagai elemen pelestari lingkungan utamanya petugas yang langsung terjun berhasil meningkatkan populasi Badak Jawa sedikit demi sedikit sehingga saat ini populasinya bertambah menjadi sekitar 63 ekor.
   Keberhasilan konservasi Badak Jawa jangan membuat kita lengah, karena populasinya masih tergolong sedikit dan hanya terkonsentrasi di satu tempat saja yaitu TN Ujung Kulon. Ini sangat mengkuatirkan, karena TN Ujung Kulon merupakan daerah yang rawan bencana dan pernah luluh lantak diterjang Tsunami ketika Gunung Krakatau meletus dahsyat tahun 1883 lebih seabad lalu. Apabila siklus letusan terjadi lagi dengan kekuatan letusan yang sama seperti sejarah tahun 1883 maka tidak terbayangkan bagaimana nasib badak-badak jawa yang ada di ujung kulon apabila terjadi bencana Tsunami kedua.
    Ada Wacana upaya konservasi Badak Jawa dilakukan dengan translokasi ke habitat baru dengan memindahkan sebagian badak-badak ke Suaka margasatwa Cikepuh, Sukabumi. Alasannya di lokasi ini kesediaan pakan badak mencukupi dan memiliki landskap atau bentang alam yang mirip dengan lanskap di TN Ujung Kulon. Namun admin heran, setelah melihat lokasi di peta, landskap Cikepuh berbatasan dengan Samudera Hindia dan tentunya beresiko juga terhadap ancaman bahaya Tsunami . Memang tidak ada gunung berapi di lepas pantai samudera Hindia, namun pantai Selatan Jawa adalah daerah yang rawan bencana Tsunami bahkan jauh lebih dahsyat karena penyebabnya adalah tumbukan lempeng Indo-Australia dan Erasia di parit Jawa yang menyebabkan gempa tektonik. Karena episentrumnya di dasar laut maka sudah dapat diduga apabila pusat gempanya dangkal dan kekuatannya diatas 6 skala Richter sudah dipastikan akan terjadi bencana Tsunami yang akan menyapu habis SM Cikepuh tempat kedua yang dicalonkan untuk translokasi badak jawa.
  Kelahiran Bayi  Badak Sumatra di Way Kambas
     Translokasi adalah upaya penyelamatan yang rawan dan berbahaya karena mamalia badak sangat sensitif dan mudah terserang penyakit apabila di amankan di daerah bukan habitatnya. Wabah penyakit yang mematikan apabila menimpa individu badak jawa melalui hewan ternak warga adalah bahaya kepunahan yang tak kalah mengerikan. Dan ini pernah terjadi pada kasus kematian berturut-turut Badak Jawa di TN Ujung Kulon beberapa dekade lalu. Untungnya wabah penyakit ini berhasil diatasi sehingga populasi badak jawa kembali pulih. Alasan kesediaan pakan badak jawa di TN Ujung kulon yang sudah semakin berkurang akibat tertutup oleh vegetasi lain sebenarnya bisa diselesaikan dengan membabat semua gulma yang dirasakan mengurangi dan menghambat pertumbuhan vegetasi pakan Badak Jawa. Sedangkan Alasan Banteng Jawa (Bos Javanicus) sebagai pesaing pakan badak jawa juga tidak masuk akal, karena kedua jenis mamalia darat besar ini memiliki kesukaan pakan yang relatif berbeda.
 Delilah Bayi Badak Sumatra bermain bersama Induknya Ratu
   Oleh karena itu admin mengusulkan biarkan Badak Jawa berkembang biak di TN Ujung Kulon tanpa perlu memindahkan sebagian populasinya ke SM Cikepuh karena upaya ini rawan dan perlu kehati-hatian karena tindakan yang keliru bisa berakibat fatal seperti kasus yang terjadi pada Badak betina Najag di Kutai Barat dan badak-badak di Sabah Malaysia yang mati ketika ada upaya penyelamatan melalui cara translokasi. Pelajaran paling berharga adalah matinya 15 dari 18 badak sumatera yang ditangkap pemerintah Indonesia antara tahun 1985-1992 melalui cara tranlokasi untuk ditangkarkan di kebun-kebun binatang dalam dan luar negeri sehingga upaya ini kalau bisa dihindari.
    Badak berbeda dengan Harimau yang relatif mudah dan mampu berkembang biak melalui penangkaran. Saat ini bisa dikatakan Harimau lebih aman berkembang biak dan populasi bertambah di penangkaran daripada di alam liar. Jumlah Harimau di alam liar sangat sedikit dan terancam populasinya, namun dipenangkaran Harimau relatif aman dan jumlahnya lebih banyak. Bahkan di salah satu penangkaran Harimau di Cina bisa melipatgandakan populasinya ratusan ekor dalam waktu singkat. Termasuk di salah satu kuil Budha Harimau, di Thailand, hidup nyaman ratusan ekor harimau dan menjadi salah satu donasi wisata, sebelum akhirnya ditutup dan dimejahijaukan karena ternyata melanggar hukum.
   Namun Badak berbeda, terutama Badak Jawa dan Badak Sumatera yang begitu sulit untuk dikembangbiakkan. Hanya sedikit yang berhasil, dan baru Indonesia yang mampu membiakkan badak Sumatera di Way Kambas melalui kelahiran anak badak sumatera bernama Andatu tanggal 23 juni 2012 dan Delilah pada Tanggal 12 Mei 2016 lalu. Sedangkan perkembangan populasi badak jawa bergantung pada populasi di alam liar ditandai dengan kehadiran 7 anak badak yang terpantau melalui kamera Trap di TN Ujung Kulon, Banten.
 9 Anak Badak Jawa diberi Nama Baru
   Cara terbaik konservasi Badak Jawa rasanya adalah dengan membiarkan mereka hidup di habitatnya melalui proteksi dan pengawasan yang ketat. Kalaupun cara tranlokasi ditempuh tidak perlu menangkap dan memindahkan Badak Jawa ke lokasi lain. Cukup perluas wilayah Taman Nasional Ujung Kulon ke arah timur, buat koridor perlintasan Badak Jawa menuju ke Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang landskapnya cocok dan memiliki kemiripan dengan TN Ujung Kulon dan wilayah ini dulunya juga pernah menjadi habitat Badak Jawa dan jauh dari ancaman bahaya Tsunami karena wilayahnya berbukit-bukit dengan topografi dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan.
   Nah dengan cara ini memang manusia harus mengalah, berbagai pihak yang terkait dengan usaha perkebunan ataupun pertambangan harus disingkirkan, termasuk merelokasi warga yang daerahnya nanti menjadi lokasi koridor perlintasan Badak untuk pindah ke lokasi lain. Dan Pemerintah memang harus turun tangan langsung menyediakan lahan baik buat warga yang direlokasi maupun hutan lindung yang menjadi koridor perlintasan badak sehingga kita semua berharap keberadaan Badak Sumatera dan Badak Jawa tetap lestari di habitatnya yaitu bumi Indonesia tercinta.

