"SELAMAT DATANG DI BLOG EKOGEO"(Pendidikan, Geografi dan Lingkungan)

Sabtu, 14 Juli 2012

JENIS-JENIS ULAR DARI SUKU COLUBRIDAE DI INDONESIA (BAGIAN 2)

1. Ular Air Belang
Ular air belang (Homalopsis buccata) adalah sejenis ular air dari suku Homalopsidae. Ular ini juga disebut ula banyu welang, ular kadut belang, ular sungai, dan sebagainya. Dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Common puff-faced water snake, banded water snake, atau banded puff-faced water snake.
Diskripsi Umum
Panjang tubuhnya mencapai 1,1 m. Bibir bagian atas terdiri dari 10-14 sisik. Sisik loreal bentuknya memanjang, biasanya hanya 1 tetapi kadangkala terbagi menjadi 2 atau 3 dan berhubungan dengan 3 atau 4 sisik pertama bibir atas; sisik internasal 1 atau 2 buah. Sisik frontal terdiri dari sisik kecil-kecil (terfragmen) terutama pada bagian ­posterior. Sisik nasal terbagi oleh alur dari nostril sampai sisik pertama bibir atas. Sisik preokular 1 atau 2. Sisik postokular 2. Sisik temporal kecil-kecil, bagian anterior 1-2 sisik sedangkan bagian posterior 2-4 sisik. Sisik dorsal bagian tengah terdiri dari 35-47 baris (biasanya 35-39 baris) dan berlunas. Sisik-sisik ventral berjumlah antara 155-176. Sisik anal ganda. Sisik-sisik subcaudal berjumlah antara 68-106 dan terdiri dari 2 baris sisi.
Pada ular dewasa, di bagian kepalanya terdapat tanda lurik simetris berwarna coklat tua agak terang yang menutupi kepala dan di tengahnya seperti gambar sayap kupu-kupu berwarna hitam. Di bagian atas moncongnya terdapat tanda segi tiga berwarna hitam yang jelas terlihat. Sedangkan pada bagian muka terdapat garis belang membujur melalui mata, seolah-olah topeng hitam penutup mata. Belang tersebut berujung pada sudut rahang dan menyatu dengan warna coklat kegelapan di bagian tengkuknya. Ciri-ciri di atas umum dimiliki oleh semua jenis dari genus Homalopsis. Bedanya, pada jenis Homalopsis buccata, punggungnya berwarna dasar coklat keabu-abuan atau coklat merah bata dengan kurang lebih 19-29 belang berwarna coklat tua agak terang (serupa dengan warna penutup kepala) yang tepinya hitam. Bagian sisi badan dan perut keputih-putihan atau putih kekuning-kuningan dengan bercak-bercak coklat kehitam-hitaman, terutama banyak terdapat pada bagian tengah sampai ekor.
Pada ular yang masih muda, warna tubuhnya lebih terang (menyala). Warna dasar kepalanya kemerah-merahan dan terdapat tanda seperti pada ular dewasa. Bagian punggungnya berwarna merah kecoklat-coklatan yang terang, dengan beberapa belang-belang coklat kekuning-kuningan. Bagian perutnya putih kekuning-kuningan.

Kebiasaan
Ular ini seringnya ditemukan di daerah perairan tawar dataran rendah maupun air payau, ular ini paling sering ditemui di pinggir-pinggir sungai yang mengalir pelan. Makanannya berupa ikan dan katak. Ular yang jantan lebih besar dan panjang daripada yang betina. Berkembangbiak dengan cara ovovivipar, melahirkan sekitar 33 anak..

Penyebaran
India timur laut (Benggala), Nepal tenggara, Bangladesh; Malaysia (Malaya); Singapura; Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand; Indonesia (Sumatra, Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi);

2. Ular Cecak
  Ular cecak atau sering pula disebut sebagai ular rumah adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini kerap dijumpai di dalam rumah, di sekitar dapur atau almari, untuk memburu cecak yang menjadi kegemarannya. Nama ilmiahnya adalah Lycodon capucinus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai common wolf-snake, merujuk pada gigi yang memanjang menyerupai taring serigala di bagian muka rahangnya (bahasa Gerika: lycos, serigala; don, gigi).

