"SELAMAT DATANG DI BLOG EKOGEO"(Pendidikan, Geografi dan Lingkungan)

Sabtu, 29 Juli 2017

SUMATRA : TIGERS ISLAND

   
    Pulau Sumatra adalah Pulau Harimau, demikian judul postingan yang admin unggah menyambut Hari Harimau Sedunia (Tiger Global Day) yang jatuh pada tanggal 29 Juli 2017 ini. Tahun ini adalah tahun ke 7 sejak Tiger Global Day ditetapkan dalam Pertemuan  Tingkat Tinggi untuk Konsevasi Harimau (Tiger Summit Meeting) yang diadakan di St.Petersburg, Rusia Nopember 2010. Sebelum tahun 2009 jumlah negara yang memiliki populasi Harimau ada 14 negara dengan urutan terbanyak populasi adalah India (Harimau Benggala dan Indo-China ), Indonesia (Harimau Sumatera), Bangladesh (Harimau Benggala), Rusia (Harimau Siberia), Malaysia (Harimau Malaya dan Indo-China), Thailand (Harimau Indo-China dan Harimau Malaya di Selatan), Nepal (Harimau Benggala), Bhutan (Harimau Benggala), Myanmar (Harimau Benggala dan Indo-China), Vietnam (Harimau Indo-China), Cina (Harimau Siberia di Timur Laut dekat Rusia dan Harimau Cina Selatan), Laos (Harimau Indo-China), Kamboja (Harimau Indo-China), dan Korea Utara (Harimau Siberia).
    Namun saat ini jumlah negara yang memiliki spesies Harimau ini berkurang 2 negara sejak Harimau Siberia dinyatakan punah di Korea Utara dan Harimau Indo-china, punah di Kamboja. Harimau Siberia di Korea Utara pernah menjelajah di Utara negara itu dihutan tundra perbatasan dengan Rusia, namun karena ketertutupan politik negara itu sulit dilakukan upaya kerjasama perlindungan internasional untuk Harimau Siberia. Rilis resmi pemerintah Korea Utara tidak ada lagi Harimau di negara tersebut, demikian pula rilis yang dikeluarkan WWF-UICN tahun 2015. Demikian pula untuk Kamboja, Harimau Indo-china yang pernah hidup di hutan Mondulkiri sebelah Timur Kamboja dinyatakan punah oleh WWF dan Pemerintah Kamboja April tahun 2016 lalu karena tidak pernah terlihat lagi sejak tahun 2007. Namun pemerintah Kamboja memiliki wacana untuk mendatangkan Harimau Indo-china dari Malaysia-Thailand-India untuk dilepas liarkan di hutan Mondulkiri tempat Harimau terakhir yang terekam kamera Trap. Butuh 2 Harimau Jantan dan 5-6 Harimau Betina untuk awal pelepasliaran ungkap pejabat kehutanan Kamboja. Berdasarkan rilis WWF dan UICN Harimau Indo-china yang hidup di Vietnam dan Laos juga memasuki masa kritis di ambang kepunahan. Dalam Rilisnya Harimau yang terlihat langsung di hutan Laos tinggal 2 ekor dan di hutan Vietnam yang terlihat kurang dari 5 ekor. Jauh dari populasi yang sempat mencapai 50-100 ekor pada tahun 2004 di Vietnam dan 40 ekor di Laos. Walaupun dalam rilis resmi pemerintah Laos masih ada 17-23 ekor dan pemerintah Vietnam meyakini masih lebih dari 10 ekor Harimau yang hidup namun kalaupun jumlah itu benar rasanya sulit untuk berkembang biak karena Harimau yang masih satu gen darah memiliki resiko kegagalan perkembangbiakan dan kematian tinggi karena kelainan genetika perkawinan sedarah.
Induk Harimau Siberia bersama 2 anaknya tertangkap kamera Trap di Rusia Timur Jauh
    Vietnam yang mendapat rapor merah karena kegagalan dalam Konservasi Lingkungan dengan peristiwa matinya Badak Jawa terakhir yang ditembak pemburu di Taman Nasional Cat Tien pada April 2010 yang lalu sepertinya harus bekerja keras untuk tidak kehilangan lagi Harimau Indo-China yang berada diambang kepunahan, demikian pula Laos, karena kedua negara ini bersama Myanmar tidak memiliki hukum yang tegas perlindungan satwa liar. Ini dibuktikan dengan maraknya perburuan dan perdagangan ilegal satwa yang begitu mudah di ketiga negara tersebut. Seperti kita ketahui Badak Jawa (Rhinocorus Sondaicus) tinggal tersisa di habitat terakhirnya yaitu TN Ujung Kulon yang ukurunnya relatif kecil namun mendukung populasi Badak Jawa berkisar 40-60 ekor. Sedangkan diluar Ujung Kulon , Badak Jawa ditemukan dalam populasi kecil di Taman Nasional Cat Tien tahun 1988 setelah dinyatakan punah di Vietnam akibat perang saudara yang melanda negara itu dari tahun 1955-1975. Namun usaha konservasi untuk melindungi Badak Jawa di Vietnam (Rhinocorus annamaticus) yang tersisa di daratan benua Asia ini berakhir tragis di tangan pemburu. Di Taman Nasional Ujung Kulon selain Badak Jawa juga sempat menjadi hunian Harimau Jawa yang terakhir terpotret pada tahun 1970-an, namun akhirnya keberadaan Harimau Jawa juga lenyap dari Taman Nasional ini. Demikian juga keberadaan Harimau Indo-China di Vietnam dan Laos berada di tepi jurang kepunahan. Kalaupun progam mendatangkan Harimau Indo-China dari negara lain dilakukan seperti Kamboja, rasanya miris, karena jelas itu bukan Harimau penghuni asli negara tersebut walaupun satu spesies dan keberhasilannya masih diragukan.
 Peta Penyebaran Harimau Tahun 1900-1990
   Punahnya Harimau di negara Korea Utara dan Kamboja serta Keberadaan Harimau Indo-china di jurang kepunahan di Laos dan Vietnam menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia untuk semakin memperketat regulasi hukum perlindungan Harimau Sumatera. Sangsi pidana buat yang melanggar harus diperberat jangan hanya 2 atau 4 tahun, kalau perlu 20 tahun penjara buat pemburu, pedagang, penadah dan pembeli bagian-bagian tubuh Harimau agar ada efek jera. Dalam beberapa kasus mereka masih melakukan perburuan selepas dari penjara bahkan dari balik penjarapun masih bisa melakukan usaha ilegal ini. Demikian pula sangsi untuk aparat yang lalai dan warga masyarakat yang sengaja atau tidak sengaja menembak, menjerat atau melukai Harimau Sumatera yang sudah tidak berdaya dan berakhir di ujung kematian juga perlu dipertegas sesuai tingkat kesalahan dan bukti-bukti di lapangan. Semua ini bertujuan untuk tetap menjaga dan memelihara kelestarian satwa kebanggaan Indonesia ini agar tetap eksis sampai nanti anak cucu di masa mendatang.
   Berdasarkan rilis WWF tahun 2015 lalu ada peningkatan populasi Harimau Sumatera dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 diperkirakan ada 400 ekor Harimau di hutan-hutan Sumatera sedangkan rilis WWF berdasarkan bukti-bukti di lapangan diperkirakan ada 371-1.273 Harimau di hutan-hutan Sumatera dengan median tengah 671 ekor yang diketahui secara pasti sedangkan rilis pemerintah masih berkisar 250-ekor dan rekapitulasi yang admin blog ini hitung dari BBKSDA tiap propinsi di Sumatera sekitar 600-700 ekor. Jumlah pastinya tidak diketahui, karena memang sulit mendata popoluasi Harimau di habitat aslinya. Mengingat Harimau Sumatera distribusinya menyebar dari habitat pantai, hutan dataran rendah dan pegunungan yang sulit dijangkau wajar apabila pemerintah merilis data perkiraan saja dan tentu saja mungkin pemerintah tidak mau mendongkrak atau mengkonversi jumlah populasi seperti yang dirilis WWF karena ada kekuatiran ancaman populasi dari pemburu liar yang masih ada di Indonesia.   
   Harimau selama ini menjadi simbol kelestarian sebuah ekosistem. Keberadaan harimau hanya dimungkinkan jika hutan dan lingkungan yang menjadi habitat harimau terjaga dengan baik. Dengan ruang jelajah (homerange) yang sangat luas hingga mencapai 300 kilometer persegi, harimau menjaga ekosistem dengan menyeimbangkan populasi satwa yang menjadi mangsanya. Pada ujungnya, menciptakan kesetimbangan ekosistem yang dapat dinikmati manusia hingga saat ini.
Bayi Harimau Sumatera
    Namun, Indonesia memiliki pengalaman tidak baik dengan punahnya 2 subspesies harimau, yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau bali (Panthera tigris balica). Saat ini, Indonesia hanya memiliki satu-satunya subspesies harimau yang tersisa, yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
   Harimau sumatera saat ini menjadi salah satu satwa prioritas nasional yang harus ditingkatkan populasinya di alam. Hal ini dijelaskan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno.
  “Harimau sumatera merupakan salah satu biodiversitas yang kita miliki dan banggakan. Harimau adalah simbol kelestarian ekosistem. Keberadaan nya hanya dimungkinkan jika hutan dan lingkungan sebagai habitatnya terjaga”, ungkap Wiratno dalam siaran pers Direktorat Jenderal KSDAE.
Populasi harimau sumatera saat ini diperkirakan sekitar 600-an individu, sebuah angka yang menunjukkan peningkatan dari perhitungan populasi pada tahun 2007 yang ada dikisaran 400 ekor. Namun, Ketua Forum HarimauKita, Munawar Kholis, menuturkan bahwa indikasi peningkatan ini masih dalam tahap analisis untuk memastikan berbagai variabel yang mempengaruhi.
  “Meskipun ada indikasi peningkatan, namun kami tidak akan lengah karena berbagai faktor yang mengancam kepunahan masih terus terjadi,” jelasnya.
Dua Ekor Harimau Sumatera tertangkap Kamera Trap di Riau
     Namun rasa pesimis dengan peningkatan populasi Harimau Sumatera ini sebenarnya bisa diminimalisasi dan bisa berubah menjadi optimis dengan berbagai upaya yang bisa kita lakukan misalnya :
  1. Perluasan wilayah Taman Nasional yang sudah ada. Saat ini Taman Nasional di Sumatera yang cukup baik bisa dipertahankan dan apabila memungkinkan diperluas dengan merelokasi desa/warga ke lokasi lain seperti TN Leuser, Kerici-Seblat, Bukit Barisan Selatan, Berbak-Sembilang, Way Kambas, Tesso Nillo, Batang Gadis dan Bukit Tiga puluh.
  2. Menjadikan habitat tempat masih di temukannya harimau yang terisolasi menjadi kawasan konservasi atau Cagar Alam seperti Senapis, Barumun, Asahan, Maninjau, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Pasaman/Solok, Agam, Ogan Komering Ilir, Siak, dan lain-lain.
  3. Ekpansi dan pelepas liaran Harimau ke lokasi yang masih mendukung ketersediaan pakan Harimau seperti yang dilakukan Bpk.Tony Wijaya di kawasan Tambling, Lampung
  4. Cara yang ditempuh Kamboja bisa kita tiru walau agak sulit yaitu memasukan Harimau Sumatera ke Taman Nasional di Pulau Kalimantan, ini tidak logis namun mengingat padatnya pulau Sumatera yang disesaki lebih dari 50 juta penduduk tidak memungkinkan menambah luas jelajah harimau, karena penduduk juga memerlukan penambahan luas pemukiman dan pertanian mereka, maka Kalimantan yang penduduknya kurang dari 10 juta jadi alternatif ditambah cakupan wilayah dan hutan di Kalimantan lebih luas dari Sumatera, bukankah dipulau ini tersedia juga pakan yang sama seperti Babi hutan, Kijang, Rusa, Kancil, Banteng dan lain-lain. Gajah, Beruang, Macan Dahan, Badak Sumatera, Orang Utan hidup juga di Kalimatan, mengapa Harimau Sumatera tidak ?
  5. Regulasi Hukum pelaku pelanggaran pembunuh, pedagang, pembeli, dan semua unsur pendukungnya yang menyebabkan Harimau mati diperberat minimal 20 tahun penjara sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan
  6. Sosialisasi kepada masyarakat semakin diperluas bahwa Harimau Sumatera adalah satwa dilindungi dan terancam punah. Oleh karena itu masyarakat dilarang memasang jerat atau perangkap yang bisa mengancam keselamatan Harimau Sumatera apapun alasannya.
  7. BBKSDA dan petugas lapangan harus ada di tiap Kabupaten kalau perlu Kecamatan terutama di daerah yang menjadi habitat Harimau untuk segera menindak lanjuti laporan masyarakat apabila ada Harimau yang terlibat konflik dengan warga sehingga konflik yang berujung kematian pada warga dan Harimau bisa dicegah.
  8. Patroli rutin yang semakin diperketat terutama oleh Polisi Hutan terhadap wilayah tanggung jawabnya sehingga tidak ada celah buat pemburu dan pemasang jerat Harimau untuk masuk keareal hutan.
  9. Aparat tidak main tembak, apalagi pada harimau yang sudah tak berdaya karena jeratan. Lapor segera ke BBKSDA yang pasti menyiapkan peluru bius ataupun perangkap yang aman untuk melindungi harimau dan juga warga masyarakat.
  10. Menjaga keutuhan hutan habitat harimau, perketat izin usaha penebangan hutan kecuali hutan yang mereka produksi sendiri. Tidak ada lagi pembukaan lahan baru untuk perkebunan Kelapa Sawit dan lain-lainnya pada wilayah yang menjadi habitat Harimau Sumatera.
  11. Sangsi Pidana juga buat perusak hutan, perambah hutan, penebangan liar, pembuka lahan liar yang dapat merusak ekosistem habitat harimau sumatera.
  12. Sosialisasi pada generasi muda penerus bangsa baik siswa SD, SMP, SMA,dan Mahasiswa tentang pentingnya pelestarian alam khususnya pelestarian Harimau sumatera melalui pembelajaran di kelas maupun melalui media sosial misalnya Web Lingkungan seperti Mongabay Indonesia, dan Blog sehingga tumbuh kesadaran dan kepedulian pelestarian lingkungan.
  13. Keminfo menginventarisir Situs web yang memperdagangkan jual-beli flora fauna langka termasuk yang kontra pelestarian dengan memblokir situs yang tidak mendukung pelestarian harimau sumatera.
  14. Promosikan dan Sosialisasikan Global Tiger Day (Hari Harimau Sedunia) melalui perbagai kegiatan yang mendukung dan meningkatkan kreatifitas generasi muda yang positif.
  15. Dept.Kehutanan, LSM/pegiat alam yang peduli Lingkungan, Pecinta Alam, dan semua elemen masyarakat bahu membahu melalui tindakan nyata dalam pencegahan kepunahan Harimau Sumatera, misalnya seperti yang dilakukan di Bengkulu, Relawan menyisir hutan dan berhasil mengamankan puluhan jerat dan jebakan yang bisa mengancam keselamatan Harimau Sumatera.
  16. Penangkaran Harimau Sumatera yang dilakukan oleh Taman Safari Indonesia, menjadi alternatif paling bagus untuk mengembalikan lagi populasi Harimau sumatera sebelum dilepas liarkan kembali ke habitatnya di hutan.
  17. Memelihara kearifan lokal yang sebenarnya ada di masyarakat dekat hutan bahwa harimau tidak akan mengamuk kalau manusia tidak mengganggu dan merusak hutan. Beberapa kasus di pedesaan yang memelihara tradisi ini dapat hidup berdampingan dengan harimau tanpa ada konflik. Harimau Jawa punah karena masyarakat Jawa yang semula menghormati Harimau dengan sebutan Mbah mulai meninggalkan tradisi itu setelah penjajah kolonial Belanda membawa tradisi adu Harimau dan menjanjikan hadiah bagi perburuan harimau dengan hadiah jutaan golden sehingga dalam waktu singkat populasi Harimau Jawa turun drastis dan akhirnya punah selamanya. 
Harimau Melakukan Perburuan mangsa
     Dalam menyambut Global Tiger Day yang jatuh pada hari ini, 29 Juli 2017, WWF dan BBKSDA Riau merilis berita gembira melalui sebuah foto hasil rekaman kamera Trap di kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nillo tentang romantisme sepasang harimau sumatera yang sedang bercinta di Landskap Rimbo Baling, setelah melalui penantian 12 tahun lamanya. Sebelumnya melalui kamera Trap ini juga berhasil dipotret beberapa individu Harimau lainnya termasuk Induk Harimau dan 2 anaknya di lokasi yang sama. Kemunculan beberapa ekor Harimau di kawasan yang sudah dianggap punah lokal beberapa tahun ini juga merupakan berita gembira karena ini membuktikan bahwa populasi harimau sumatera kembali pulih seperti yang kita harapkan, misalnya di Ogan Kemering Ilir dan Ulu, sebelah Utara Palembang(Sumatera Selatan) , kawasan Bukit Dua belas,(Jambi) , Asahan dan Barumun,( Sumatera Utara ), Rejang Lebong (Bengkulu), Pesisir Selatan dan Maninjau (Sumatera Barat). Ada laporan masyarakat keberadaan Harimau di Hutan Rawa sebelah tenggara Palembang, sebuah kawasan hutan rawa luas yang dalam peta rilis tidak ada indikasi harimau sumatera diperkirakan masih ada mengingat kawasan ini merupakan wilayah hutan rawa paling luas di Sumatera dan jauh dari pemukiman terletak diperbatasan tiga Provinsi yaitu Sumatera Selatan-Lampung-BangkaBelitung sampai pesisir selat Bangka.