Sumber Referensi : Yayasan Badak Indonesia

Sabtu, 23 September 2017

SELAMATKAN BADAK SUMATRA DI KALIMANTAN


    Masih berkaitan dengan peringatan Hari Badak Sedunia, kembali admin memposting artikel tentang keberadaan Badak Sumatera yang populasinya saat ini semakin menyusut drastis. Namun postingan kali ini lebih menekankan pada kondisi keberadaan Badak Sumatra di Kalimantan yang kurang mendapat respon perhatian lebih dari pemerintah sehingga ancaman kepunahan dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa ada upaya pencagahan dan penanganan yang serius. 
    Kekuatiran punahnya badak sumatera di kalimantan juga dilatarbelakangi pernyataan punahnya Badak Sumatera di wilayah lembah Danum, Sabah Malaysia yang tidak terlihat lagi sejak tahun 2007 oleh peneliti konservasi Denmark. Memang Malaysia masih memiliki dua ekor badak sumatera yang coba ditangkarkan di Rhino sanctuary, Sabah, namun hingga saat ini kedua badak ini belum berhasil menghasilkan keturunan sehingga populasi di alam liar hanya tersisa di wilayah Kalimantan, Indonesia.
Bayi Badak dan Induknya
    Berita gembira ditemukannya populasi Badak Sumatera di Kutai Barat jangan membuat kita lengah, namun justru harus lebih memperketat lagi perlindungan untuk mereka. Apalagi habitat tempat mereka ditemukan rawan ancaman aktivitas manusia karena berdekatan dengan area pertambangan dan perkebunan Kelapa sawit milik penduduk dan dekat kegiatan indutri kayu dan pembalakan liar. Bahkan Badak sumatera yang berhasil terekam kamera trap dan diperangkap pada tanggal 12 Maret 2016 ini justru mengalami nasib tragis yang membuat kita semua bersedih, termasuk dunia internasional yang menyesali kematian badak betina remaja yang dinamakan Najag ini.
   Badak Sumatera di Kalimantan yang baru saja ditemukan ini mati pada Selasa 5 April 2016. Badak yang masuk subspesies Dicerorhinus sumatrensis itu mati tiga pekan setelah berada di kandang sementara.
Ini menjadi kabar duka bagi dunia konservasi sebab individu tersebut hingga kini menjadi satu-satunya badak sumatera di Kalimantan yang tertangkap secara fisik. Kabar kematiannya disampaikan oleh Kepala Biro Humas KLHK Novrizal Thahar. Kematiannya diduga infeksi akibat luka-luka dikakinya yang bekas terkena jerat dan tidakmampu beradaptasi di kandang barunya.
Induk Badak India (Unicorn Rhinocorus) dan Anaknya
    Matinya Badak sumatra yang rencananya akan dipindahkan ke habitat yang lebih aman di Hutan Lindung Kelian lestari yang luasnya 200 Ha dua kali lipat dari luas Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) di TN Way Kambas, Lampung.membuat keprihatinan semua pihak. Menurut rencana, translokasi badak Sumetera betina remaja ini akan dilakukan  Sayangnya, badak Sumatera betina tersebut ditemukan mati sebelum sempat dipindahkan ke suaka. Ini membuktikan begitu sulitnya menjaga dan mengamankan populasi badak walau sudah berada pada perlindungan pihak konservasi.

Distribusi Badak Sumatera di Kalimantan
   Setelah lama dianggap punah kemunculan kembali Badak sumatera di Kalimantan Timur adalah berita yang menggembirakan. Namun ini bukan berita mengejutkan buat admin, karena selama ini maaf, kepedulian dan perhatian pemerintah  sangat kurang. Selama ini Pihak yang terkait konservasi badak hanya pihak konservasi dan peneliti  asing yang begitu gigih seperti WWF yang terus melakukan monitoring keberadaan Badak sumatra di Kalimantan. Padahal kalau pemerintah daerah mau turun tangan dan ikut membantu sebenarnya keberadaan Badak sumatra tidak sebatas yang ada di Kalimantan Timur. Seperti ditemukannya Cula Badak Sumatra melalui sensor di Bandara Supadio yang akan dibawa penumpang ke Jakarta belum lama ini. Kemungkinan besar Cula Badak ini diambil dari populasi Badak di Provinsi Kalimantan Barat sekitar TN Bukit Raya yang berbatasan dengan Kalimantan Tengah. Cula Badak dan bagian bagian tubuh lainnya juga banyak ditemukan di rumah warga suku Dayak di Kalimantan Tengah dan cerita keberadaan Badak ini begitu mengakar dan menyatu dengan masyarakat suku Dayak.
    Tahun 2013 Tim WWF yang melakukan monitoring Badak sumatera menemukan jejak kaki badak dan bekas kubangannya di Kabupatan Barito Utara dan Murung raya, Kalimantan Tengah yang membuktikan bahwa populasi badak terdapat juga di Provinsi ini. Namun upaya perlindungan satwa ini terkendala oleh kurangnya perhatian pemerintah setempat, sehingga akhirnya para konservasi lingkungan lebih memilih melakukan penelitian di Kalimantan Timur yang berujung dengan ditemukannya populasi Badak sumatera di Kutai Barat dan Mahakam Hulu dalam 3 kontong habitat yang berdekatan. Sedangkan nasib badak di Kalimatan Tengah dan Kalimantan Barat terabaikan dan terancam kepunahan karena tak terawasi, terutama ancaman oleh pemburu lokal yang gemar mengoleksi bagian tubuh Badak sumatra.

Semangat Kalimantan Timur menjadi Provinsi Konservasi Badak
   Sejarah kepunahan badak sumatera di Malaysia, kini menghantui Kalimantan Timur (Kaltim). Semangat menjadi Provinsi Konservasi Badak, membuat Kaltim harus menempuh langkah-langkah penyelamatan. Tidak hanya membuat zonasi khusus, tapi juga berjuang menambah populasi individu badak.
Peneliti badak dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Agil mengatakan, pada awal 2000-an badak sumatera dinyatakan punah di Peninsula, Malaysia.
   Sebelumnya, untuk mempertahankan dan menambah jumlah populasi, Pemerintah Malaysia menempuh program konservasi utama yaitu patroli, proteksi dan monitoring intensif. Sayangnya, populasi menurun drastis sejak awal 1980. Pada 2012, Pemerintah Malaysia memasang 200 kamera jebak di Danum Valley, namun hanya satu individu badak yang tertangkap kamera pada 2014. Saat ini, masih tersisa tiga individu di daerah Sabah, yang berada di Rhino Sanctuary.
   “Sama seperti di Malaysia, status populasi badak di Kalimantan memiliki konsekuensi dan risiko populasi kecil menuju kepunahan spesies. Faktanya, populasi badak sumatera menurun drastis dari 1984 hingga 2015. Selama 40 tahun, penyusutan populasi badak sumatera mencapai 90 persen,” ungkapnya pada Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur, di Samarinda, Selasa (14/03/17). 
Najag, tampak sehat ketika baru di tangkap di Kutai Barat
     Populasi badak sumatera memang mengkhawatirkan, sebab jumlahnya menurun, paling tidak stagnan. “Sejak 1995 hingga sekarang, monitoring badak dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Kedua area tersebut, merupakan wilayah yang dilindungi secara intensif. Laporan dan temuan perburuan badak di area dengan proteksi yang instensif tidak ditemukan perburuan badak (rhino zero poaching). Tidak ada laporan atau temuan badak mati di TNBBS setelah 2001 dan di TNWK sejak 2006,” kata Agil.
    Dari catatan peneliti, populasi badak sumatera saat ini dinyatakan sangat kritis. Terjadi penurun dari 800 individu pada 1984 menjadi sekitar 72 individu (2015) berdasar penelitian Nardelli (2014) dan PHVA (2015). Tidak ada populasi viabel di semua kantong habitat.
   Dengan jumlah yang sedikit itu, lanjut Agil, akan sangat sulit menyatukan perkawinan antara badak jantan dan betina. Sedangkan potensi perkawinan sedarah (inbreeding) meningkat dan tidak menambah jumlah kelahiran. “Populasi badak sumatera yang tersebar dengan populasi kecil atau kurang dari 15 individu per kantong habitat, sangat sulit untuk menyatukan dan mengawinkan badak jantan dan betina. Potensi perkawinan sedarah tinggi, namun jumlah kelahiran sangat rendah,” tambahnya.
   Agil menerangkan, yang menjadi faktor utama kepunahan badak sumatera adalah populasi. Selain itu populasi badak juga rawan allee effect, indeks inbreeding tinggi, heterositas genetik populasi rendah, timbul kasus patologi pada saluran dan organ reproduksi hingg potensi muncul gen-gen resesif letal (mematikan) atau morfologi abnormal. “Statusnya sangat kritis, apabila tidak ada tindakan penyelamatan, kepunahan akan benar-benar terjadi.”