Diskripsi Umum
Ular bertubuh kecil sampai sedang yang ramping dan gesit, panjang total maksimal mendekati 60 cm. David dan Vogel (1997) menyebutkan panjang maksimal sekitar 550 mm, dengan kisaran ukuran hewan dewasa umumnya antara 450–500 mm.
Punggung (dorsal) berwarna coklat atau coklat agak keunguan, dengan sebagian sisik bertepi putih membentuk pola belang (atau jala) samar-samar seperti bekas cat yang terhapus. Kepala berwarna coklat kurma, dengan warna putih atau keputih-putihan di bibir atas dan di tengkuk, kadang-kadang dengan sedikit warna kuning belerang. Perut (ventral) berwarna putih atau kekuningan.
Sisik-sisik dorsal dalam 17 deret di tengah badan dan 15 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 178–224 buah, sisik anal sepasang atau berbelah, sisik subkaudal (di bawah ekor) 57–80 pasang. Sisik-sisik supralabial (bibir atas) berjumlah 9 buah, no. 3–5 atau no. 4–5 menyentuh mata. Di atas bibir, di antara sisik postnasal (hidung) dan orbit (mata) terdapat dua buah sisik, yakni sisik loreal (pipi) dan preokular. Sisik loreal panjang dan bersentuhan dengan sisik internasal, preokular bersentuhan dengan perisai frontal.

Ekologi dan penyebaran
Ular cecak sering dijumpai memasuki rumah, dapur atau bangunan lainnya, tidak jarang pula didapati di lingkungan perkotaan. Ular yang aktif di malam hari (nokturnal) ini lebih banyak menjalar di atas tanah (terestrial), meski pandai pula memanjat pepohonan (arboreal), tebing dan dinding berbatu, hingga ke atap rumah. Pada siang hari, ular cecak lebih memilih tidur bergelung di tempat persembunyiannya di bawah tumpukan kayu, batu, rekahan tebing, atau di sudut-sudut rumah yang kelindungan. Seperti dicerminkan oleh namanya, mangsa kesukaannya adalah aneka jenis cecak; akan tetapi ia pun tidak menolak mangsa berupa kadal atau tikus kecil. Ular cecak menjadi dewasa ketika berumur sekitar dua tahun. Betinanya bertelur hingga sekitar 11 butir.
Ular cecak menyebar luas mulai dari Burma di barat, Cina tenggara, hingga Hong Kong di sebelah timurnya. Ke selatan: Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Semenanjung Malaya hingga Singapura. Juga Kepulauan Andaman, Maladewa, Indonesia, Filipina, hingga ke Kepulauan Cook di Samudera Pasifik (Australia).
Di Indonesia ular ini tercatat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumbawa, Sumba, Komodo, Flores, Lomblen, Alor, Sawu, Roti, Timor, Wetar, Babar, Kalao, Selayar, Buton, dan Sulawesi.

3. Ular Birang
Birang (Oligodon octolineatus) adalah sejenis ular yang bertubuh kecil, anggota suku Colubridae. Ular ini juga dikenal sebagai ular pitar atau dalam bahasa Inggris, Striped Kukri Snake.
Birang adalah sejenis ular yang cantik. Warnanya kecoklatan dengan 3-4 pasang garis atau pita hitam memanjang, yang paling atas paling tebal (octolineatus berarti: dengan delapan garis). Pita jingga atau merah terang metalik berjalan tepat di atas tulang punggungnya (vertebrae) hingga ke ekor, yang merupakan ciri khas ular ini. Demikian pula pola coreng simetris kehitaman di atas kepalanya, yang menjadi pertanda kebanyakan marga Oligodon.
Diskripsi Umum
Sisi bawah tubuh putih di sebelah depan (anterior) dan kemerahan sampai merah jambu di bawah ekor. Panjang tubuh hingga sekitar 70 cm. Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral (perut) berjumlah 155-197, sisik anal tunggal, dan sisik subkaudal antara 43-61 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 6 pasang, yang ke-3 dan ke-4 menyentuh mata.Dinamai juga ular kukri dalam bahasa Inggris, berdasarkan bentuk taringnya yang terletak di mulut bagian belakang. Kukri adalah pisau khas yang biasa digunakan tentara Gurkha.