Harimau Sumatera sedang bercinta terekam di Rimbo Baling melalui Kamera Trap
    Admin Blog ini juga merindukan menginjakkan kaki di Tanah tinggi Pulau Sumatera, karena niat melihat sosok Harimau sumatera di habitat yang aslinya gagal karena ketiadaan biaya saat itu.Maklum admin blog ini semasa SMA hanya mengandalkan pesanan gambar, lukisan, kartu lebaran untuk mengumpulkan biaya sendiri termasuk beberapa artikel pendek yang sempat dimuat di majalah Remaja Hai. Rasanya uang hasil jerih payah itu hanya cukup untuk membeli Carier, Sleeping bag, Bivak dan peralatan pendakian lainnya namun tidak cukup untuk biaya akomodasi dan transpot ke luar Pulau Jawa. Namun, ada kepuasan sendiri setelah melihat dan membuktikan beberapa satwa langka aman di habitatnya. Kecuali Harimau Jawa yang keberadaanya tidak pernah ditemukan, tidak seperti pecinta alam lain yang katanya melihat keberadaan Harimau jawa di Gunung Ciremai, Slamet, Semeru dan Gunung Kidul, namun admin blog ini gagal membuktikannya.
   Setelah yakin menerima kenyataan Harimau Jawa Punah dengan beberapa pendakian gunung di pulau Jawa yang dulu menjadi habitat Harimau Jawa ternyata yang tersisa hanya ada Macan Tutul dan Macan Kumbang (Panthera Pardus Melas) sebenarnya admin blog ini ingin membuktikan keberadaan Harimau Sumatera ketika Budi Santoso teman sejak SMP dan SMA memamerkan fotonya bersama Club MAFFERS Pecinta Alam di Puncak Gunung Kerinci (3805 m) di Sumatera tahun 1987 bersama ceritanya tentang suara auman, jejak kaki dan bekas cakaran Harimau sumatera di sepanjang jalur pendakian. Cerita itu sudah cukup lama, namun membekas di hati ketika Harimau sumatera dengan mudah ditemukan di hutan-hutan Sumatera, bahkan di Tapak Tuan (Nangroe Aceh Darussalam) yang tergolong perkotaan bisa ditemukan puluhan ekor harimau sumatera bermain dekat pantai. Termasuk kota-kota besar lainnya seperti Bengkulu, Palembang, Jambi, Solok, Padang Pariman, Pekan Baru dan pinggiran-pinggiran kota-kota di Sumatera lainnya. Semoga pemandangan menakjubkan di awal tahun 1980-an masih ada dan kita berkeyakinan bahwa Harimau sumatera akan tetap eksis keberadaan dan kelestariannya selamanya di bumi Indonesia kususnya Pulau Sumatera yang admin blog ini sebut sebagai Tigers Island.