Program prioritas 
   Badak di Kalimantan dipastikan keberadaannya pada 2013 di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur oleh WWF Indonesia. Populasinya diperkirakan sangat kecil, 3 sampai 12 individu di tiap kantong berbeda yang tersebar di Kutai Barat (Kubar) dan Mahakam Ulu (Mahulu). Diperkirakan, saat ini jumlah badak yang ada di Kaltim hanya 15 individu. Sedangkan jumlah di seluruh Kalimantan, belum diketahui pasti.
“Mereka (badak) ini terpisah tanpa ada akses transfer darah baru atau new blood (genetic exchange) antara subpopulasi. Ini masalah utama,” kata Agil.
   Mengenai masalah badak yang ada di Kaltim, Agil melanjutkan, fokus utamanya apakah harus bertahan atau akan punah seperti di Malaysia? Apa yang harus dilakukan untuk mencegah kepunahan?
“Harus ada revolusi konservasi badak guna menghasilkan anak-anak badak. Proteksi, monitoring, penyelamatan populasi dan habitat penting dilakukan.”
Video Keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan
Meski demikian, pogram konservasi badak dengan populasi kecil harus menggunakan asesmen saintifik yang sangat berguna untuk menemukan badak tersisa di habitatnya, status reproduksi serta variasi genetik (heterosis) dalam populasi. “Masih adakah populasi yang viable di masing-masing kantong? Viable population adalah populasi terkecil yang dapat bertahan tidak akan punah,” katanya.
Untuk itu, lanjutnya, program prioritas konservasi badak di Kalimantan ini dapat dilakukan.
Penyelamatan di Kalimantan Timur
   Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Kaltim, Sunandar Trigunajasa, mengatakan pihaknya telah menyiapkan langkah penyelamatan badak sejak 2015. Di mulai 20 Januari 2015, BKSDA Kaltim telah melakukan pengecekan lapangan dan koordinasi dengan pihak terkait yakni Dishut Kubar, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, WWF dan Dit.KKH, mengenai keberadaan dan kondisi badak di Kubar.
  Setelah itu, pada 20 Maret 2015, pihaknya melakukan survei gabungan pendahuluan rencana penyelamatan/translokasi badak di Kutai Barat. “Ada tiga kantong penyebaran, namun hanya terindikasi di kantong 1 dan 3,” ujarnya.
Hasil survei lapangan menunjukkan, rencana area konservasi badak berada di Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL). Di kawasan HLKL dan kantong 1, diyakini berpotensi sebagai habitat badak yang aman juga pengembangan populasi liar. Ini dilihat dari kesesuaian habitat, yakni kelerengan, sumber air, dan potensi keragaman pakan yang mencapai 82 jenis.
 Badak Sumatra di Kalimantan Timur
    Sementara di kantong 3, habitatnya cukup baik (jenis pakan, kubangan aktif, air, dan topografi). Ditemuan jejak, feces, plintiran, gesekan, satlick dan tanda-tanda satwa lain. Namun, dilokasi tersebut memiliki ancaman tinggi, yakni pertambangan, perkebunan sawit, ilegal logging, pencari gaharu dan klaim lahan. Di kantong 3 inilah, temuan foto dan video dua badak.
“Dalam rangka penegakan hukum terhadap kegiatan yang mengancam keberadan badak dan habitatnya, diperlukan kolaborasi berbagai pihak, juga pemerintah pusat dan daerah. Status kawasan juga kurang mendukung pembangunan sanctuary,” ungkapnya.

Provinsi istimewa
    Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), Widodo S. Ramono, mengatakan, badak itu sangat istimewa. Otomatis, wilayah yang ada badaknya juga istimewa. Berbeda dengan satwa lain, badak memiliki siklus kawin yang tidak sering. Untuk menambah populasi, dibutuhkan waktu bertahun lamanya.
“Kenapa saya bilang istimewa, karena badak merupakan satwa lindung spesial. Ketika populasi badak bertambah, itu kabar paling membahagiakan. Sebab, untuk kawin saja tidak gampang. Badak betina tidak selalu menginginkan perkawinan walau bertemu badak jantan. Ketika pertemuan itu, mereka akan berkelahi, cula, tapak, dan kulit bisa terluka,” jelasnya.
Badak Sumatra dan Anaknya
    Sebagai Provinsi yang didiami badak, Kaltim patut bersyukur. Dengan adanya langkah penyelamatan, diharapkan Kaltim mampu menjadi provinsi yang berhasil menambah populasi badak.
“Badak tidak diam di suatu tempat, selalu berjalan dan terus melangkah. Ancaman aktivitas manusia di hutan membuat badak harus menemukan tempat baru. Mungkin saja, dulunya dia bukan di Kutai barat, tapi karena ancaman itu ada akhirnya menemukan Kutai barat sebagai habitat barunya,” pungkasnya.
   Admin menduga populasi badak sumatra di Kutai Barat berkerabat bahkan mungkin pelestari dari wilayah Kabupaten Barito Utara dan Murung Raya, Kalimantan Tengah yang sempat ditemukan Tim WWF tahun 2013. Namun nampaknya keberadaan Badak Sumatera di Kalimantan Tengah kurang mendapat perhatian, mengingat dana konservasi membutuhkan biaya besar dan itu bisa dilakukan oleh Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam melimpah dari Minyak dan Gas Bumi. Namun buat Kalimantan tengah yang minim APBD rasanya sulit apabila tidak didukung dana pusat untuk ikut bersama menjaga dan melestarikan Badak di wilayahnya. Bahkan yang memprihatinkan ada wacana membangun rel kereta api pengangkut Batubara ke lokasi habitat badak sumatera di Barito utara dan Murung raya yang berbatasan dengan Kalimantan Timur. Dan tentunya wacana ini membahayakan kelangsungan hidup Badak Sumatera di Kalimantan Tengah yang selama ini tidak pernah diperhatikan dan membawa Badak sumatera di wilayah ini ke jurang kepunahan tanpa sempat di buktikan keberadaannya.

