Harimau Jawa (Phantera Tigris Sondaicus) sudah dinyatakan punah sejak tahun 1980-an, walaupun masih ada kesaksian penduduk sekitar hutan, Peneliti alam liar, Pencinta alam maupun pendaki gunung yang berpapasan dengan legenda Pulau Jawa yang sangat terkenal ini. Harimau Jawa adalah spesies Harimau terbesar yang pernah dimiliki Indonesia mengalahkan Harimau Bali yang juga sudah punah, Harimau Malaya, Harimau Sumatra dan Harimau Kaspia (juga sudah punah). Sayang Harimau Jawa kini hanya tinggal kenangan , generasi muda kita tidak mungkin lagi melihat sosok berkarisma yang biasa disebut Macan Gembong atau Mbah di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini.
Saya sangat sedih melihat kenyataan punahnya Harimau Jawa, walaupun masih berharap ada keajaiban kembalinya raja Hutan Pulau Jawa ini. Tulisan Peneliti Bpk.Didik Raharyono tentang keberadaan Harimau Jawa yang masih eksis dengan dikirimnya 2 Foto ke email beliau sungguh merupakan kabar gembira dan mengejutkan. Mudah-mudahan Foto ini benar Harimau Jawa dan bukan Foto editan atau malah sosok Harimau Sumatera yang sengaja dikirim untuk membuat sensasi.
Namun kepedulian Bapak Didik Raharyono dalam meneliti keberadaan Harimau jawa yang begitu gigih sungguh luar biasa, dan kita sangat berharap berita gembira dari beliau.
Masa kecil Saya yang kebetulan lama di Gunung Kidul masih ingat dengan kisah dan cerita dari Eyang kakung dan saudara-saudara lain yang tinggal di wilayah Karang Mojo dan Ponjong tentang kehadiran dan sepak terjang Harimau Jawa pada masa itu . Stigma negatif yang terlanjur melekat pada raja hutan ini tidak membuat saya membenci Harimau Jawa ini tapi justru merasa kehilangan. Karena saya paham mengapa harimau jawa mengamuk atau memangsa ternak karena habitatnya sudah makin menyempit dan luas hutan yang tersisa semakin sedikit. Jadi jangan menyalahkan Harimau Jawa tapi coba koreksi dan mawas diri apa yang dilakukan penduduk sehingga beberapa peristiwa tragis akibat amukan harimau Jawa ini terjadi.
Peristiwa amukan Harimau Jawa terjadi sekitar tahun 1960-an dan 1970-an di daerah kampung halaman orangtua saya di Gunung Kidul, Yogyakarta. Saya hanya pendengar apakah cerita ini benar atau kisah nyata saya belum membuktikannya. Ketika remaja dan tergabung dalam Club Pencinta Alam saya selalu mencoba menjelajah lokasi-lokasi yang pernah diceritakan orang tua saya dan Eyang , terutama wilayah ponjong yang berbatasan dengan kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah dan juga Pebukitan Watu perahu dan Gunung Gajah di wilayah perbatasan Bayat, Klaten Jawa Tengah dengan Semin, Gunung Kidul. Namun dari lokasi yang saya datangi tahun 1985, dan 1986 di Gua Macan, Ponjong tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Harimau Jawa. Kecuali yang saya lihat saat itu adalah Jejak , Feses dan bekas Cakaran Macan Tutul di batang pohon sekitar gua Macan. Ya saat itu masih ada Macan Tutul dan Macan Kumbang tapi tidak dengan Harimau Jawa. Namun warga seringkali menyalah artikan Harimau Jawa , padahal yang dilihat adalah Macan Tutul. Walau penasaran akhirnya saya menyerah mungkin benar Harimau Jawa hanya tinggal mitos dan legenda.
Eyang kakung sendiri mungkin menyalah artikan kedua spesies Kucing besar Jawa ini dengan sebutan Mbah. Waktu saya kecil diawal tahun 1970 memang saya pernah dibangunkan Eyang untuk melihat kehadiran Harimau Jawa yang mengendap-endap di dekat kandang Kambing milik Eyang sehingga menimbulkan suara gaduh dari ringkikan Kambing yang ketakutan dan suara auman Harimau ini, yang saya lihat,karena gelap samar-samar sosok Harimau berkulit loreng-loreng. Betulkah itu Harimau Jawa ? Saat itu Saya masih berusia 2 tahun-an dan tidak bisa menyimpulkan sosok ini. Namun beberapa minggu kemudian ada kabar di kampung saya ini Harimau Jawa yang selama ini memangsa ternak berhasil diperangkap warga. Karena warga sangat emosi dan marah Harimau ini dihujani dengan tombak, lembing, batu dan benda-benda lainnya. Petugas PHPA yang datang agak terlambat sempat menyelamatkan Harimau ini dan dibawa ke kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta untuk dirawat akibat luka-lukanya yang parah. Namun karena Infeksi akibat luka-lukanya , akhirnya Harimau Jawa ini hanya bertahan beberapa hari dan akhirnya mati dengan sangat menyedihkan.