Kebiasaan dan penyebaran
Kerap kali ditemui di dataran rendah, birang diketahui hidup hingga ketinggian 1.000 m dpl. Habitatnya meliputi hutan, kebun atau taman, kebanyakan ular kecil ini aktif di malam hari (nokturnal). Di wilayah sebarannya, ular ini sering terlihat menyeberangi jalan aspal yang hangat di malam hari.Ular ini memangsa kecebong, kodok, kadal, dan juga ular lain; serta telur-telur burung, kadal dan kodok. Birang bertelur hingga 4-5 butir sekali.
   Birang termasuk jinak, tidak suka menggigit jika ditangkap atau dipegang dengan hati-hati. Bila merasa terganggu, ia mengeluarkan semacam bau tidak enak dari pangkal ekornya. Terkadang untuk menghindari gangguan, ular ini menyembunyikan kepalanya di bawah badannya yang bergelung dan memperlihatkan sisi bawah ekornya yang kemerahan.Birang menyebar di Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Jawa, Sulawesi, Kalimantan (termasuk Sarawak, Sabah, Brunei), dan juga Sulu.

4. Ular Siput
Ular siput (Pareas carinatus) adalah sejenis ular kecil anggota suku Colubridae. Dinamai demikian baik karena mangsa utamanya adalah aneka siput kecil, maupun karena gerakannya yang lamban seperti mangsanya itu. Dalam bahasa Inggris ular ini dikenal sebagai keeled slug-snake atau keeled slug-eating snake, merujuk pada sisik-sisik vertebralnya yang berlunas rendah (keeled).

Diskripsi Umum
Ular kecil yang bertubuh ramping, cenderung kurus. Panjang tubuh total hingga sekitar 60 cm. Coklat kusam, coklat muda atau coklat agak kekuningan di sisi sebelah atas, dengan belang-belang hitam yang tipis dan samar-samar di sepanjang tubuhnya, kecuali pola X memanjang berwarna hitam tegas di atas tengkuk. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning atau kekuningan, dengan bintik-bintik halus gelap atau kemerahan. Kepala menjendol besar dengan moncong tumpul agak janggal. Mata relatif besar, dengan iris berwarna kuning kecoklatan. Ekor kurus meruncing.
Ular ini tidak memiliki celah lurus di antara perisai-perisai dagunya (mental groove). Di antara perisai nasal (hidung) dan mata terdapat dua buah perisai, yakni loreal dan preokular. Perisai labial (bibir) atas 7–9 buah, dipisahkan dari mata oleh 2–4 sisik kecil-kecil. Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (yang paling atas, di atas tulang punggung) sedikit membesar dan berlunas rendah. Perisai-perisai ventral (perut) berjumlah 170–184 buah; perisai anal (dubur) tunggal; perisai subkaudal (bawah ekor) 60-88 buah, tak berpasangan.

Kebiasaan, anak jenis dan penyebaran
Aktif di malam hari (nokturnal), ular siput biasa ditemui di hutan-hutan dataran rendah dan hutan pegunungan yang basah, lingkungan perkebunan hingga ke dekat permukiman. Sering memanjat vegetasi penutup tanah di tempat-tempat lembap, ular ini memburu dan memangsa aneka siput dan siput tak bercangkang. Tak jarang pula ular ini ditemukan menjalar perlahan di lantai hutan dan di dekat batang air. Catatan dari Berastagi menunjukkan bahwa ular ini didapati hingga ketinggian 1.300 m dpl. Ular siput bertelur hingga 8 butir.
   Ular ini tidak berbisa, bahkan tak dapat menggigit manusia. Akan tetapi perilakunya ketika merasa terancam mirip dengan ular berbisa; leher dan tubuh bagian depan ditarik melengkung membentuk huruf S, kemudian secepat kilat ular ini mematuk ke depan. Namun sesungguhnya mulutnya terlampau sempit untuk membuka dan menggigit ujung jari sekalipun. Dengan demikian sebetulnya gerakan itu hanya berfungsi untuk menakut-nakuti si pengganggu belaka, tanpa dapat melukai sedikitpun. Celakanya, karena perilakunya itu ular siput kerap dibunuh orang. Karena lambannya, ular ini juga tidak jarang tergilas kendaraan ketika menyeberang jalan atau bahkan tidur bergelung di jalan yang hangat di waktu malam.