Sumber Referensi : Mongabay Indonesia, WWF Indonesia

WORLD RHINO DAY : SELAMATKAN BADAK

    Menyambut peringatan Hari Badak Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 September 2017 ini, Admin mengangkat topik tentang Mamalia Darat terbesar kedua setelah Gajah yang populasinya dari tahun ke tahun semakin berkurang, yaitu Badak : Mamalia berkulit tebal dan memiliki cula dibagian depan moncong kepala yang menjadi senjata bela diri hewan ini namun juga menjadi incaran para pemburu yang ingin mengambilnya dan memperjualbelikannya di pasaran gelap. Dalam banyak kasus untuk mendapatkan Cula Badak para pemburu tidak segan-segan membunuh dan membantai hewan ini sehingga populasinya semakin berkurang bahkan punah lokal di beberapa habitatnya di dunia.
Ayah, Ibu dan Anak Badak Putih Afrika bermain
    Kini tersisa 5 Jenis Badak yang masih bertahan di dunia padahal satwa yang diperkirakan sudah bermukim di bumi sejak 60 juta tahun yang lalu ini awalnya berjumlah 30 jenis, namun seiring waktu secara perlahan beberapa subspesies mengalami kepunahan. Dari ke 5 jenis Badak yang tersisa di dunia, 2 subspesies ada di Indonesia yaitu Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) yang bertahan hidup di TN Ujung Kulon Pulau Jawa dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang hidup di Pulau Sumatera dan Kalimantan. 
   Badak merupakan satwa berkuku ganjil (Perrisodactyla) yang masuk dalam anggota super-famili Rhinoceratoidea, keluarga super yang menghimpun seluruh spesies badak termasuk seluruh fosil keluarganya. Bila dirunut, badak berasal dari rumpun Hyracodontidae (badak yang suka berlari) dari zaman Eocene hingga keberadaannya melimpah di zaman Oligocene yang ditandai dengan berbagai jenisnya.
    Ciri istimewa lainnya adalah badak memiliki pertulangan yang hampir menyerupai gajah yaitu memiliki sistem tulang belakang dengan neural spines yang panjang dengan tulang rusuk yang banyak. Secara bersama, tulang tersebut membentuk satu ikatan pemikul beban yang bertumpu pada bahu depan sebagai pengimbang beban kepalanya yang berat. Uniknya, semua jenis badak yang ada saat ini memiliki tiga jari pada kaki-kakinya, sebagai hal yang membedakan dengan pendahulunya dengan empat jari pada kaki-kakinya.
 Badak Hitam Afrika (Diceros bicornis)
     Seiring evolusi dan kepunahannya, kini, badak tersisa di dunia hanya 5 jenis yang persebarannya hanya di Benua Afrika (2 jenis) dan Asia (3 jenis). Jenis tersebut adalah badak india (Rhinoceros unicornis), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), dan dua badak di Afrika yaitu badak hitam (Diceros bicornis) dan badak putih (Ceratotherium simum).
    Indonesia boleh berbangga memiliki 2 subspesies Badak yang masih bertahan kelestariaannya hingga saat ini, namun kebanggaan ini jangan membuat kita lengah tanpa ada upaya konservasi yang ketat disertai regulasi hukum buat pelaku pemburu badak yang masih ada terutama di Pulau Sumatera yang cakupan hutannya cukup luas sehingga memungkinkan para pemburu cula badak mencari celah dari aparat penagak hukum dan melakukan perburuan satwa langka kebangggan Indonesia ini. 
Badak Sumatera dan Anaknya
   Dalam sejarahnya Badak Sumatera mempunyai habitat dengan distribusi yang luas mulai dari Assam (India)Myanmar, Thailand,Indo-china, Malaysia dan Kalimantan (Sabah/Malaysia). Namun saat ini Badak sumatera tidak lagi ditemukan di daerah-daerah tersebut. Populasi terakhir di Malaysia punah tahun 2015, sehingga populasi Badak sumatera hanya tersisa di Indonesia. Namun populasinya terus menurun dan hanya ditemukan di Taman Nasional Leuser, Bukit Barisan Selatan, dan Way Kambas di Pulau Sumatera. Sedangkan di Kalimantan yang awalnya dianggap punah ternyata secara mengejutkan ditemukan populasi kecil sekitar 8 ekor badak bertahan di TN Kutai Barat.
    Tidak berbeda dengan Badak Sumatera, nasib Badak Jawa juga mengalami hal sama, bahkan populasi Badak Jawa yang dulu ditemukan di daratan Asia dari India, Indo-china, semenanjung Malaya dan Pulau Sumatera saat ini distribusinya terbatas di satu tempat sebuah Taman Nasional kecil yaitu Ujung Kulon. Badak Jawa terakhir di daratan Asia dinyatakan punah setelah pelestari terakhir ditembak pemburu di TN Cat Thien, Vietnam sehingga TN Ujung Kulon merupakan satu-satunya tempat di dunia tempat bertahannya populasi Badak Jawa, hewan paling langka di dunia.
   Tragis memang nasib Badak Jawa, setelah hampir seabad lebih menjelajah hutan hujan di Pulau Jawa, kini mereka tersudut pada habitat sempit di ujung barat pulau Jawa yang sangat rentan dengan bencana. Perlu ada upaya relokasi sebagian Badak Jawa ke habitat yang lebih aman dengan memperluas TN Ujung Kulon kearah Timur dan menyambung dengan koridor hutan yang tersisa ke TN Gunung Halimun-Salak hingga kekuatiran bencana Tsunami apabila Anak Krakatau meletus dahsyat tidak sampai merenggut populasi Badak Jawa yang tersisa di Ujung Kulon.
Badak Jawa di Cigenter, Ujung Kulon
   Admin ingat dan paham benar bahwa ancaman populasi Badak selain faktor alam adalah faktor manusia. Masyarakat Badui di Lebak masih begitu kental dan dekat dengan sosok Badak Jawa yang berarti kepunahan Lokal Badak Jawa di daerah itu belum begitu lama. Demikian pula bila kita mendaki gunung Gede-Pangrango maka kita akan menjumpai pos pendakian Kandang Badak yang berarti mamalia ini dalam sejarahnya pernah mendiami kawasan ini. Adanya Populasi Badak Jawa di kawasan ini sempat disaksikan Junghun Botanis Jerman pada tahun 1839 ketika mendaki gunung Gede-Pangrango saat dua badak Jawa dilihatnya berendam di sungai kecil di kawasan ini. Sedangkan Badak Jawa terakhir di luar Ujung Kulon sengaja ditembak di daerah Tasikmalaya tahun 1934 oleh aparat Belanda dengan dalih mamalia ini tinggal tersisa sendirian, dan akhirnya ditembak mati untuk mengakhiri penderitaannya. Keputusan ini diambil karena Badak Jawa Jantan ini sejak tahun 1914 kehilangan pasangan betinanya yang mati ditembak pemburu. Untuk menyelamatkannya dari pemburu dan usianya yang sudah tua maka Badak Jawa Jantan ini akhirnya ditembak mati di daerah Sindangkerta, Tasikmalaya guna kepentingan Ilmu Pengetahuan. Spesimen Badak Jawa jantan yang ditembak ini bisa kita lihat awetannya di Museum Zoologi, Bogor.
   Untuk mengetahui bagaimana kondisi perkembangan terakhir populasi Badak Sumatera dan Jawa, adimin mengutip artikel yang ditulis di Laman Mongabay, situs lingkungan yang berpusat di Amerika Serikat namun sangat peduli dengan pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia dengan tulisannya yang cerdas, informatif, detail, akurat , lengkap dan dapat dipercaya.

Badak Sumatera
    Badak bercula dua ini posturnya paling kecil bila dibandingkan dengan jenis badak lainnya, tingginya sekitar 120 cm-135 cm dengan panjang tubuh 240-270 cm. Pemberian nama Dicerorhinus sumatrensis oleh Fischer pada 1814 dianggap paling tepat yang hingga kini tetap dipertahankan meskipun pernah juga diberikan nama berbeda seperti Ceratorhinus sumatrensis (sumatranus) maupun Rhinoceros lasioti.
    Widodo S. Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI) menyatakan, populasi badak sumatera saat ini cenderung menurun. Bila tahun 1993 jumlahnya diperkirakan sekitar 200 individu, saat ini susut menjadi 100 individu. Keberadaan badak ini tersebar di Taman Nasional gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, hingga di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Sedangkan di Kerinci Seblat, diperkirakan sudah tidak ada lagi. “Sejak para ahli menyatakan badak sumatera yang ada di hutan Malaysia punah, Agustus 2015 ini, praktis keberlanjutan hidup badak tersisa bergantung pada keberhasilan dan upaya konservasi kita semua,” ujarnya saat gelaran World Rhino Day di Jakarta, Minggu (27/9/15).
 Badak Sumatera di TN Way Kambas
     Menurut Widodo, populasi besar badak sumatera sekarang terbatas, sekitar 30-35 individu. Sisanya, sangat sedikit sekali. Sehingga, semakin kecil populasi badak semakin rentan pula menuju kepunahan. Habitat badak yang tergerus akibat perambahan hutan dan pembalakan liar turut mempercepat proses kepunahan. “Ini juga ditambah dengan adanya tumbuhan spesies yang sifatnya mengganggu tanaman pakan badak. Misalnya, di Bukit Barisan Selatan ada tanaman merambat dari keluarga ubi jalar sedangkan di Way Kambas, bahaya muncul dari tanaman kayu putih yang menutupi padang rumput.”
    Agar kelestarian badak sumatera terjaga, lanjutnya, upaya utama yang harus dilakukan  adalah menjaga keberadaan badak agar aman dari berbagai ancaman. Terlebih perburuan. Langkah berikutnya, bila memungkinkan mengembalikan kembali populasi badak seperti sediakala. “Ini juga kalau bisa.”
   Terkait keberadaan badak sumatera dengan populasi kecil, sekitar 8 individu yang teridentifikasi di Kalimantan Timur, Widodo menuturkan, bila dibiarkan, badak tersebut tidak akan selamat. Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan agregasi agar badak-badak itu lebih sering bertemu untuk berbiak. “Badak sumatera tidak mudah untuk breeding, dalam satu periode estrous antara 20-25 hari hanya ada 4 hari badak betina mau didatangi badak jantan. Untuk itu, populasi badak yang berjumlah besar harus dilindungi sedangkan populasi kecilnya harus dipersatukan.”   
Senada, Haerudin R. Sadjudin, ahli badak yang telah berkecimpung empat dasawarsa dalam program konservasi badak di Indonesia menuturkan, kondisi badak sumatera memang sangat mengkhawatirkan. Ini ditandai dengan jumlahnya yang hanya 100 individu dan berada di empat tempat berbeda. “Tahun 1980-an, sebarannya masih ada di Vietnam, Thailand, dan Kamboja. Tahun 1990 hingga 2000-an, masih terlihat juga di Sabah dan Serawak, Malaysia. Kini, badak sumatera tersisa hanya ada di Indonesia yang diharapkan dapat dijaga dan dikembangkan populasinya.”
    Terkait populasi badak sumatera yang ada di Kalimantan, Haerudin menuturkan, bila dilihat dari catatan zoogeography, persebaran badak dari Sumatera, Semenajung Malaysia, dan Kalimantan, menunjukkan badak merupakan satwa yang berada di bagian Oriental. Awalnya, disatukan dengan Sunda Land. Saat badak sumatera masih tersebar di Tiongkok, India, Bangladesh, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaysia, termasuk Kalimantan dan Sumatera, badak ini diklasifikasikan dalam tiga subjenis berdasarkan persebarannya.
    Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis berada di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni wilayah Kalimantan. Sementara Dicerorhinus sumatrensis lasiotis tersebar mulai dari Myanmar bagian utara hingga Assam dan Pakistan bagian timur. “Artinya, bukan badak sumatera yang ada di Sumatera “merantau” ke Kalimantan atau Malaysia. Namun, semua itu disatukan tata namanya oleh Linnaeus (1786) yang mendapatkan spesimen awal badak dari Sumatera,” jelas Haerudin.