Sumber Referensi : Mongabay Indonesia

Minggu, 23 Juli 2017

KISAH SEDIH KEMATIAN HARIMAU SUMATERA

    
      Harimau Sumatera (Phantera tigris Sumatrae) menjadi satu-satunya spesies Harimau yang masih dimiliki Indonesia, setelah Harimau Bali (Phantera Tigris Balica) dinyatakan punah tahun 1940-an, dan Harimau Jawa (Phantera Tigris Sondaica) dinyatakan punah pada tahun 1980-an. Kisah sedih punahnya Harimau Jawa dan Harimau Bali kita harapkan tidak terjadi pada nasib Harimau sumatera, Satwa endemik satu-satunya yang tersisa dari spesies tiger di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh UICN tahun 2015 populasi harimau sumatera diperkirakan tersisa 671 ekor dengan estimasi bukti-bukti pemantauan di lapangan 5 tahun terakhir (2009-2014) antara 371 sampai dengan 1273 ekor . Sedangkan rilis resmi  pemerintah Indonesia populasinya sekitar 250 ekor lebih.
     Perkiraan berdasarkan pemantauan kamera trap dan pengamatan langsung yang dilakukan masing-masing BBKSDA tiap Provinsi terbanyak berada di Propinsi Riau (Tesso-Nillo, Kerumutan, Siak, Senapis, Bukit Tiga puluh, Kampar, Rimbo Baling) sekitar 192 ekor, Taman Nasional Leuser dan TN Ulumasen, Nangroe Aceh Darussalam 127 ekor, Provinsi Jambi (TN Berbek dan Bukit dua belas sekitar 50 ekor), Bengkulu (TN Bukit Barisan Selatan sekitar 25 ekor), Lampung (Taman Nasional Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan-Tanggamus, sekitar 45 ekor), Sumatera Barat (Taman Nasional Kerinci-Seblat, Rimbo Panti, Agam, sekitar 65 ekor), Sumatera Selatan (Taman Nasional Sembilang, Ogan 25 ekor), Sumatera Utara (TN Batang Gadis, CA Barumun, Tapanuli tengah, Mandailing-Natal sekitar 35 ekor) dan kurang dari 100 ekor diluar daerah konservasi. 
Tabel Penurunan Populasi Harimau Sumatera
    Harimau sumatera yang terjebak diluar daerah konservasi menjadi bagian yang paling rentan dan terancam punah akibat konflik dengan warga. Seperti yang terjadi 3 tahun terakhir. Kemunculan Harimau Sumatera yang tak terduga-duga didaerah dekat perkotaan seperti di Kayu agung, Sumatera Selatan adalah salah satu contohnya. Harimau yang keluar dari habitat di Taman Nasional menjadi sasaran dan sekaligus ancaman bagi warga sehingga dalam beberapa kasus hewan ini akhirnya dibunuh. Warga masyarakat memang perlu diberikan penyuluhan karena sebagian dari warga masih banyak yang belum paham bahwa Harimau Sumatera adalah satwa yang dilindungi. Namun buat pemburu sudah jelas sangsinya yaitu pidana penjara, dan untuk aparat yang dengan berbagai alasan tidak memiliki peluru bius dan melindungi warga juga harus tetap dikenakan sangsi sesuai dengan bukti di lapangan. Perburuan Harimau sumatera untuk diambil kulit, daging dan bagian organ tubuh lainnya jelas merupakan pelanggaran pidana dan harus ada sangsi pidana yang lebih berat buat mereka agar jera karena jelas tindakan mereka dilakukan dengan sengaja dan sangat membahayakan kelangsungan hidup dan kelestarian Harimau di alam liar. Buat pemburu babi hutan yang memasang perangkap jebakan di hutan sehingga menyebabkan terperangkapnya Harimau yang berujung pada cacat atau kematian pada satwa kebanggaan Indonesia ini juga harus diberikan peringatan dan sangsi yang tegas.
     Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat Toto Indraswanto menyebutkan antara tahun 2001-2016, tercatat sebanyak 130 Harimau Sumatera mati karena konflik dengan manusia di Pulau Sumatera. Dari Jumlah itu, 127 Harimau mati di lokasi konflik dan 3 harimau mati saat dirawat. Kasus terbanyak terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam dan Jambi. Di Sumatera Barat yang tergolong rendah konflik antara Harimau Sumatera dan manusia saja, tahun 2017 sudah terjadi 6 kejadian. Beberapa tahun lalu di Kabupaten Agam ditemukan satu keluarga Harimau Sumatera terdiri dari 2 ekor dewasa dan 2 remaja harimau ditemukan tewas diduga diracun oleh warga. Konflik terjadi karena habitat harimau sumatera dirusak seiring pertumbuhan populasi manusia dan desakan kompetitor di hutan. Konflik bisa muncul karena Harimau Sumatera mencari area baru untuk melepas anak dan akhirnya bertemu manusia. Oleh karena itu sekali lagi perlu sosialisasi kapada warga terutama di daerah yang rawan konflik dengan harimau untuk semakin memahami pentingnya saling menjaga dan menghargai dalam kearifan lokal sehingga bisa dapat tetap berdampingan dengan harimau sumatera agar tetap terus terjaga kelestariaannya di bumi Indonesia.

 Remaja Harimau Sumatera bermain
     Berikut ini adalah beberapa kisah sedih kematian Harimau Sumatera yang admin blog ini kutip dari beberapa harian online 3 tahun terakhir.
 Tahun 2017
1. Dua Ekor Harimau Sumatera mati di Sumatera Utara
Liputan6.com, Medan – Dua ekor harimau sumatera ditemukan mati di Desa Sihaporas, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Kematian hewan bernama latin Phantera tigris sumatrae itu diduga karena sakit.
    Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah III Padang Sidempuan Gunawan Alzar mengatakan, kedua ekor harimau malang itu ditemukan tak berdaya pada hari berbeda. Harimau pertama ditemukan dalam kondisi lemas di depan Kantor Koramil Sosopan pada Senin, 10 Juli 2017.
    Begitu mendapat informasi, Tim Seksi Konservasi Wilayah VI Kotapinang bersama Barumun Nagary Wildlife Sanctuary (BNWS) mengevakuasinya untuk menyelamatkan harimau. Pada pukul 20.30 WIB, harimau tiba di BNWS dan segera dilakukan tindakan medis.
    Tindakan medis dilakukan dengan menyuntikkan vitamin serta memasang infus terhadap harimau malang tersebut. Namun, kondisi harimau terlihat semakin lemah dan makin kritis. Pada pukul 23.01 WIB, harimau berjenis kelamin jantan berumur sekitar tiga hingga empat tahun itu dinyatakan mati.
     Untuk mengetahui penyebab kematiannya, dilakukan nekropsi guna melihat kondisi bagian dalam tubuh harimau dan mengambil beberapa organnya untuk dicek di laboratorium. Hasilnya, tidak ditemukan adanya kelainan organ dalam tubuh dan kondisi harimau normal.
    "Kesimpulan sementara dari tim medis, penyebab kematian harimau dikarenakan sakit yang sudah agak lama, sekitar satu hingga dua minggu. Ini terlihat dari munculnya belatung di mulut harimau. Bangkainya dikuburkan di Barumun Nagari," kata Gunawan di Kantor BBKSDA Sumut, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Jumat, 14 Juli 2017.
    Sementara, harimau kedua ditemukan dalam kondisi tak bernyawa pada Rabu, 12 Juli 2017. Lokasi penemuan harimau berjenis kelamin betina itu sama persis dengan lokasi harimau jantan yang dievakuasi sebelumnya.
    Bidang Wilayah III Padang Sidempuan melalui Seksi Wilayah VI Kotapinang menerima laporan dari Koramil 07 Sosopan, tentang adanya penemuan jasad harimau oleh warga masyarakat di Desa Sihaporas, Kecamatan Sosopan, Kabupaten Padang Lawas.
    "Tim sampai ke Koramil 07 Sosopan dan menemukan bangkai harimau sudah diamankan dari lokasi hewan itu ditemukan," kata Gunawan.
     Berdasarkan hasil pemeriksaan kondisi fisik, harimau sudah mati. Banyak terdapat telur lalat pada bagian tubuhnya, tetapi tidak ditemukan luka luar. Namun, ada bagian jasad harimau yang hilang berupa sepasang taring sebelah kiri dan kumis harimau.
    "Keterangan Komandan Koramil 07 Sosopan menyebut, saat diamankan dari lokasi, kondisi bangkai harimau sudah seperti itu," ujar Gunawan.
     Bangkai hewan dilindungi itu kemudian dievakuasi ke BNWS untuk diperiksa dan tindakan nekropsi oleh dokter hewan. Berdasarkan pemeriksaan, harimau betina itu diprediksi berumur dua sampai tiga tahun, panjang 194 sentimeter, dan berat 32 kilogram.
    "Hasil pemeriksaan sementara, harimau mati karena sakit. Sebab, tidak ditemukan adanya luka pada bagian luar," kata Gunawan.
     Bangkai harimau saat ini berada pada pihak BBKSDA Sumut untuk diawetkan (offset). Terkait hilangnya bagian tubuh pada jasad harimau, pihak BBKSDA Sumut akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.