Pareas carinatus memiliki dua anak jenis:
  • P.c. carinatus menyebar luas di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Cina selatan (Yunnan), Semenanjung Malaya, serta Indonesia (Borneo, Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok).
  • P.c. unicolor (Bourret, 1934) terbatas di Kamboja.
Jenis yang serupa
Ular siput belang (Pareas nuchalis) memiliki ciri-ciri, bentuk tubuh dan perilaku yang amat serupa dengan Pareas carinatus. Keduanya sulit untuk dibedakan, kecuali dengan menghitung jumlah sisik-sisiknya. P. nuchalis memiliki 8-9 perisai labial atas, 207–218 perisai ventral, dan 105–108 perisai subkaudal. Ular ini ditemukan terbatas (endemik) di Borneo, di hutan-hutan dataran rendah tidak lebih dari ketinggian 500 m dpl.

5. Ular Jali
  Ular jali atau ular koros adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus, karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus. Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korros (Schlegel, 1837).
  Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi (Coelognathus flavolineatus), ular sapi (Coelognathus radiatus) dan ular bajing (Gonyosoma oxycephalum). Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke atap rumah.
  Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh, Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.

Deskripsi tubuh
  Ular jali bertubuh cukup besar, hingga 2 meter panjangnya. Sisi atas tubuh (dorsal) berwarna coklat muda kekuningan hingga abu-abu kehitaman. Bagian sebelah depan (anterior) biasanya berwarna lebih terang dari ekornya yang kehitaman. Sisik-sisik di atas ekor bertepi hitam, sehingga terkesan bergaris-garis seperti memakai stocking hitam.
  Sisi bawah tubuh (ventral) berwarna kekuningan sampai kuning terang. Matanya berukuran besar. Kerabatnya yang mirip adalah Ptyas mucosus; dibedakan dengan adanya loreng-loreng hitam di bibirnya dan di tubuh bagian belakang. P. mucosus umumnya juga bertubuh lebih besar, hingga lebih dari 3 m panjangnya.

Kebiasaan hidup dan konservasi
   Ular jali kerap ditemui di sawah-sawah, kebun dan pekarangan, dan terutama dekat tepi sungai. Mangsa utamanya adalah hewan pengerat, terutama tikus. Namun iapun tidak menolak mangsa yang lain semisal kadal dan kodok. Ular jali aktif di pagi hingga sore hari, berkeliaran mencari mangsa di atas tanah. Ia juga pandai memanjat pohon dan semak, walaupun jarang memanjat hingga tinggi.
  Karena berbisa lemah, ular ini sebetulnya tidak suka menggigit dan mudah dijinakkan sehingga cocok dijadikan hewan timangan (pet animal). Para petani yang mengenalinya biasanya melarang anak-anaknya mengganggu ular ini, dan membiarkannya berkeliaran di sekitar rumah. Ular jali termasuk pemburu tikus yang efektif.
  Kini ular jali termasuk salah satu jenis ular yang banyak diburu untuk diambil kulitnya yang berharga. Ribuan ekor ular ini setiap bulannya ditangkapi dan diekspor kulitnya. Kadang-kadang bahkan ular ini dikirim hidup-hidup. Menghilangnya ular jali dan beberapa jenis ular pemakan tikus lainnya dari persawahan dan pekarangan, dipercaya meningkatkan populasi tikus yang menjadi hama sawah. Karena itu, semenjak beberapa tahun silam, di Yogyakarta berlangsung gerakan melepaskan ular ke sawah. Aksi yang dilakukan petani ini (terutama di Kabupaten Sleman) diharapkan dapat mengendalikan populasi tikus di desanya.