Badak jawa
    Setali tiga uang, kondisi badak jawa juga memprihatinkan. Sejak dinyatakan punah di Vietnam pada 2010, saat ini badak jawa hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Banten. Berdasarkan catatan Balai TNUK 2015, jumlahnya diperkirakan sekitar 60 individu. Bila dilihat persebarannya dahulu, badak jawa berada di wilayah yang luas yaitu Bengal hingga Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Jawa.
 Video Badak Jawa Di Ujung Kulon
    Sunarto, Wildlife Specialist WWF-Indonesia menilai, populasi badak jawa saat ini masih stagnan sehingga perlu strategi untuk mengembangkan populasinya. Pengembangan populasi ini, nantinya tidak hanya untuk menambah jumlah saja melainkan juga untuk menyelamatkan mamalia besar ini dari kepunahan.
    Strategi yang dimaksud adalah melalui ‘kloning” dengan individu lain, mengingat jumlah badak yang ada di Ujung Kulon sekitar 60 individu, termasuk dengan tiga kelahiran bayi badak juga. “Usaha dan upaya mengembangkan populasi badak dengan individu lain ini sayangnya menghadapi kendala ketersediaan habitat. Padahal, badak jawa akan lebih terancam bila populasinya hanya terdapat di satu wilayah saja. Apalagi, wilayah ini makin terancam,” ucapnya saat peringatan Hari Badak Internasional di Jakarta, belum lama ini.
    Menurut Sunarto, WWF-Indonesia saat ini sedang melakukan survei habitat dengan melihat kesesuaian biofisik. Tentunya, ada beberapa faktor yang harus pertimbangan dalam penentuan habitat baru tersebut. Diantaranya, ketersediaan pakan, kubangan untuk reproduksi, biaya pemindahan, dan risiko pemindahan. “Sejumlah lokasi alternatif yang berada di sekitar TNUK merupakan prioritas untama konservasi badak jawa yang harus dilakukan.”
    Selain strategi “kloning” dan penyediaan habitat alternatif, Sunarto juga menyebut, harapan lain untuk mengetahui populasi badak jawa melalui penggunaan kamera jebak. Kamera ini disebar dan dipasang di habitat badak. Data yang diperoleh dari jepretan itu diolah untuk mengembangkan peta persebaran atau jelajah individu badak yang dipantau. Tujuannya, untuk mempersiapkan individu yang akan dipindahkan.
   “Data yang dikumpulkan dari kamera jebak tersebut seperti penampakan individu, wilayah jelajah, jenis kelamin, waktu kemunculan, dan keaktifan individu. Tentu saja untuk mendapatkan data-data ini jumlah dan kapasitas kamera jebak harus dioptimalkan. Saat ini, terdapat 120 kamera jebak di TNUK.”
 35 Individu Badak Yang Terekam Kamera Trap Di TN Ujung Kulon
    Sunarto menambahkan, kamera jebak yang ada saat ini masih dioperasikan manual. Sehingga, harus dicek berkala, apalagi kamera masih terkendala dengan ketersediaan sumber daya (baterai). Jika bisa tersambung dengan solar panel dan nirkabel, tentu akan lebih memudahkan. Meski begitu, kamera yang ada ini masih bisa dioptimalkan fungsinya. Contohnya bisa memindai tingkah laku badak, hormon, atau jenis individunya.
Tatang Mitra Setia, pengajar di Fakultas Biologi Universitas Nasional menuturkan, badak sering disebut binatang pemalu terhadap manusia. Namun, badak bukan pemalu, tetapi karena penciumannya sangat sensitif terhadap manusia.
    Tatang pun menjelaskan mengapa badak suka berendam dan berkubang di lumpur. Ini dikarenakan untuk melindungi dirinya, selain sebagai ajang pendekatan individu jantan dan betina. “Kubangan itu tempat “pedekate” mereka sebelum mereka melakukan perkawin.”
    Persebaran badak jawa yang berada di TNUK saat ini masih dibatasi oleh ketersedian air, potensi pakan, kondisi tofografi, dan gangguan baik dari alam maupun manusia. Berdasarkan catatan penelitian, badak jawa terakhir yang hidup di Myanmar pada 1920, mati ditembak untuk koleksi British Museum. Badak Jawa terakhir juga ditembak mati di Perak Malaysia tahun 1932 juga untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan koleksi Museum, Sedangkan badak jawa yang berada di Sumatera, diperkirakan mulai punah pada pertengahan 1940-an setelah 12 ekor ditembak pemburu belanda antara tahun 1925-1930. Sedangkan badak jawa terakhir di daratan Asia, ditembak mati oleh pemburu di Taman Nasional Cat Thien, Vietnam pada bulan Aprl 2010. Saat ini harapan bergantung pada Indonesia, sebagai satu-satunya negara yang masih memiliki populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Mari kita bersama-sama menjaga, melestarikan dan bahu-membahu mengamankan Badak Jawa sampai titik darah penghabisan.
   
Sumber Referensi : Mongabay Indonesia, WWF Indonesia

Kamis, 21 September 2017

HARIMAU JAWA MUNCUL KEMBALI DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, BENARKAH ?