2. Harimau Sumatera Mati di Sumatera Utara
TEMPO.CO, Medan --  Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan panjang 160 sentimeter,tinggi 68 sentimeter dan berat sekitar 150 kilogram, ditemukan mati di Desa Terang Bulan, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara Kamis, 25 Mei 2017.
    Kuat dugaan kematian hewan langka itu sengaja dibunuh warga untuk dijual organ tubuhnya. Namun alasan warga sengaja membunuh harimau tersebut karena masuk ke permukiman dan memangsa hewan ternak.
 Menyedihkan, Jasad Harimau Sumatera yang mati berlumuran darah di Desa Terang Bulan
    Mayat harimau yang diperkirakan berusia antara 5 hingga 7 tahun berjenis jantan itu sempat dikubur warga. Akhirnya kuburan itu digali lagi oleh petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara bersama petugas Resor BBKSDA Tanjung Balai serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera. 
      Dari foto yang ditunjukkan BBKSDA Sumatera Utara kepada wartawan saat jumpa pers, Jumat petang, 26 Mei 2017 di Medan, terlihat kepala harimau penuh luka seperti kena bacok dan sayatan benda tajam. Badan harimau tembus ditombak dan beberapa organ tubuhnya seperti alat kelamin, kulit kepala dan kumis sudah tidak ada.

 3. Anak Harimau Sumatera itu akhirnya mati dalam perawatan (Riau)
 Liputan6.com, Pekanbaru - Sempat membaik setelah dievakuasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dari Kabupaten Bengkalis ke Pekanbaru, ‎anak Harimau Sumatera yang ditemukan warga di kebun karet tak mampu bertahan hidup. Binatang berkulit belang itu mati setelah dirawat hampir 12 jam oleh petugas kesehatan BBKSDA.
    Menurut Kepala Humas BBKSDA Riau Dian Indriarti, anak Harimau Sumatera yang diperkirakan berusia belum setahun itu tak ‎mampu bertahan lantaran infeksi luka pada bagian perutnya. Anak harimau itu diduga kelaparan selama beberapa hari setelah berpisah dari induknya.
     "Kita sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan pemulihan, tapi akhirnya tak bisa bertahan," ucap Dian di Pekanbaru, Jumat (26/5/2017).
 Bayi Harimau Sumatera berumur 2 minggu
Tahun 2016
 4. Dua Anak Harimau Sumatera mati di Sumatera Barat
 Liputan6.com, Bukittinggi - Wali Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), M Ramlan Nurmatias menyebutkan pihaknya meminta informasi terkait kondisi kesehatan dan perawatan dua anakharimau sumatera (Panthera tigris) koleksi Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) yang mati beberapa waktu lalu.
    "Kami sudah terima informasi kematian kedua anak harimau tersebut dan meminta informasi lengkap mengenai kondisinya kepada pihak medis, apa penyebab kematian satwa itu," kata Ramlan di Bukittinggi, Sabtu 16 Juli 2016.
    Ia menyebutkan dua anak harimau yang lahir pada 14 Januari 2016 tersebut dikabarkan sakit dan sejak sebulan lalu telah mendapat beberapa kali perawatan di Padang.
    "Informasi sementara yang kami terima, keduanya menderita kelainan genetika. Namun, kami minta kepada pihak medis informasi lengkap seperti langkah-langkah perawatan dan obat," kata Ramlan. 
Anak Harimau yang mati di Riau
5. Harimau mati terjerat dan ditembak Aparat di Sumatera Utara
Liputan6.com, Medan - Bau amis keluar dari plastik bening berisi cairan dan selembar kecil kulit berbulu dengan corak loreng coklat, kuning dan hitam. Kulit itu merupakan bukti dari ulah sejumlah warga yang memakan harimau yang terperangkap jerat babi milik mereka.
    Binatang langka malang itu tewas usai jerat babi di Desa Silantom Tonga, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Senin 7 Maret 2016. 
    Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) menyebut harimau tersebut masih hidup ketika terjerat jebakan.
    Petugas Resort Cagar Alam Dolok Saut kemudian langsung menuju lokasi. Sesampainya di lokasi, harimau tersebut sudah mati dan berada di halaman rumah seorang warga.
    Ketika petugas meminta bangkai harimau tersebut dibawa ke kantor BBKSDA Sumut, masyarakat menolak keras dan mereka berniat membagi-bagikan dagingnya ke warga yang lain.
    Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Sumut Octo Manik mengatakan pihaknya bersama Polsek Pangaribuan dan Babinsa sudah pernah menyosialisasikan kepada masyarakat tentang langkanya harimau. Petugas menyampaikan kepada masyarakat, harimau adalah  satwa yang dilindungi.
   "Kita juga sudah menawarkan kepada masyarakat berupa ternak sebagai pengganti harimau tersebut agar jangan dipotong. Tetapi masyarakat tetap bersikeras untuk memotong harimau tersebut," kata Octo di Medan, Rabu (9/3/2016).
    Tak lama, harimau tersebut dipotong-potong dan dibagikan kepada masyarakat yang hadir. Pihaknya kemudian meminta kepala desa membuat daftar nama masyarakat yang menerima daging harimau yang dibagikan, lalu mengambil 2 bagian kulit untuk dijadikan barang bukti.
"Jawaban masyarakat, ini sudah menjadi tradisi kalau dapat tangkapan akan dibagi-bagikan kepada anggota masyarakat. Menurut saya, kalau tradisi, maka sejak kapan ada praktik itu?" ujar Octo.
Harimau Yang Terjerat
 6. Harimau mati di Bengkulu
TEMPO.COBengkulu - Seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditemukan mati di Pusat Latihan Gajah Kecamatan Putri Hijau, Bengkulu Utara, Bengkulu. Polisi Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Sigit mengatakan harimau yang diberi nama Elsa itu diduga sakit saat dirawat di kandang sejak November 2015. "Sudah diotopsi. Untuk penyebab pasti, belum diketahui," katanya, Senin, 25 Januari 2016.
     Kepala BKSDA Bengkulu Anggoro Dwi Sujiarto sedang menuju Jakarta untuk melaporkan kematian harimau tersebut. "Saya sedang laporan kematian harimau ke Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam di Jakarta," kata Anggoro melalui pesan pendek.
    Sebelumnya, harimau betina bernama Elsa diselamatkan dari jerat pemburu liar di kawasan hutan Kabupaten Kaur oleh tim tapal batas hak guna usaha (HGU) dan Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu. Kaki kanan depan harimau yang sudah berusia 4 tahun itu terpaksa diamputasi karena sudah membusuk saat ditemukan petugas.
     BKSDA, pada 27 Oktober 2015, memindahkan perawatan harimau korban konflik tersebut ke Taman Wisata Alam (TWA) Sebelat, Pusat Latihan Gajah Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara. Sebelum dipindahkan ke TWA Sebelat, Elsa dikarantina di BKSDA Provinsi Bengkulu sejak diselamatkan dari jerat pemburu liar.
Tahun 2015
 7. Harimau Mati ditembak Aparat di Sumatera Selatan
     Peristiwa tewasnya harimau sumatera karena ditembak oleh aparat keamanan di Desa Tanjung Raman, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan (Sumsel), pada Kamis (10/09), menuai protes para pegiat lingkungan hidup di Sumatera Selatan. Mereka mempertanyakan keputusan aparat untuk menembak harimau tersebut hingga tewas.
     Seperti yang diberitakah oleh Mongabay Indonesia sebelumnya, peristiwa ditembak matinya seekor harimau jantan oleh aparat, terjadi karena ketiadaan senapan bius saat seekor harimau jantan terjerat perangkap babi di Desa Tanjung Raman, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
    “Kami jelas amat menyayangkan harimau sumatera tersebut ditembak hingga mati. Jangan-jangan itu harimau sumatera yang terakhir. Butuh waktu dan habitat yang baik pasangan harimau dapat melahirkan dan membesarkan anaknya. Keputusan menembak mati sesuatu yang mahal bagi dunia,” jelas Deddy Permana, pegiat lingkungan dari Wahana Bumi Hijau (WBH).
    Menurutnya jika informasi terjeratnya harimau dapat disampaikan kepada petugas BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) lebih cepat, pada saat subuh dini hari, masih ada waktu bagi petugas untuk turun ke lokasi, yang berkisar 7-8 jam dari Palembang. Menurutnya pihak BKSDA pasti memiliki peluru bius.
    “Tapi ini pun masih dugaan soal situasi yang mendorong keputusan tersebut. Jadi, sebaiknya kita menunggu klarifikasi pihak BKSDA Sumsel yang berangkat ke lokasi. Mereka harus mendapatkan informasi, baik dari petugas maupun masyarakat, sehingga tindakan tersebut benar-benar masuk diakal,” kata Deddy.
     Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel pun turut menyayangkan ditembak matinya harimau oleh aparat. “Kalau harimau terlepas dan kemudian menyerang manusia, mungkin situasinya lain. Kami pikir kalaupun terlepas, harimau yang sudah lemas dan terluka itu akan lari ke arah hutan. Bukan menyerang manusia,” jelas Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko.
    Menurutnya, keluarnya harimau ke kebun masyarakat, dan memburu babi sebagai makanannya, itu membuktikan hutan di sekitar Kabupaten Empat Lawang sudah habis.
“Termasuk pula kemungkinan akibat kebakaran hutan pada saat ini. Sebab kami juga menemukan beberapa titik api di Kabupaten Empat Lawang,” katanya.
 Harimau yang ditembak di Sumatera Selatan
Harimau yang Ditembak Berasal dari Bengkulu?
    Kerusakan hutan dan lahan, perambahan, disertai kemarau panjang dan kebakaran, menyebabkan maraknya konflik harimau dengan wilayah permukiman masyarakat. Harimau yang kelaparan pun, keluar dari habitat mengejar mangsa termasuk hingga menjelajah ke tempat yang jauh.
    Pihak BKSDA yang dihubungi oleh Mongabay pun menyatakan bahwa ada kemungkinan harimau yang ditembak mati bukan berasal dari wilayah Pendopo.
   “Kemungkinan harimau ini dari Bengkulu, bukan berasal dari wilayah Pendopo. Tapi petugas kita di lapangan masih melacak dari mana harimau ini datangnya,” kata kepala BKSDA Sumatera Selatan, Nunu Anugrah (11/09/2015). Mongabay Indonesia
8. Harimau Mati Terkena Jerat di Sumatera Barat
 
    Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditemukan mati di kebun karet milik masyarakat Nagari Palangai Gadang, Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Harimau itu ditemukan dengan leher terlilit kawat dan penuh luka pada Sabtu (02/05/2015).
Kematian harimau ini diketahui masyarakat sekitar pukul 07.00,  kemudian dilaporkan ke pihak Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sumbar Barat, untuk dievakuasi bangkainya.
    Masyarakat Nagari Palangai Gadang memang memasang jerat babi di sekeliling ladangnya untuk melindungi tanaman, perkebunan dan persawahan yang kerap diganggu hama babi hutan. Jerat kawat berbentuk lingkaran berukuran 40-50 centimenter, dipasang saling mengait di lahan.
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu kabupaten di pantai barat bagian selatan Sumbar, dengan topografi dataran, dan perbukitan yang merupakan gugusan Bukit Barisan.
Sekitar 45,29 persen wilayah Pesisir Selatan merupakan kawasan hutan, kawasan TNKS, Cagar Alam Koto XI Tarusan, dan rawa gambut. Di sebelah timur kabupaten ini berbatasan langsung dengan kawasan TNKS, yang masih ada populasi harimau sumatera.
     Besar kemungkinan harimau ini tersebut telah masuk perangkap pada malam harinya dan tidak dapat melepaskan diri dari lilitan jerat tersebut.
Kepala Satgas Polhut BKSDA Sumbar, Zulmi Gusrul kepada Mongabay di kantornya, Senin (18/05/2015) mengatakan pihaknya langsung membawa bangkai harimau yang sudah membusuk ke Padang, untuk dikubur di belakang kantor BKSDA Sumbar. Harimau berjenis kelamin betina itu diperkirakan berumur sepuluh tahun dengan panjang sekitar 180 centimeter. (Mongabay Indonesia)

9. Harimau Koleksi TMSBK Bukit Tinggi Ditemukan Mati
     Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina bernama Sandy, koleksi Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, ditemukan mati pada Minggu (11/01/2015) pagi di kandangnya.
    Kematian Sandy membuat pilu pengelola TMSBK, karena harimau yang dikenal periang, suka bergelut dan suka memanjat pohon itu tiba-tiba sakit dan sempat dirawat (karantina) selama empat hari untuk dilakukan tindakan medis.
   Padahal Sandy tidak memiliki catatan medis mengenai riwayat penyakit yang dideritanya. Semenjak didatangkan dari Kebun Binatang Taman Rimbo (KBTR) Jambi pada 1 Mei 2013, Sandy bersama satu harimau sumatera lainnya bernama Sean memang dikenal memiliki daya tahan tubuh yang kuat, nafsu makan yang sama ketika di KBTR Jambi. Pakannya pun bervariasi dari daging kambing, daging ayam dan daging sapi.
     Sebelum kematiannya, Sandy kehilangan nafsu makan mulai Kamis (08/01/ 2015).  Saat hujan, ia juga enggan masuk kandang kecilnya untuk berteduh, sebagaimana yang dilakukan Sean. Agar kesehatannya tidak menurun, Sandy dibius dan dibawa ke kandang kecilnya.
     Pada Jumat (09/02/ 2015), nafasnya sesak, meski tidak kentara dan tidak mau makan. Akhirnya perawat memberikan makanan yang dihaluskan dan disuapkan ke Sandy, selain diberikan obat (setelah berkonsultasi dengan dokter hewan lainnya) berupa injeksi vitamin, penambahan stamina, antibiotik, obat penahan rasa sakit. Obat itu langsung memberikan reaksi, dengan Sandy mau untuk minum air.
     Pada Sabtu (10/01/2015), Sandy makin sesak nafas terutama ketika beraktivitas. Tindakan medis pun dilakukan berupa memberi obat sesak nafas.  Obat anti kembung juga diberikan, karena diduga gangguan pencernaan sehingga malas makan atau barangkali mengalami sariawan.
    Sabtu malam, Sandy mengalami sesak nafas yang cukup tinggi, pertolongan medis pun dilakukan dengan cara memberikan obat sesak nafas dan obat perangsang untuk kencing. Kira-kira setelah 15 menit meminum obat itu, Sandy langsung kencing, kentut-kentut juga, sesak nafasnya berkurang, detak jantungnya menurun, dari 54 kali/menit, turun hingga 40 kali/menit.
     Pada Minggu, (11/01/2015), Sandy sudah bisa duduk, namun menjelang jam 10.00, nafasnya kembali sesak hingga akhirnya mati. Pagi itu, pawang harimau berniat memberikan cairan gula merah pada Sandy agar staminanya meningkat. Hanya sebentar dia meninggalkan Sandy di kandangnya, sewaktu masuk kandang dan membawakan cairan gula merah yang sudah dimasak tersebut, dia terkejut melihat Sandy sudah dalam keadaan tidak bernafas. (Mongabay Indonesia)

10. Harimau ditemukan mati di Lampung Barat
     Viva.co.id  Februari 2015. Seekor Harimau Sumatera ditemukan mati di pinggiran hutan wilayah resort Sekincau, yang termasuk wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Ketika ditemukan kondisi Harimau masih dalam keadaan hidup dan diduga mengalami sakit. Harimau ini diperkirakan berusia remaja 2 tahun dengan panjang sekitar 160 cm dan bobot sekitar 130 kg. Sebelum ditemukan mati Harimau ini sempat memasuki perkampungan penduduk dan membuat resah warga. Hampir seminggu lamanya harimau ini tidak beranjak dari perkampungan sekitar hutan.
Lambatnya penanganan membuat nyawa Harimau Sumatera ini tidak tertolong
   Namun tidak ada ternak warga yang dimangsa sang raja hutan, sampai akhirnya hewan ini ditemukan dalam keadaan sekarat dan oleh warga segera dilaporkan ke petugas kehutanan yang selanjutnya menghubungi BKSDA Lampung. Namun karena lambatnya penanganan, akhirnya nyawa harimau ini tidak tertolong.
11. Harimau Mati Mengenaskan di Lampung
Bandarlampung, Ekuatorial 17 Maret 2015 
   Seekor Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) jantan liar dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung Barat mati diduga karena sakit keras.
Tim dokter dari Balai Veteriner UPTD Kementerian Pertanian Provinsi Lampung melakukan outopsi organ tubuh harimau tersebut menemukan cacing-cacing pada organ jantung, paru dan usus.
  “Sementara kami menemukan parasit pada sejumlah organ. Kami belum menemukan penyebab yang mematikan pada harimau itu,” kata Joko Siswanto salah satu dokter yang menangani harimau itu.
Diperkirakan harimau itu mati pada Minggu malam sekitar pukul 21.32 WIB, saat berada di Lembaga Konservasi Lembah Hijau, Bandarlampung untuk mendapat penanganan medis di sana.
Sebelumnya pada Minggu (15/3) harimau ini ditemukan di perkebunan kopi Aer Abang, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Liwa oleh warga dalam keadaan lemah dan kurus serta terdapat luka-luka pada bagian tubuhnya.
    “Harimau ini luka pada bagian leher yang mungkin menyebabkan dia sulit untuk makan dan pembusukan pada bagian alat kelamin sehingga terdapat belatung di sana,” kata Kepala Seksi Wilayah II TNBBS, Iwin Kasiwan. Satwa ini diperkirakan berusia dewasa, memiliki bobot badan 60 kilogram (kg) dan panjang 160 centimeter (cm).
    Menurutnya tim dokter telah memberi pertolongan pertama pada satwa tersebut, dengan memberikan vitamin dan membersihkan luka-luka pada bagian tubuh yang luka, serta memberi makanan dan minuman.
Selanjutnya satwa itu dievakuasi ke Lembaga Konservasi Lembah Hijau Bandarlampung untuk mendapatkan penanganan intensif, sekitar pukul 15.00 WIB diberangkatkan. Namun saat di penangkaran, kondisi harimau jantan ini semakin menurun. Suhu tubuh semakin dingin dan detak jantung kian melemah, dan akhirnya mati.
“Lalu kami merekomendasikan agar harimau itu dioutopsi agar diketahui penyebab kematiannya. Mungkin dalam waktu seminggu uji laboratorium sudah dapat diketahui hasilnya,” katanya.
Bangkai harimau itu rencananya akan diofset dan diserahkan pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung untuk selanjutnya dimusiumkan.