6. Ular Tikus India
Bandotan Macan (Ptyas mucosa) atau Ular tikus India, atau Dhaman (nama hindi), adalah jenis umum Ular dari keluarga Colubridae yang ditemukan di wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Hewan ini berukuran besar, bisa tumbuh sampai 2 m (6,6 ft) dan kadang-kadang bahkan sampai 3 m (9,8 ft). Warna tubuh mereka beragam dari coklat pucat di daerah kering sampai hampir hitam di daerah hutan lembab. Hewan ini aktif di siang hari (diurnal), kadang hidup di pohon (semi-arboreal), tidak berbisa, waspada, cepat bereaksi, dan bergerak dengan cepat. Mangsa hewan ini beragam, namun hewan ini seing ditemukan di wilayah perkotaan dimana binatang pengerat seperti tikus banyak berkembang.

Sebaran Geografis
Hewan ini dapat ditemukan di Afghanistan, Bangladesh, China (Hainan, Hubei, Fujian, Guangdong, Guangxi, Hong Kong, Jiangxi, Tibet, Yunnan, Zhejiang), India, Indonesia (Sumatra, Jawa), Iran, Kamboja, Laos, Malaysia barat, Myanmar, Nepal, Pakistan (wilayah Sindh), Sri Lanka, Taiwan, Thailand, Turkmenistan, dan Vietnam.

Pemangsa
Hewan dewasa ini jarang memiliki pemangsa alami selain Ular anang atau Raja kobra yang tersebar di wilayah yang sama. Hewan yang masih muda biasanya dimangsa oleh Burung pemangsa, reptil yang berukuran lebih besar dan mamalia berukuran sedang. Pemburuan manusia terhadap Ular keluarga Colubridae di China dan Indonesia demi mendapatkan kulit dan dagingnya telah menimbulkan banyak kematian hewan ini. Peraturan dagang dan panen terhadap hewan yang ada sering diabaikan.

Perilaku
   Hewan dewasa menunjukkan prilaku yang tidak biasa untuk Ular dari keluarga Colubridae. Hewan ini menaklukukan mangsanya dengan mendudukinya, bukan dengan membelitnya. Hewan ini bergantung pada berat badannya untuk melemahkan mangsanya. Hewan jantan mendirikan batas wilayah kekuasaannya melalui sebuah ritual tes kekuatan dimana kedua jantan saling memilin tubuh masing-masing. Pengamat awam kadang salah mengartikan ini sebagai sebuah 'tarian kawin' antara pasangan
   Hewan dewasa bisa mengeluarkan suara menggeram dan membusungkan leher ketika terancam. Ini barangkali menunjukkan Mimikri dari Ular anang yang tersebar di wilayah yang sama. Kemiripan ini malah sering menjadi senjata makan tuan di daerah pemukiman manusia, dimana hewan tidak berbahaya yang sangat berjasa karena memangsa hama tikus ini dibunuh karena dikira ular anang atau Ular sendok yang berbahaya.

7. Ular Picung
  Ular picung adalah sejenis ular berbisa dari suku Colubridae yang banyak ditemukan di negara-negara Asia tenggara. Nama ilmiahnya adalah Rhabdophis subminiatus (Schlegel. Dalam bahasa Sunda disebut oray picung, merujuk pada warna merah di tengkuknya yang menyerupai warna buah picung (Pangium edule). Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai Pudak bromo juga Wedudak srengĂ©ngĂ© (ular beludak matahari) karena warna tengkuknya menyerupai cahaya matahari di pagi hari. Sedangkan dalam bahasa Inggris dinamai Red-necked Keelback. 1837).
  Ular ini umumnya dijumpai di kawasan dekat perairan, danau, rawa, kebun, atau sawah. Panjangnya dapat mencapai 1,3 meter meskipun kebanyakannya tidak mencapai satu meter. Ia aktif di siang hari dan memangsa katak dan ikan. Ia memiliki warna yang menarik dan bersifat tidak terlalu agresif sehingga meskipun berbisa tinggi awalnya banyak yang mengira bahwa ular ini tidak berbahaya dan menjadikannya sebagai binatang peliharaan atau binatang timangan. Belum ditemukan anti venin untuk bisa dari ular ini.
Ular yang bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 130 cm pada ras-ras utara, namun ras Sumatra hanya mencapai panjang 80 cm dan umumnya sekitar 60 cm saja (David and Vogel, 1996).