    Berita mengejutkan dilansir oleh Laman Inilah.Com dan dipublish juga melalui chanel Youtube tentang munculnya kembali Harimau Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Berita yang dilansir berdasarkan pengakuan Petugas Jagawana TN Ujung Kulon Muhammad Ganda Putra yang mengaku melihat sosok kucing besar loreng mirip Harimau ketika sedang bertugas mendata populasi Banteng Jawa pada tanggal 25 Agustus 2017 hampir sebulan lalu. Ia baru berani menceritakan kesaksiannya pada pers tanggal 13 September lalu, setelah yakin yang dilihatnya benar-benar kucing besar mirip Harimau Jawa.
Admin Blog menduga itu Pasti Macan Tutul, bukan Harimau Jawa seperti Gif diatas
    Seperti kita ketahui Harimau Jawa sudah dinyatakan punah oleh WWF sejak tahun 1980-an dan diperkuat oleh pernyataan punah oleh lembaga Konservasi Dunia IUCN pada tahun 1990-an dan CITES pada tahun 1996. Namun Pemerintah Indonesia sendiri sampai saat ini belum memberikan pernyataan punah resmi terhadap satwa kharismatik dari Tanah Jawa ini, kecuali LIPI pada tahun 1989. Pernyataan punah baru dinyatakan oleh pihak konservasi asing, sedangkan dari pihak indonesia sendiri masih meyakini keberadaan subspecies Harimau terbesar yang dimiliki Indonesia ini berdasarkan pengakuan masyarakat sekitar hutan, pecinta alam, petugas kehutanan, maupun petugas konservasi lainnya bahwa Panthera Tigris Sondaicus ini masih eksis walaupun bukti fisik berupa foto tidak pernah ditemukan.
  Dari beberapa monitoring dan penjelajahan di hutan-hutan tempat Harimau Jawa terlihat terakhir seperti di TN Meru Betiri, Gunung Slamet, Alas Purwo oleh para peneliti anak negeri seperti yang dilakukan Bapak Didik Haryono dan Eko masih dijumpai bekas cakaran di pohon, maupun fases yang setelah diteliti milik Harimau Jawa bukan Macan Tutul. Demikian pula bekas bulu yang menempel dan air seni di dedaunan yang menjadi bukti daerah homerange atau teritorinya juga masih ditemukan oleh Tim Peduli Karnivor Jawa, namun sayang bukti fisik foto yang diharapkan dari beberapa kamera Trap yang dipasang tidak satupun yang berhasil mengambil gambar sosok Harimau Jawa ini.
   Berikut ini kutipan pengakuan petugas Jagawana yang admin kutip dari Inilah.Com
 Inilah Cerita Penemuan Terduga "Harimau Jawa"
14 Sep. 2017 13:52