12. Harimau Di bantai di Pematang Siantar
Merdeka.com 29 Juni 2015 - Seekor Harimau Sumatera telah tewas disiksa oleh sekelompok orang di Pemantangsiantar, Sumatera Utara. Harimau Sumatera tersebut juga berlumpuran darah dengan diikat oleh tali.
Foto warga bantai Harimau Sumatera di Pematang Siantar menuai kecaman
   Pelaku pembantaian hewan yang dilindungi malah memposting foto Harimau Sumatera itu di Facebook dengan nama Manullang Aldosutomo. Berdasarkan foto yang diperoleh merdeka.com dari Facebook Penyiksaan Harimau Sumatera itu mengundang komentar banyak dari netizen.
    Salah satu pemilik facebook Muda Putra Siadari mengatakan binatang satwa tidak boleh disiksa apalagi dimusnahkan. "Hati-hati ngeshare foto Bang. Apa lagi membunuh binatang yang dilindungi. Bisa berurusan sama kepolisian kalau ada yang ngelapor," komentarnya.
    Tak hanya itu, netizen lain Sugi menyebutkan sekelompok orang yang menyiksa Harimau Sumatera itu tidak mempunyai hati nurani. Sebab Harimau Sumatera adalah binatang satwa yang dilindungi oleh negara.
   "Kenapa harus diperlakukan seperti itu. Ini yang dinamakan manusia tapi bersifat layaknya binatang," cetusnya.

Sumber Referensi : Mongabay Indonesia, Tempo.com, Liputan 6.com Merdeka.Com, Equatorial.com, Viva.co.id

Minggu, 16 Juli 2017

JENIS-JENIS ULAR BERBISA SUKU ELAPIDAE DI INDONESIA

Kawanan Ular Laut
1. Ular cabai atau ular cabe (Calliophis intestinalis)
   Ular cabai atau ular cabe (Calliophis intestinalis) adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae. Ular berukuran kecil ini menyebar terbatas (endemik) di Asia Tenggara. Dalam bahasa Inggris ia dikenal sebagai Banded Malayan Coral Snake, Banded Coral Snake, atau Malayan Striped Coral Snake. Dalam bahasa Melayu dinamai ular tali kasut, yang berarti 'ular tali sepatu' karena melihat rupanya.
 Ular Cabai (Calliophis Intestinalis)
  Ular yang bertubuh kecil, panjang dan ramping; panjang total tubuhnya mencapai 58 cm (catatan lain menyebutkan hingga 71 cm. Kepalanya kecil dan sedikit memipih rata, tak terbedakan dari lehernya, dan moncongnya membulat; sebuah bintik segitiga keputihan terdapat pada masing-masing pelipisnya.
   Punggung berwarna kehitam-hitaman, dengan sejalur garis tipis membujur di atas tulang belakang (vertebrae) yang berwarna jingga, kuning, atau keputihan; garis ini bercabang di atas kepalanya. Pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah terdapat lagi satu garis putih yang membujur hingga ke ekornya. Sisi perut putih (kekuningan) dengan belang-belang hitam, dengan warna merah terang di bawah ekornya.
   Sisik-sisik dorsal tersusun dalam 13 deret di tengah tubuh. Sisik-sisik ventral berjumlah 197-273 buah, sedangkan sisik-sisik subkaudal antara 15-33 buah. Perisai labial atas 6 buah, yang ke-3 dan ke-4 menyentuh mata; perisai yang ke-3 juga menyentuh perisai nasal posterior. Perisai anal tunggal, tak berbelah.

Penyebaran geografis
C. intestinalis menyebar di Thailand, Vietnam, Semenanjung Malaya, Singapura, Indonesia (Sumatra, Kepulauan Mentawai, Jawa, Kalimantan), dan Filipina. Di Pulau Kalimantan, tercatat pula dari Brunei, Sabah, dan Sarawak.

Kebiasaan dan ekologi
  Ular cabe terutama hidup di hutan primer dan sekunder, namun sering pula didapati di kebun-kebun dan pekarangan. Ia aktif di malam hari (nokturnal), dan hidup di atas dan di bawah tanah (semi-fosorial). Bersifat pemalu, ular ini sering bersembunyi di lubang-lubang tanah, di bawah kayu, tumpukan batu atau serasah. Ular cabe terutama memangsa ular-ular kecil yang hidup di dalam tanah (fosorial), misalnya jenis-jenis Calamaria dan Liopeltis.
Ular Cabai Merah (Calliophis Bivirgata)
   Pada siang hari ular ini tampak jinak, tidak agresif, dan tidak berlari pergi apabila diganggu. Ular cabe memiliki perilaku khas bila merasa terganggu, yakni memipihkan tubuhnya dan menjungkitkan ekornya sehingga bagian yang berwarna merah terlihat jelas. Kadang-kadang ia juga menggulingkan badannya, sehingga perutnya yang berbelang-belang menghadap ke atas; perilaku yang dikenal sebagai aposematic behavior. Ular cabe bertelur 3-5 butir; yang menetas setelah 80-85 hari.

Bisa
   Sebagaimana kerabatnya ular-ular dari suku Elapidae, Calliophis intestinalis memiliki bisa yang sangat kuat dari golongan neurotoksin. Efek bisa ini menimbulkan rasa pusing, mual-mual, dan kesulitan bernafas pada korbannya; terasa sakit pada sekitar luka gigitan, pembengkakan, dan mungkin pula kematian jaringan (nekrosis). Diketahui pula bahwa ada orang yang hingga pada ajalnya karena tergigit ular ini. Kelenjar bisa pada ular cabai memanjang hingga sepertiga tubuh bagian depan.

2. Ular Welang (Bungarus fasciatus)
  Welang (Bungarus fasciatus) adalah nama sejenis ular berbisa anggota suku Elapidae. Umum biasa menyebutnya sebagai ular belang (Indonesia) atau oray belang (Sunda.), nama yang sedikit banyak menyesatkan karena digunakan pula untuk menyebut ular lain yang serupa dan berkerabat dekat: ular weling (Bungarus candidus).
  Kedua ular ini memang mirip bentuk dan warnanya. Nama welang dan weling (dari bahasa Jawa) menunjuk kepada pola belang hitam-putih (atau hitam-kuning) yang berlainan. Pada ular welang, belang hitamnya utuh berupa cincin dari punggung hingga ke perut; sedangkan pada ular weling belang hitamnya hanya sekadar selang-seling warna di bagian punggung (dorsal), sementara perutnya (ventral) seluruhnya berwarna putih.
Ular Welang (Bungarus Fasciatus)
  Dalam bahasa Inggris, ular welang dikenal sebagai Banded Krait. Sementara nama ilmiahnya, Bungarus fasciatus, berasal dari kata dalam bahasa Telugu (India) bungarum yang berarti ‘emas’, merujuk pada belang warna kuning di tubuhnya, dan kata bahasa Latin fasciata yang berarti ‘berbelang’ (fascia, belang atau pita).
   Ular welang diketahui menyebar luas mulai dari India, Bhutan, Nepal, Bangladesh, Cina bagian selatan (termasuk Hong Kong, Hainan, dan Makao), Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Semenanjung Malaya, Singapura, dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Borneo).
Sebaran ular ini meliputi wilayah-wilayah dekat pantai hingga daerah bergunung-gunung sekurangnya sampai ketinggian sekitar 2.300 m dpl., namun umumnya lebih kerap dijumpai di dataran rendah. Ular welang menghuni wilayah-wilayah perbatasan antara hutan-hutan dataran rendah yang lembap dengan yang lebih kering, hutan-hutan pegunungan, semak belukar, rawa-rawa, daerah pertanian, perkebunan dan persawahan. Tidak jarang pula dijumpai dekat permukiman, jalan raya atau sungai.
Jenis-Jenis Ular Welang
  Mangsanya terutama adalah jenis-jenis ular lainnya, meskipun ular ini mau juga memakan aneka jenis reptil, kodok, serta kadang-kadang ikan, dan telur. Ular welang terutama aktif berburu di malam hari (nokturnal) di atas tanah (terestrial), dan pada siang hari bersembunyi di bawah tumpukan kayu atau batu. Di India, ular ini diketahui tidur di rerumputan tinggi, lubang-lubang dan juga di saluran air. Di antaranya, ular welang juga memangsa ular jali (Ptyas korros).
  Hanya sedikit yang diketahui mengenai perbiakannya. Di Burma, dalam suatu penggalian, seekor ular welang betina ditemukan tengah ‘mengerami’ empat butir telurnya, yang kemudian menetas di bulan Mei. Anaknya yang baru menetas berukuran antara 298–311 mm.
  Dilaporkan bahwa ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit orang di siang hari, namun agresif di malam hari. Bila diganggu, biasanya ular ini akan menyembunyikan kepalanya di bawah tumpukan tubuhnya yang bergelung. Akan tetapi hal ini tak dapat dijadikan pegangan mengingat sifat-sifat ular yang amat bervariasi dari individu ke individu dan sukar untuk diramalkan. Ular welang dikategorikan amat berbahaya karena bisanya yang bersifat mematikan, meskipun laporan kematian pada manusia akibat gigitan ular ini termasuk rendah.
Mengingat reputasinya, nama ular ini diabadikan sebagai salah satu kapal perang TNI-AL, yakni KRI Welang.