Diskripsi Umum
  Kepala hewan dewasa berwarna hijau batu (hijau zaitun gelap) di sisi atas, dengan warna kuning dan merah terang di belakangnya sampai ke tengkuk. Bibir berwarna kuning atau kekuningan, dengan coret hitam serupa koma di bawah mata (pada sisik labial no 5 dan 6), dan mungkin pula terdapat beberapa bintik hitam pada sisik-sisik labial di mukanya. Pada hewan muda, terdapat sebuah pola hitam di belakang kepala di depan warna kuning di atas leher.
  Dorsal (sisi atas tubuh) kecoklatan atau coklat zaitun, merata atau dengan pola-pola hitam dan kuning muda serupa jala. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna kekuningan, dengan bintik-bintik hitam pada tepi sisik ventral.
  Sisik-sisik dorsal dalam 19 deret, semua berlunas kuat kecuali satu deret terbawah. Sisik-sisik ventral 132-175 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 65-87 pasang. Perisai labial (bibir) atas berjumlah 8 buah, yang ke-3 hingga ke-5 menyentuh mata. Dua buah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
  Sisik-sisik dorsal, semua berlunas kuat kecuali pada deret yang terbawah.Ular picung merupakan ular daratan yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., namun paling sering ditemukan di hutan sekunder, belukar serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular picung terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik.
  Ular ini juga sering didapati di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Di Jawa, ular ini kerap ditemui menjalar di pekarangan dan dihalaman rumah di pedesaan. Ular picung bertelur hingga 14 butir. Ular picung menyebar luas mulai dari India (Assam ?, Sikkim; Arunachal Pradesh), Nepal, Bhutan, Bangladesh, China (Yunnan, Guangxi, Guangdong, Fujian, Hong Kong, Hainan), Burma, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Sulawesi). Stuebing and Inger (1999) tidak mencantumkannya dalam daftar ular Borneo, demikian pula David and Vogel (1996).

Bisa
  Ular picung sebelumnya dikenal sebagai ular yang tak berbahaya, atau berbisa lemah. Sebagaimana umumnya anggota suku Colubridae, taring ular ini terletak di rahang atas bagian belakang dan berukuran kecil saja. Oleh karena warnanya yang cemerlang, ular ini kerap dipelihara orang dan dijadikan hewan timangan . 
  Meskipun mudah jinak, ular ini sukar diperkirakan sifatnya dan tiba-tiba saja dapat menggigit pemeliharanya tanpa tanda-tanda khusus. Kebanyakan gigitan ular ini agaknya tidak menimbulkan gejala-gejala keracunan. Namun demikian ada kasus-kasus tertentu di mana terjadi kehilangan total terhadap system pembekuan darah oleh karena bisa ular ini.
  Bisa ular picung menimbulkan efek yang dapat membahayakan jiwa korban, yakni berupa menurunnya kemampuan pembekuan darah sehingga terjadi pendarahan pada organ-organ dalam tubuh. Beberapa korban memerlukan perawatan serius di rumah sakit untuk memulihkan sistem peredaran darahnya yang terganggu oleh bisa (Seow dkk., 2000).
  Kasus semacam ini diyakini cukup banyak terjadi dan pada beberapa negara seperti Singapura dan A.S kasusnya tercatat dengan baik. Oleh sebab itu, beberapa kalangan menganjurkan agar ular ini dikategorikan sebagai ular yang berbahaya atau yang harus ditangani secara hati-hati.

8. Ular Serasah
Ular serasah adalah sejenis ular yang tidak berbisa. Nama ilmiahnya adalah Sibynophis geminatus (Boie, 1826). Namanya dalam bahasa Inggris adalah collared snake atau striped litter snake. Panjang tubuh keseluruhan umumnya sekitar 50cm, namun ada pula yang melebihi 60cm. Kepala dan badan hampir tidak berbeda, sehingga bentuknya mirip pensil panjang atau tombak kecil (sibyn = tombak, ophis = ular).

Diskripsi Umum
Ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan). Warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning. Kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok. Sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral. Iris mata berwarna kekuningan.
  Bagi yang tidak mengenalnya, ular ini kerap dikelirukan dengan ular cabai (Maticora intestinalis) yang berbisa, yang hampir sama besarnya. Padahal ular serasah selain tidak berbisa juga jinak, tidak mau menggigit. Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral berjumlah 144-180, sisik anal berbelah, dan sisik subkaudal antara 73-96 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 8 pasang, yang ke-3 sampai ke-5 menyentuh mata. (Stuebing and Inger, 1999).