INILAHCOM, Ujung Kulon - Harimau Jawa yang telah dinyatakan punah oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1989 silam diduga kembali ditemukan di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Pegawai Balai TNUK, Muhammad Ganda Putra adalah yang pertama kali menemukan seekor 'kucing besar' yang diduga adalah harimau Jawa yang telah dinyatakan punah tersebut. Ssaat dia tengah melakukan inventarisasi Banteng pada 25 Agustus 2017.
"Waktu itu jam 11 siang saya liat ada kucing besar, tapi ada lorengnya bukan kaya macan tutul. Tapi saya nggak bawa kamera dan agak takut-takut jadi nggak dideketin," kata Ganda di Ujung Kulon kemarin, Rabu (13/9/2017).
Dari ciri-ciri yang dia amati saat itu, Ganda menambahkan, ciri yang dimiliki itu sangat cocok dengan harimu Jawa yang sudah tidak ditemukan lagi sejak 28 tahun yang lalu. Ditambah lagi dengan ukuran tubuhnya yang lumayan besar sehingga lorengnya terlihat jelas.
Berselang beberapa jam kemudian tepatnya pukul 17.20, beruntung Ganda kembali melihat jenis yang sama saat tengah berada di padang penggembalaan Cidahu. "Ada satu ekor, tapi lebih kecil dari yang siang, lagi makan bangkai banteng. Kali ini saya semakin yakin kalau bukan macan karena keliatan banget ekornya melingkar dan loreng di badannya," jelas dia.
Dugaan ini diperkuat lagi oleh Ganda ketika ia dan timnya mendengar suara auman yang lumayan keras mirip suara harimau.
Kepala Balai TNUK, Mamat Rahmat membenarkan apa disampaikan oleh timnya ini. Dia menambahkan bahwa dugaan ini semakin kuat karena beberapa kali ada masyarkat yang melaporkan melihat sesosok kucing mirip harimau.
"Iya sempat ada beberapa kali masyarakat yang lagi ziarah lapor kalau liat kucing besar. Cuma saya masih belum berani bilang kalau itu harimau Jawa," kata Rahmat.
Rahmat mengatakan bahwa pihaknya akan membentuk tim ekspedisi Harimau Jawa untuk membuktikan apa yang telah disampaikan oleh tim ini dan pernyataan masyarakat ini.
Foto terduga Harimau Jawa di TN Ujung Kulon
  Membaca berita kemunculan Harimau Jawa mengingatkan kembali Admin Blog ini ketika melakukan observasi dan penjelajahan lokasi di desa Darmasari, Lebak Banten yang berdekatan dengan Taman Nasional Ujung Kulon pada tahun 1990, dimana saat itu Tim mendapat pengakuan kesaksian dari warga bahwa mereka masih melihat sosok Harimau Jawa ini di hutan Lindung yang menjadi koridor lintas satwa dari TN Ujung Kulon dengan TN Halimun Salak. Namun kemunculan Harimau loreng yang diduga Harimau Jawa itu jarang terjadi hanya saat tertentu terutama pada musim kemarau. Menurut warga selain Macan tutul,Sosok yang diduga Harimau Jawa ini ikut turun mencari sumber air dekat pedesaan. Saat itu konsentrasi admin adalah mencari lokasi KKL dengan sasaran Sosial Budaya Masyarakat yang masih berkerabat dengan suku badui bukan meneliti kondisi flora faunanya dan sebagai bagian salah satu persyaratan pemenuhan kuliah di jurusan Pend.Geografi IKIP Jakarta.
 Persepsi yang sering keliru Macan Tutul disamakan dengan Harimau Jawa
   Oleh karena itu kesaksian masyarakat kita abaikan, karena selama ini yang sering admin alami adalah persepsi yang keliru dari masyarakat dengan menyamakan Macan Tutul Jawa dengan Harimau Jawa. Yang mereka lihat sebenarnya adalah Macan Tutul namun diakui sebagai Harimau Jawa, dan ini juga yang admin rasakan dengan kesaksian para pendaki gunung yang katanya melihat Harimau Jawa namun sebenarnya yang mereka lihat adalah Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas). Namun Admin ragu apakah dari sekian banyak kesaksian adalah salah persepsi ? Apakah Mahasiswa yang berpendidikan tinggi tidak bisa membedakan Macan tutul dengan Harimau Jawa ? Jawabannya Iya. Seorang guru Biologi yang jelas berlatar belakang sciene alam saja masih tidak bisa membedakan macan Tutul dengan Macan Loreng.Ini dialami admin di sekolah yang harus berdebat dengan guru biologi hanya disebabkan peryataan admin bahwa Macan tutul Jawa masih banyak ditemukan di Gunung Salak dibantah beliau dengan mengatakan tidak mungkin ada Macan Tutul di gunung Salak, karena daerah jelajahnya terlalu sempit. Kalaupun ada Macan Tutul itu di kebun binatang termasuk harimau Jawa masih ada di kebun-kebun binatang termasuk Taman Safari... begitu alasan beliau. 
    Bayangkan, seorang guru Biologi menganggap harimau Jawa masih ada dan banyak dipelihara di kebun binatang ? Aneh !! Akhirnya saya menjelaskan : Bu, Harimau Jawa sudah lama punah , yang di Kebun binatang dan Taman Safari itu adalah Sub spesies Harimau Sumatra (Panthera Tigris Sumatrae). Benar Home range atau daerah jelajah Harimau Jawa itu luas paling tidak membutuhkan 20 Km2 per ekor, jadi sulit buat Harimau Jawa bertahan di pulau yang begitu padat dan hutannya sudah terfermantasi menjadi petak-petak kecil. Namun Macan Tutul Jawa masih ada dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya dengan baik terutama di hutan-hutan pegunungan Jawa. Dengan mata kepala saya sendiri melihat beberapa kali berpapasan dengan Macan Tutul Jawa ini ketika masih aktif mendaki gunung dulu. Macan tutul dan Macan Kumbang itu sama satu subspesies dengan nama latin Panthera Pardus Melas, perbedaan warna dan corak tutul dan hitam hanyalah variasi genetika tapi mereka masih satu jenis dan sering saya lihat Macan tutul dan Macan kumbang bersama-sama istirahat atau bermain.
Dari ukurannya, sebenarnya jelas yang difoto adalah Macan Tutul seperti ini
   Saya menjelaskan, Harimau Jawa sudah dinyatakan punah oleh IUCN dan WWF dan rasanya kalaupun ada beberapa populasi kecil Harimau Jawa yang tersisa di Taman Nasional Meru Betiri tahun 1980-an, rasanya sulit berkembang biak. Harimau yang terisolasi di sebuah habitat Hutan sempit akan mengalami kesulitan berkembang biak. Akan rawan terjadi kasus Inbreeding dimana perkembangbiakan mereka terbatas pada populasi sisa yang masih satu darah, dan ini akan menyebabkan kegagalan perkembangbiakan karena mereka kawin dalam satu gen.
   Ternyata pendidikan tidak menjamin mereka memahami dan menguasai pengetahuan tentang fauna, dan ini juga yang saya ragukan dengan pernyataan Petugas Jagawana TN Ujung Kulon. Benarkah yang dia lihat adalah sosok Harimau Jawa ? Jangan-jangan yang dilihat adalah Macan Tutul. Namun melihat pengakuan yang dirilis di berita online Inilah.com dan Youtube bahwa dia sudah lama mengontrol dan patroli TN Ujung Kulon dan bisa membedakan Macan Tutul dan Macan Loreng keraguan saya sedikit hilang, namun apakah pengakuan ini bisa dipercaya ? Apakah petugas ini berbohong ? Atau berita ini Hoax belaka ? Mudah-mudahan ini berita benar sehingga penantian panjang tentang kepastian masih eksisnya Harimau Jawa bisa terjawab.
Nah ini baru Harimau Jawa melintas di Taman Nasional Ujung Kulon Tahun 1938
   TN Ujung Kulon adalah tempat perlindungan terakhir bagi Badak Jawa, dan potret terakhir Harimau Jawa yang masih hidup juga didapat di Taman Nasional ini. Pengakuan warga masyarakat sekitar Taman Nasional Ujung Kulon yang melihat sosok kucing besar mirip Harimau Jawa setahun terakhir juga bisa menjadi pegangan terutama Kepala BKSDA Banten dan Ujung Kulon untuk segera menindak lanjuti laporan ini tentunya dengan melakukan ekpedisi pembuktian keberadaan Harimau Jawa dengan memasang Kamera Trap di lokasi yang menjadi kesaksian terakhir Bpk.Muh.Ganda melihat sosok harimau loreng ini. Dan tentunya ini akan menjadi berita besar buat dunia bukan hanya Indonesia tentang kembalinya lagi Harimau Jawa Sub spesies Panthera Tigris yang sudah dinyatakan punah . Kita berharap keajaiban ini benar-benar terjadi bukan berita hoax memalukan yang membuat malu Indonesia di dunia Internasional.
  Penasehat senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Profesor San Afri Awang mengatakan harimau Jawa disebut punah salah satunya karena sudah jarang ditemui secara langsung. Besar kemungkinan foto yang diduga harimau Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) adalah harimau Jawa.
   "Kalau di hutan hewan itu secara umum kalau populasinya sudah sedikit kan susah untuk diketahui. Kalau populasinya banyak, nah sering dijumpai orang. Tapi harimau Jawa itu sudah jarang dijumpai, tidak berarti yang kita sebut punah itu punah betul," ujar San Afri kepada detikcom, Rabu (13/9/2017).
    Menurut Afri perlu suatu metode untuk membuktikan bahwa harimau Jawa masih ada di kawasan TNUK. Salah satunya dengan menggunakan kamera jebakan (trap) yang biasa dipakai untuk mendeteksi berbagai jenis hewan di alam bebas.
     "Dengan kamera trap itu biasanya ketangkap hewan-hewan yang aneh, yang lewat, yang langkah, nah itu kan dianalisis. Sehingga dari hasil analisis itu kriterianya atau karakternya bisa jadi mendekati karaker Harimau Jawa yang dianggap punah itu. Kan kemungkinan-kemungkinan tetap ada, bahwa yang tertangkap kamera trap itu Harimau Jawa, ada kemungkinan," kata mantan Kepala Balitbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI ini.
Bila Foto dari jarak dekat jelas Terduga Harimau Jawa adalah sosok Macan Tutul Seperti ini
     Peneliti harus menunggu peredaran dan pergerakan dari hewan yang diduga harimau Jawa itu jika ingin membuktikan eksistensi kucing besar loreng itu. Butuh waktu yang lama dan sabar untuk menunggunya.
    "Kalau wildlife itu susah, ada cara kalau kita mau betul yakin kita pakai pembiusan, ditembak bius. Tapi itu kita harus tunggu betul, misalnya setiap tiga hari sekali dia lewat di kamera trap, ya sudah tiga hari kita tunggu. Setelah dibius, dari karakter luar saja kita sudah tahu. Kan kita sudah tahu Harimau Jawa itu seperti apa, tampak luarnya seperti apa, cukup dengan begitu (tampak luarnya) saja kita akan katakan ini harimau Jawa," jelasnya.
    Afri mengatakan daerah jelajah (home range) dari harimau Jawa bisa mencapai 100 kilometer. Ada dugaan harimau itu berasal dari wilayah lain yang ada di pulau Jawa.
     "Kalau dugaan saya dia nggak soliter (sendiri), mesti ada temannya. Kalau kita mendengar cerita harimau Jawa ini kan di Merapi kita masih dengar cerita dia masih dijumpai, kemudian cerita di Gunung Wilis, Jawa Timur itu juga masih dijumpai masyarakat, kemudian di Gunung Lawu juga ada cerita yang sama, bisa saja ini home range semakin jauh, tetapi pasti dia nggak sendirian," ungkapnya.
     Selain itu, daya tahan hidup harimau Jawa bisa mencapai 40 tahun. "Jadi kalau kita bilang punah setelah 10 tahun ya itu karena ketidaktahuan kita saja. Cuma populasinya sudah terlalu kecil sehingga kamera trap tidak bisa lagi menangkap," sebutnya.
     Harus ada upaya melestarikan kembali harimau Jawa yang diduga di Ujung Kulon jika terbukti benar. Salah satu yang dilakukan adalah mempelajari home range dari hewan tersebut. Namun KLHK terlebih dahulu akan membuktikan dan memastikan kebenaran spesies harimau Jawa di TNUK.
 I'am Leopard, No Tiger Profesor !!
    "Yang pertama habitat dia jangan diganggu, ruang hidup dia itu kan hutan, pakan dia tentu harus tersedia. Itu yang kita usahakan untuk tetap ada," jelas mantan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan ini.   
Panthera tigris sondaica, demikian nama ilmiah harimau endemik Pulau Jawa, sudah dinyatakan punah. The Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam situs resminya menjelaskan harimau Jawa sudah dinyatakan punah sejak dekade 1970-an. Penyebab kepunahan adalah perburuan, kehilangan hutan sebagai habitat, dan kehilangan mangsa.
    Harimau Jawa juga dipastikan punah lewat rapat Convention on International Trade in Endangered Species di Florida, Amerika Seerikat, pada 1996. Akankah temuan di Taman Nasional Ujung Kulon bisa mematahkan status kepunahan harimau Jawa?

Sumber Referensi : Detik.Com, Inilah Com

DINOSAURUS : REPTIL PURBA RAKSASA

    Dinosaurus adalah nama reptilia raksasa yang hidup pada masa Mesozoikum (230 juta-63 juta tahun lalu). Sebagian besar dari hewan yang hdidup di daratan ini memiliki ekor dan leher yang panjang. Anggota badan pada bagian depannya lebih pendek dari bagian belakangnya.
    Selain memiliki ukuran tubuh sangat besar, dinosaurus berbeda dengan reptilia lain dalam cara berjalan. Kaki dinosaurus berada di bagian bawah tubuhnya sehingga mereka dapat berjalan cepat dengan keempat kakinya. Dinosaurus berlari menggunakan kedua kaki belakangnya. Ekornya yang kuat menjaga keseimbangan tubuhnya. Cara berjalan tegak ini menunjukkan bahwa dinosaurus berdarah panas, berbeda dengan reptilia lain yang umumnya berdarah dingin.
 