Stigma negatif Harimau Jawa di kampung orang tua saya ini dulu begitu melekat, sampai-sampai apabila ada warga yang meninggal dunia makamnya yang masih merah harus ditunggu berhari-hari secara bergantian siang dan malam agar jenajahnya tidak diambil dan dimangsa Harimau Jawa. Memang sering warga melihat aksi si raja hutan ini mengais-ngais kuburan yang masih baru dan kemudian menarik mayatnya kedalam hutan untuk dimangsa. Terlebih jenis batuan dan tanah di Gunung Kidul yang dominan tanah karst dan sebagian gersang/tandus sehingga bau bangkai mayat orang yang baru dikubur akan mudah tercium oleh Si Raja Hutan walaupun jaraknya cukup jauh dari hutan tempat habitat Harimau Jawa ini bermukim. Mengapa Harimau Jawa memangsa mayat manusia dan juga ternak warga ? Mungkin Harimau Jawa yang saat itu mengamuk hanya tinggal satu-satunya dan sudah berusia tua. Karena beberapa bulan sebelumnya ditahun 1969 ada berita Harimau Jawa betina yang tertabrak truk di jalan menuju pantai Selatan Jawa di Gunung Kidul, sehingga Harimau Jantan Tua yang sudah tidak mampu lagi berburu mencari mangsa yang lebih mudah di dekat pemukiman warga disamping mungkin mengamuk karena kehilangan pasangannya.
Peta Sejarah Penyebaran Harimau Jawa |
Hampir semua tetangga Eyang di Ponjong pernah melihat sosok Harimau Jawa ini, sehingga kalau ingin mencari kayu bakar kehutan harus berhati-hati. Jenis tumbuhan di kawasan kars ponjong yang dominan semak belukar sering menjadi jebakan maut yang digunakan Harimau Jawa untuk memangsa buruannya termasuk manusia yang tanpa sengaja masuk dalam daerah jelajah Harimau Jawa. Pernah ada kasus petani yang sedang mencari buah Duwet/Jamblang di pinggiran hutan ponjong tak menyadari kehadiran Harimau Jawa di dekatnya ketika beristirahat. Bulu Harimau Jawa yang loreng-loreng tersamar dengan semak belukar yang berwarna kuning kecoklatan. Harimau Jawa yang posisinya juga sedang tidur menjadi terbangun ketika petani ini tak sengaja rebahan di punggungnya dan akhirnya fatal Harimau Jawa ini berbalik menyerang dan memanggsa petani ini dan membawanya kedalam hutan (Warga menyebut Gua Macan sebagai sarangnya).
Eyang yang selalu menjadi tumpuan saya bertanya memberitahukan bahwa kalau mau melihat sosok Harimau Jawa datanglah berlibur di musim kemarau antara bulan Juni s/d Oktober. Karena pada saat itu sumber air di hutan dan di gunung hampir habis. Maka kata Eyang Harimau Jawa ini akan turun dan mendatangi telaga/Embung yang sengaja dibuat warga gunung Kidul untuk menyimpan cadangan air di musim kemarau. Saya yang saat itu masih duduk dibangku SMA dan kuliah di tahun pertama mencoba datang berlibur di bulan itu untuk bisa melihat impian sosok Harimau Jawa yang katanya masih ada. (Tahun 1984-1988). Namun saya kecewa karena berkali-kali saya menunggu kehadiran Harimau Jawa ini tidak pernah terwujud.
Foto Harimau Jawa yang dibunuh di Malingping, Lebak Banten tahun 1941
Hobi saya semasa muda yang sering mendaki gunung juga diperkuat keinginan mencari Sosok Harimau Jawa ini. Sosok yang selalu diceritakan Eyang dan Bapak saya dengan sebutan Mbah dan Macan Gembong. Namun rangkaian perjalanan saya mendaki gunung-gunung di Jawa Barat dan Jawa Tengah gagal menemukan sosok dan jejak kakinya. Hanya sekali ketika mencoba mendaki Gunung Slamet lewat jalur Utara (Guci) suara Auman keras yang menggema di lereng gunung Slamet tahun 1986 memberi sedikit harapan keberadaan Harimau Jawa. Demikian pula dalam dua pendakian ke Gunung Ciremai tahun 1989 dan 1990 yang dulunya merupakan habitat Hewan ini juga tidak menemukan jejak dan sosoknya. Namun warga sekitar Gunung Ciremai yang saya jumpai masih sering melihat Harimau Jawa ini sering turun Gunung di musim kemarau atau kalau terjadi gempa vulkanik di gunung ini.
Saya berharap foto yang dikirim ke Mas Didik tahun 2014 yang lalu benar-benar Foto Harimau Jawa, sehingga penantian panjang dan keragu-raguan tentang masih eksisnya Hewan ini bisa segera terjawab. Semoga Harimau Jawa masih ada dan tetap dapat mempertahankan kelestariannya dari ancaman kemajuan jaman dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Hobi saya semasa muda yang sering mendaki gunung juga diperkuat keinginan mencari Sosok Harimau Jawa ini. Sosok yang selalu diceritakan Eyang dan Bapak saya dengan sebutan Mbah dan Macan Gembong. Namun rangkaian perjalanan saya mendaki gunung-gunung di Jawa Barat dan Jawa Tengah gagal menemukan sosok dan jejak kakinya. Hanya sekali ketika mencoba mendaki Gunung Slamet lewat jalur Utara (Guci) suara Auman keras yang menggema di lereng gunung Slamet tahun 1986 memberi sedikit harapan keberadaan Harimau Jawa. Demikian pula dalam dua pendakian ke Gunung Ciremai tahun 1989 dan 1990 yang dulunya merupakan habitat Hewan ini juga tidak menemukan jejak dan sosoknya. Namun warga sekitar Gunung Ciremai yang saya jumpai masih sering melihat Harimau Jawa ini sering turun Gunung di musim kemarau atau kalau terjadi gempa vulkanik di gunung ini.
Saya berharap foto yang dikirim ke Mas Didik tahun 2014 yang lalu benar-benar Foto Harimau Jawa, sehingga penantian panjang dan keragu-raguan tentang masih eksisnya Hewan ini bisa segera terjawab. Semoga Harimau Jawa masih ada dan tetap dapat mempertahankan kelestariannya dari ancaman kemajuan jaman dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.