3. Weling atau ular weling (Bungarus candidus)
Weling atau ular weling (Bungarus candidus) adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae; menyebar di Asia Tenggara hingga ke Jawa dan Bali. Di beberapa tempat dikenal sebagai ular belang, nama yang juga disematkan bagi ular welang (B. fasciatus). Ular warakas dari daerah Cirebon-Indramayu dan sekitarnya adalah bentuk hitam (melanistik) dari weling. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Blue krait atau Malayan krait.
Ular Weling (Bungarus Candidus)

Daerah Penyebaran dan Ekologi
  Weling diketahui menyebar di Thailand, Kamboja, Vietnam, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi. Ular ini ditemukan di dataran rendah hingga wilayah berbukit dan bergunung hingga elevasi 1.200 m dpl. Weling hidup di hutan-hutan dataran rendah yang lembab atau kering, hutan pegunungan, hutan mangrove, semak belukar, perkebunan, lahan pertanian, dan di sekitar permukiman. Umumnya jenis ini didapati di tempat yang relatif terbuka, seringkali di dekat air, namun juga di bagian yang kering.
   Ular weling bersifat terestrial, hidup di atas tanah, dan umumnya nokturnal, baru keluar setelah gelap dari lubang-lubang persembunyiannya, atau dari bawah tumpukan kayu, batu, atau vegetasi yang rapat. Di siang hari ular ini cenderung lamban dan penakut. Bila diganggu, weling acap berupaya menyembunyikan kepalanya di bawah gulungan badannya.
Mangsa utamanya adalah jenis ular lainnya; di samping itu juga memburu kadal dan katak. Weling bersifat ovipar, bertelur sekitar 10 butir setiap kalinya.

Ular Weling
Bisa
   Bisa ular weling bersifat mematikan dan menimbulkan gejala sebagaimana bisa ular Elapidae pada umumnya, kecuali kobra. Sifat utamanya adalah racun saraf (neurotoxic), yang dapat berakibat rusaknya jaringan saraf dan membawa kelumpuhan. Gigitan kobra yang mengandung bisa, akan menimbulkan rasa sakit yang sangat dan pembengkakan di sekitar luka, meskipun kadang-kadang gejala ini tidak muncul. Di pihak lain gigitan weling tidak demikian, yakni cenderung tidak menimbulkan sakit berlebihan atau bengkak di lokasi luka, namun dapat berakibat fatal.
   Bila bisa –melalui gigitan ular– masuk dalam jumlah cukup besar ke dalam tubuh, beberapa waktu kemudian akan timbul gejala-gejala keracunan yang khas. Untuk ular-ular Elapidae, gejala ini misalnya adalah kelopak mata yang memberat, kesulitan menelan, dan belakangan, kesulitan untuk bernafas; serta pada akhirnya kegagalan kerja jantung. Rata-rata selang waktu antara masuknya bisa melalui luka hingga tibanya kematian, untuk kasus gigitan Elapidae, berkisar antara 5 hingga 20 jam.

4. Ular laut (Hydrophidae)
   Ular laut (Hydrophidae) adalah anak suku dari suku ular berbisa Elapidae yang semuanya hidup di dalam laut, nama ilmiah ular-ular ini sesuai dengan ciri-cirinya (Hydro="air/laut/perairan" dan Ophis="ular"). Ular laut terdiri dari banyak jenis (salah satu di antaranya ular erabu atau laticauda spp.) dan semuanya merupakan ular yang memiliki racun yang sangat kuat.

Ular Laut (Hydrophis Belchory)
Teori evolusi
   Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa asal mula ular laut di dunia berasal dari pulau Borneo (Kalimantan) Indonesia. Ular laut tersebut pada mulanya adalah ular welang yang hidup di pantai Pulau Borneo dan kemudian mulai masuk ke laut lepas untuk mencari ikan dan berevolusi dengan lingkungannya hingga menjadi ular laut yang kita kenal sekarang ini.
   Namun, banyak ilmuwan yang menganggap teori evolusi ini salah, sebab studi DNA yang dilakukan menyimpulkan bahwa ular laut memang berkerabat dekat dengan Elapinae, tetapi lebih dekat dengan rumpun Denisoniini (tedung senawan, atau Australian elapid dalam bahasa inggris) yang tinggal di daratan Australia dan Papua.

Ular Laut
Distribusi
Ular laut biasanya hanya hidup di lautan tropis, utamanya di Samudra India bagian tengah dan utara serta bagian barat Samudra Pasifik. Mayoritas jenis dan populasi terbanyak terdapat di wilayah Benggala, seluruh perairan di Indonesia dan Filipina, perairan Australia utara dan timur, dan perairan Oseania (Indo-Australia), khususnya di wilayah Laut Koral yang memiliki terumbu karang terbesar dan terpanjang di dunia. Satu jenis ular laut, yaitu ular laut berperut kuning (Pelamis platurus), wilayah hidupnya bahkan mencapai hampir seluruh wilayah Samudra Pasifik hingga ke perairan Selandia Baru, perairan Hawaii dan perairan di sepanjang pantai barat Amerika mulai dari perairan sebelah barat Santiago, Chile, lalu ke utara hingga Semenanjung California. Sedangkan jenis-jenis seperti ular zaitun (Aipysurus sp.), ular setu (Parahydrophis mertoni), dan ular erabu (Laticauda sp.) lebih banyak hidup di karang-karang dan/atau di perairan teritorial, khususnya wilayah Indo-Australia.

Gigitan ular laut
Bisa ular laut sangat kuat karena memiliki kekuatan 60 kali bisa ular kobra (bahkan ada ular laut yang kekuatan bisanya mencapai 700 kali ular kobra) dan mengandung enzim-enzim perusak seperti layaknya jenis-jenis ular elapidae. Meskipun memiliki racun sangat sangat kuat, ular laut jarang menggigit manusia dikarenakan mulutnya yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis ular lainnya. Biasanya manusia akan tergigit ular laut di daerah ujung jari. Ular ini tidak dapat menggigit manusia di lengan, kaki, atau bagian tubuh lainnya karena mulutnya yang kecil tersebut. Meskipun demikian, ular laut tetap merupakan ancaman bagi para nelayan dan penyelam karena racunnya yang sangat kuat. Pada beberapa kasus gigitan ular laut pada seorang penyelam, penyelam yang berusaha memegang dan tergigit oleh ular laut dapat mengalami kegagalan fungsi jantung dan meninggal sebelum sempat mencapai permukaan air. Walaupun sebenarnya kita tidak perlu takut berlebihan terhadap ular laut, akan tetapi kita perlu tetap waspada pada saat berada di pantai, memancing, atau menyelam.

Ular Cobra
5. Ular Sendok
  Ular sendok atau yang juga dikenal dengan nama kobra adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok (Jw., ula irus) karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau irus (sendok sayur).
  Istilah kobra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, cobra, yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari bahasa Portugis. Dalam bahasa terakhir itu, cobra merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari bahasa Latin colobra (coluber, colubra), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis pada abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah cobra-capelo, ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa Spanyol, Prancis, Inggris dan bahasa Eropa. Nama ilmiah mereka, Naja, berasal dari kata bahasa Sansekerta, Nāgá (नाग) yang berarti "ular bertudung". Ular sendok dalam bahasa Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja. Sedangkan ular king-cobra (Ophiophagus hannah) biasanya disebut dengan istilah ular anang atau ular tedung.

Bisa Ular sendok
  Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoksin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan saraf-saraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja. Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
  Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.
  Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat (balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung, untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung. Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa (biasanya di Indonesia disebut SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.
  Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.

Gejala-gejala Keracunan
  Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.
  Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan saraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.
  Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi nekrosis. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
  Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.
  Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (shock) pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernapasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.

Ragam Jenis dan Penyebarannya
Ular sendok hidup di daerah tropis dan gurun di Asia dan Afrika. Beberapa jenis kobra dapat mencapai panjang 1,2–2,5 meter. Ular anang (atau King-cobra dalam bahasa Inggris) bahkan dapat tumbuh sampai dengan 5,6 m, dan merupakan jenis ular berbisa terpanjang di dunia. Terdapat 29 jenis kobra. Dua jenis diantaranya merupakan kobra endemik dari Indonesia. 
Warna yang Mengacaukan

Berbagai jenis kobra dapat memiliki warna dari hitam atau coklat tua sampai putih-kuning. Pada masa lalu, warna tubuh dan kemampuan menyemburkan bisa –melalui kombinasi dengan beberapa ciri lainnya– digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis-jenis kobra. Akan tetapi kini diketahui bahwa variasi warna dalam satu jenis (spesies) kobra begitu beragam, sehingga mustahil digunakan sebagai patokan pengenalan jenis. Sebagai teladan, ular sendok Jawa diketahui berwarna hitam kelam di Jawa bagian barat namun kecoklatan hingga kekuningan di Jawa timur dan Nusa Tenggara.
  Yang lebih merumitkan ialah beberapa kobra yang berbeda spesiesnya dapat memiliki warna atau pola warna yang bermiripan. Di Thailand umpamanya, yang memiliki beberapa jenis kobra, peneliti harus lebih berhati-hati untuk menetapkan identitas ular yang ditemuinya. Karena perbedaan spesies ini akan bersifat menentukan bagi hasil risetnya kelak. Perbedaan spesies ini juga berarti perbedaan karakter bisa (racun), yang penting untuk diketahui apabila menangani korban gigitan ular.