Tyranosaurus Rex, pemakan daging
Fosil Dinosaurus
    Keberadaan dinosaurus di bumi ditunjukkan dengan penemuan fosil dinosaurus. Fosil adalah sisa-sisa tubuh hewan atau tumbuhan yang membatu pada lapisan geologi (lapisan yang terbentuk sesuai dengan umur bumi). Berdasarkan penemuan fosil tersebut diperkirakan dinosaurus pertama muncul di bumi pada periode Trias yaitu awal masa Mesozoikum. Pada saat itu bumi beriklim sejuk dan banyak terdapat hutan konifera. Pada periode berikutnya, yaitu periode Jura (180-185 juta tahun lalu), iklim bumi semakin hangat dan hutan menjadi sangat lebat. Pada saat itu diduga dinosaurus mendominasi kehidupan di daratan dan mencapai ukuran terbesarnya.
Brontosaurus, pemakan tumbuhan
Dinosaurus Herbivora
    Pada umumnya dinosaurus merupakan hewan herbivora (pemakan tumbuhan). Dinosaurus dari jenis ini antara lain adalah Brachiosaurus, Brontosaurus, Diploducus, Stegosaurus dan Pachycephalosaurus. Brachiosaurus memiliki ukuran panjang 23 m, tinggi tegak 13,5 m dan bobot sekitar 85 ton. Hewan ini berjalan cepat dengan empat kaki. Brontosaurus memiliki panjang 21 m dan bobot sekitar 35 ton. Hewan ini mempunyai ekor dan leher panjang. Diploducus memiliki panjang 26 m dan bobot sekitar 20 ton. Hewan ini hampir mirip dengan Brontosaurus, tetapi lebih ramping. Stegosaurus memiliki panjang 23 m dan bobot sekitar 20 ton. Hewan ini mempunyai kulit pelindung di atas punggungnya dan dua deretan perisai vertikal bertulang di sepanjang leher, punggung dan ekornya. Hewan ini berjalan lamban. Sedangkan Pachycephalosaurus memiliki bobot sekitar 20 ton. Tengkoraknya berbentuk kubah yang dihiasi dengan duri panjang sekitar 63 cm dan tebal 25 cm.  
Stegosaurus, termasuk herbivora

Dinosaurus Karnivora  
    Adapun dinosaurus yang bersifat karnivora atau pemakan daging bisanya berjalan dengan dua kaki dan menyeimbangkan diri dengan ekornya yang pejal. Dinosaurus dari jenis ini antara lain adalah Allosaurus yang memiliki panjang 10,5 m. Allosaurus merupakan karnivora terbesar dan terganas. Hewan ini mempunyai rahang bawah sangat besar yang bersendi di belakang tengkoraknya sehingga dapat melahap makanan yang besar sekaligus. Hewan ini diduga memangsa Diplodocus. Dinasaurus lain yang bersifat karnivora adalah Tyrannosaurus rex yang panjangnya bisa mencapai 14 m, tinggi 6 m dan bobot sekitar 10 ton, serta dapat berlari sangat cepat dengan kedua tungkai belakangnya. Adapun Struthiominus memiliki tinggi kurang dari 3 m dan berpenampilan mirip dengan burung unta.
Hantaman Asteroid diduga penyebab Punahnya Dinosaurus
Kepunahan Dinosaurus
    Dinosaurus diduga punah pada akhir periode kapur (63 juta tahun lalu). Beberapa pendapat menyatakan penyebab punahnya hewan ini adalah turunnya suhu bumi, naiknya tanah pegunungan dan lenyapnya daerah rawa. Pendapat lain menyatakan hewan ini punah karena terjadinya perubahan besar iklim karena percampuran perairan tawar arktik dengan samudera asin. Pendapat lain lagi menduga punahnya dinosaurus disebabkan benturan dahsyat asteroid dari luar angkasa yang menghasilkan awan tebal yang berlangsung lama di atmosfer bumi. Dari semua pendapat itu, belum satupun kebenarannya terbukti sehingga masih menjadi misteri hingga sekarang.
Dua ekor Diploducus sedang bermain

Sumber : Ensiklopedia Umum Untuk Pelajar

Rabu, 20 September 2017

AWAN : JENIS DAN PROSES TERBENTUKNYA

    Kumpulan partikel-partikel air atau kristal-kristal es di atmosfer disebut awan. Selain berpengaruh terhadap penentuan cuaca, awan juga berperan dalam siklus air di bumi. Akan tetapi, awan yang disertai oleh badai dapat menghancurkan benda-benda dan mahluk hidup di atas permukaan bumi.

Altokumulus adalah awan pegunungan
    Awan terbentuk dari proses evaporasi atau penguapan air di permukaan bumi. Uap air tersebut naik ke atmosfer dan membentuk awan. Pada saat temperatur atmosfer turun, awan berubah menjadi titik-titik air melalui proses kondensansi yaitu perubahan benda gas menjadi benda cair. Titik-titik air ini selanjutnya jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan dan salju.


 Stratokumulus
 
 Cirrus
 
Kumulonimbus yang mendatangkan badai
Penggolongan Awan
    Awan dapat digolongkan menurut bentuk dan ketinggiannya. Berdasarkan bentuknya awan digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu stratus, sirus dan kumulus. Awan yang bentuknya berlapis-lapis disebut stratus. Awan yang bentuknya seperti serabut disebut sirus. Adapun awan yang bentuknya bertumpuk-tumpuk disebut dengan kumulus.
    Menurut ketinggiannya, awan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu awan rendah, awan menengah dan awan tinggi. Awan rendah berada pada ketinggian 0-2 km. Awan ini terdiri dari stratokumulus, stratus, kumulus dan kumolonimbus. Awan menengah terdiri dari altokumulus, altostratus dan nimbostratus. Awan-awan ini berada pada ketinggian 2-7 km. Adapun awan tinggi berada pada ketinggian 5-13 km. Awan ini terdiri dari sirus, sirokumulus dan sirostratus.
Altostratus
Nimbostratus
    Awan sering dihubungkan dengancuaca. Dalam banyak kasus, sistem udara bertekanan rendah bisa diidentifikasi dengan urutan pembentukan awan selama beberapa hari. Awan sirus yang terbentuk pertama kali berubah menjadi awan sirostratus. Selanjutnya, awan sirostratus diselubungi oleh lapisan awan altostratus di bawahnya. Lapisan awan menjadi lebih rendah ketika awan nimbostratus bergabung pada bagian dasar. Awan nimbostratus ini dapat mengakibatkan turunnya hujan dan salju.
Nimbostratus
Kumulonimbus
    Beberapa jenis awan sering muncul sebelum badai. Cuaca yang cerah dapat berubah secara cepat menjadi mendung. Awan Kumulus yang muncul pada saat temperatur semakin tinggi akan berkembang menjadi kumolonimbus. Apabila awan kumulonimbus telah terbentuk, maka hujan yang disertai dengan badai guntur dapat terjadi.
Kumulonimbus

Penyerapan dan Pelepasan Panas
    Awan juga berpengaruh dalam proses penyerapan dan pelepasan panas oleh bumi. Pada umumnya, hari yang berawan terasa lebih sejuk daripada hari yang cerah karena awan memantulkan sinar matahari ke angkasa sehingga panas matahari tidak seluruhnya diserap oleh bumi. Sebaliknya, awan juga menghalangi pelepasan panas bumi ke angkasa pada malam hari. Oleh karena itu malam yang berawan biasanya lebih panas daripada malam yang cerah.
Kumulus
Proses Pembentukan Awan
    Awan terbentuk dari air yang menguap dari danau, laut atau sungai. Uap air ini mengembang dan mendingin saat naik ke udara. Jika uap air cukup pada udara yang mengembang ini, maka uap akan berkondensasi dan membentuk awan. Awan juga terbentuk saat udara hangat serta lembab bergerak naik menyusuri lereng gunung. Udara terangkat dan menjadi dingin. Proses ini menyebabkan uap air berkondensasi dan membentuk awan yang menyelimuti pegunungan.