Kebiasaan dan Penyebaran
  Seperti namanya, ular ini kerap menyusup-nyusup serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati. Tempat yang disukainya adalah wilayah berpohon-pohon atau berumpun bambu tidak jauh dari aliran sungai. Namun di Darmaga, Bogor, ular ini didapati pula di sekitar gedung kampus Institut Pertanian Bogor dan di lingkungan perumahan. Tidak banyak yang diketahui mengenai kebiasaan ular ini selain bahwa ia aktif di siang hari (diurnal). David dan Vogel (1996) menyebutkan bahwa tampaknya ular ini terutama memangsa jenis-jenis kadal.
  Ular ini tercatat ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sarawak dan Sabah; kemungkinan terdapat pula di bagian lain pulau Kalimantan. Ular serasah kepala hitam (Sibynophis melanocephalus) memiliki sepasang pita di sepanjang tubuhnya, yang putus-putus oleh belang-belang gelap atau dengan bintik-bintik besar berwarna gelap. Kepala dihiasi dengan bintik-bintik terang, dan tidak memiliki kalung berwarna terang di tengkuknya.

9. Ular Kisik
  Ular kisik adalah sejenis ular dari suku Colubridae. Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai Lareangon (ular anak gembala) karena ular yang jinak ini biasa menjadi permainan anak-anak gembala di Jawa Tengah. Namanya dalam bahasa Inggris adalah striped keelback, merujuk pada garis-garis memanjang dan bentuk sisik-sisik punggungnya yang berlunas (keeled). Nama ilmiahnya adalah Xenochrophis vittatus (Linnaeus, 1758).

Diskripsi Umum
  Ular kisik umumnya bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 70 cm, namun umumnya hanya sekitar 50 cm. Ekornya sekitar seperempat dari seluruh panjang tubuhnya. Kepala berwarna hitam di bagian atas, dengan coret-coret putih yang berpola simetris. Moncong agak kemerahan seperti warna daging. Dorsal (sisi atas tubuh) dengan sepasang pita coklat kuning keemasan di atas warna hitam. Di bagian muka (anterior) masing-masing pita ini terbagi lagi oleh garis hitam tipis. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna putih, dengan garis-garis hitam pada tepi sisik ventral yang memberikan kesan warna lorek. 
  Sisik-sisik dorsal dalam 19 (19-19-17) deret, berlunas kecuali satu-dua deret terbawah. Sisik-sisik ventral sekitar 149 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 80 pasang.  Perisai labial (bibir) atas berjumlah 9 buah, yang ke-4 hingga ke-6 menyentuh mata, putih dengan tepi belakang berwarna hitam. Labial bawah 10, no 4-7 membesar. Sebuah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
  Ular kisik merupakan ular darat yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular kisik terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik. 
  Ia sering didapati menyelusup di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Tidak jarang, pada saat matahari terbit ular ini telah terlihat menjalar di antara tanaman padi di sawah. Ular kisik juga kerap berkeliaran di pekarangan dan halaman rumah, terutama dekat genangan air. 
  Ular ini tidak seberapa takut dengan manusia. Anak-anak di pedesaan di Banyumas sering menangkapnya untuk dijadikan permainan karena ular ini tidak menggigit. Hanya saja, apabila merasa terganggu, ular kisik mengeluarkan bau tidak enak yang keras dari kelenjar di dekat anusnya. Apabila terjadi demikian, biasanya ular ini segera dilepaskan kembali oleh anak-anak tersebut. 
  Ular kisik terbatas menyebar di Sumatra, termasuk beberapa pulau di sekitarnya seperti Pulau We dan Bangka dan Jawa. Diintroduksi ke Singapura. Ular kisik bertelur hingga delapan butir.

Sumber Referensi : Wikipedia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, Blog Ini dibuat dengan konten berbagai sumber untuk menumbuhkan cinta lingkungan pada generasi muda Indonesia baik flora, fauna maupun alamnya dan sama sekali tidak bertujuan komersial.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.