6. Ular anang atau lanang (Ophiophagus hannah)
  Ular anang atau lanang (Ophiophagus hannah) adalah ular berbisa terpanjang di dunia, spesies terpanjang yang ditemukan mencapai sekitar 5,7 m. Akan tetapi panjang hewan dewasa pada umumnya hanya sekitar 3 – 4,5 m saja. Ular ini ditakuti orang karena bisanya yang mematikan dan sifat-sifatnya yang terkenal agresif, meskipun banyak catatan yang menunjukkan perilaku yang sebaliknya. Ular anang juga dikenal dengan beberapa nama lokal seperti oray totog (Sunda), ular tedung abu, tedung selor (Kalimantan.) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut king cobra (raja kobra) atau hamadryad.
Penyebaran, habitat dan kebiasaan
  Ular anang menyebar mulai dari India di barat, Bhutan, Bangladesh, Burma, Kamboja, Cina selatan, Laos, Thailand, Vietnam, Semenanjung Malaya, Kepulauan Andaman, Indonesia dan Filipina. Di Indonesia ular ini ditemukan di Sumatra, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Bangka, Borneo, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
   Ular anang didapati mulai dari dekat pantai hingga ketinggian sekurang-kurangnya 1.800 m dpl. Ular ini menghuni aneka habitat, mulai dari hutan dataran rendah, rawa-rawa, wilayah semak belukar, hutan pegunungan, lahan pertanian, ladang tua, perkebunan, persawahan, dan lingkungan pemukiman. Ular yang lincah dan gesit ini biasa bersembunyi di bawah lindungan semak yang padat, lubang-lubang di akar atau batang pohon, lubang tanah, di bawah tumpukan batu, atau di rekahan karang.
Mangsa
   Sebagaimana namanya (Ophiophagus berarti pemakan ular), mangsa utamanya adalah jenis-jenis ular yang berukuran relatif besar, seperti sanca (Python) atau ular tikus (Ptyas). Juga memangsa ular-ular yang berbisa lainnya dan kadal berukuran besar seperti halnya biawak. Ular anang yang dikurung mau juga memakan daging atau tikus mati yang ditaruh di kandang ular atau digosokkan ke tubuh ular agar berbau seperti ular. Setelah menelan mangsa yang besar, ular anang dapat hidup beberapa bulan lamanya tanpa makan lagi. Ini dikarenakan laju metabolismenya berlangsung lambat.
  Ular anang berburu dengan mengandalkan penglihatan dan penciumannya. Sebagaimana ular-ular pada umumnya, ular anang membaui udara dengan menggunakan lidahnya yang bercabang, yang menangkap partikel-partikel bau di udara dan membawanya ke reseptor khusus di langit-langit mulutnya. Reseptor yang sensitif terhadap bau ini disebut organ Jacobson. Jika tercium bau mangsanya, ular ini akan menggetarkan lidahnya dan menariknya keluar masuk untuk memperkirakan arah dan letak mangsanya itu. Matanya yang tajam (ular anang dapat melihat mangsanya dari jarak sejauh 100 m), indra perasa getaran di tubuhnya yang melata di tanah, dan naluri serta kecerdasannya sangat membantu untuk menemukan mangsanya. Ular ini dapat bergerak cepat di atas tanah dan memanjat pohon dengan sama baiknya. Mangsanya, jika perlu, dikejarnya hingga di atas pohon.
   Ular anang berburu baik pada siang maupun malam, akan tetapi jarang terlihat aktif di malam hari. Kebanyakan herpetologis menganggapnya sebagai hewan diurnal.Sebagaimana ular kobra yang lain, apabila merasa terancam dan tersudut ular anang akan menegakkan lehernya serta mengembangkan tulang rusuknya sehingga kurang lebih sepertiga bagian muka tubuhnya berdiri tegak dan memipih serupa spatula. Sekaligus, posisi ini akan menampakkan warna kuning dan coret hitam di dadanya, sebagai peringatan bagi musuhnya. Melihat postur tubuhnya ini dan gerakannya yang gesit tangkas, orang umumnya merasa takut dan menganggapnya sebagai ular yang agresif serta berbahaya, yang dapat menyerang setiap saat. Pandangan ini, menurut para herpetolog, terlalu dilebih-lebihkan dan hanya benar sebagian.
   Kebanyakan ular anang, seperti umumnya hewan, takut terhadap manusia dan berusaha menghindarinya. Ular ini juga tidak seketika menyerang manusia yang ditemuinya, tanpa ada provokasi sebelumnya. Kenyataan bahwa ular ini cukup banyak yang ditemui di sekitar permukiman manusia, sementara jarang orang yang tergigit olehnya, menunjukkan bahwa ular anang tak seagresif seperti yang disangka. Walaupun demikian, kewaspadaan tinggi tetap diperlukan apabila menghadapi ular ini. Ular anang dikenal sebagai ular yang amat berbisa, yang gigitannya dapat membunuh manusia. Seperti juga ular-ular lainnya, temperamen ular ini sukar diduga. Beberapa individunya bisa jadi lebih agresif daripada yang lainnya. Demikian pula, pada masa-masa tertentu seperti pada saat menjaga telur-telurnya, ular ini dapat berubah menjadi lebih sensitif dan agresif. Telah dilaporkan adanya serangan-serangan ular anang terhadap orang yang melintas terlalu dekat ke sarangnya.

TelurUlar Cobra Yang Menetas
Perbiakan
Ular anang bertelur sekitar 20–50 butir, yang diletakkannya di dalam sebuah sarang penetasan terbuat dari timbunan serasah dedaunan. Sarang ini terdiri dari dua ruangan, di mana ruang yang bawah digunakan untuk meletakkan telur dan ruang yang atas dihuni oleh induk betina yang menjaga telur-telur itu hingga menetas. Di India, ular ini bertelur sekitar bulan April hingga Juli. Telur-telurnya berukuran sekitar 59 x 34 mm, yang sedikit bertambah besar dan berat selama masa inkubasi. Telur-telur ini menetas setelah 71–80 hari, dan anak-anak ular yang keluar memiliki panjang tubuh antara 50–52 cm.

Bisa ular anang
   Bisa ular anang terutama tersusun dari protein dan polipeptida, yang dihasilkan dari kelenjar ludah yang telah berubah fungsi, yang terletak di belakang mata. Tatkala menggigit mangsanya, bisa ini tersalur melalui taring sepanjang sekitar 8–10 mm yang menancap di daging mangsanya. Meskipun racun ini dianggap tak sekuat bisa beberapa ular yang lain, ular anang sanggup mengeluarkan jumlah bisa yang jauh lebih besar dari ular-ular lainnya. Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa satu kali gigitan ular ini dapat mengeluarkan sejumlah bisa yang cukup untuk membunuh 10 orang. Beruntunglah bahwa kebanyakan gigitan ular ini pada manusia hanya memasukkan bisa dalam jumlah yang tidak fatal.
  Bisa ular ini bersifat neurotoksin, yakni menyerang sistem saraf korbannya, serta dengan cepat menimbulkan rasa sakit yang amat sangat, pandangan yang mengabur, vertigo, dan kelumpuhan otot. Pada saat-saat berikutnya, korban akan mengalami kegagalan sistem kardiovaskular, dan selanjutnya kematian dapat timbul akibat kelumpuhan sistem pernapasan. Apabila bisa telah masuk dalam jumlah yang cukup, kematian hanya dapat dicegah dengan penanganan serta pemberian antivenin (antibisa) yang tepat dan cepat.

Ular anang dan manusia
Meskipun ular anang memiliki bisa yang mematikan dan kehadirannya ditakuti banyak orang, ia sebenarnya adalah hewan pemalu yang sedapat-dapatnya menghindari pertemuan dengan manusia.
Di wilayah sebarannya, masih ada beberapa jenis ular berbisa lainnya yang gigitannya lebih fatal dan lebih banyak memakan korban, di antaranya adalah ular kobra kaca-tunggal (Naja kaouthia), Bandotan puspa (Daboia russelli), dan ular welang (Bungarus fasciatus).
King Kobra and Woman
  Di Burma, ular anang kerap digunakan dalam pertunjukan pawang ular perempuan. Wanita pawang ular itu biasanya memiliki tato yang dibuat menggunakan tinta bercampur bisa ular, yang diyakini akan melindungi dirinya dari ularnya itu. Di akhir pertunjukannya, secepat kilat si pawang akan mencium ubun-ubun ular berbisa yang tengah menegakkan leher dan tudungnya ini.
  Kini populasi ular anang di banyak tempat telah terganggu oleh kerusakan habitatnya, terutama oleh hilangnya hutan-hutan yang biasa dihuninya. Meskipun ular ini oleh IUCN belum dimasukkan ke dalam hewan yang terancam kepunahan, CITES telah memandang perlu untuk mengawasi perdagangannya dan memasukkannya ke dalam Apendiks II.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia